PENDAHULUAN
Di
Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar dari
jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti.
Dari
data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah
penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun
2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat pemecah
batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal
shock wave lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh
tindakan (ESWL, PCNL, dan operasi terbuka).(1)
Dari
data di luar negeri didapatkan bahwa resiko pembentukan batu sepanjang hidup (life time risk) dilaporkan berkisar
5-10% (EAU Guidelines). Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita (kira-kira
3:1) dengan puncak insidensi antara dekade keempat dan kelima, hal ini kurang
lebih sesuai dengan yang ditemukan di RSUPN-CM.(1)
Kekambuhan pembentukan
batu merupakan masalah yang sering muncul pada semua jenis batu dan oleh karena
itu menjadi bagian penting perawatan medis pada pasien dengan batu saluran
kemih.
Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun
daerah. Oleh karena itu sudah dianggap semestinya bahwa terdapat suatu Clinical Practice Guideline/Pedoman
Penatalaksanaan Klinik (PPK) mengenai penatalaksanaan penyakit batu saluran
kemih, yang dapat menjadi acuan yang praktis bagi sejawat spesialis urologi
yang berpraktek di Indonesia. Untuk itu Ikatan Ahli Urologi Indonesia membentuk
sebuah panel khusus yang menyusun PPK ini.
Tujuan
disusunnya PPK ini adalah agar menjadi acuan bagi praktik urologi di Indonesia
yang diharapkan membawa praktik urologi di Indonesia menjadi praktik urologi
yang sedapat mungkin berlandaskan bukti yang sahih (Evidence Based Medicine (EBM)).
Metodologi
PPK
batu saluran kemih (PPK-BSK) ini, selanjutnya disebut ‘guidelines’ disusun oleh suatu tim panelis yang dibentuk oleh
PP-IAUI dan melaksanakan beberapa kali pertemuan yang dimulai sejak tgl. 26
November 2005. Penyusunan ‘guidelines’
ini berdasarkan beberapa Guidelines yang ada di tingkat internasional (EAU dan
AUA) ditambah dengan data yang ada di tingkat Nasional (terutama yang sudah
dipublikasi di majalah ilmiah kedokteran nasional yang sudah terakreditasi oleh
Direktorat Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional RI) bila dianggap
memungkinkan. Umumnya tim penyusun guidelines di tingkat internasional sudah
melakukan penelusuran literatur yang ekstensif dan telah menyaripatikannya
dalam bentuk rekomendasi-rekomendasi. Oleh karena itu tugas tim panelis ‘guidelines’ adalah melakukan penilaian
terhadap guidelines yang sudah ada dan menilai kecocokannya dengan kondisi di
tanah air dengan mempertimbangkan ketersediaan dan distribusi alat, prasarana,
sarana & kemampuan spesialis urologi dalam melakukan modalitas terapi yang
ada.
Hasil
rumusan “guidelines’ ini dicapai melalui konsensus dan diformulasikan dalam
berbagai tingkatan sesuai urutan rekomendasi.
Persetujuan
Tindakan Kedokteran/Medik (informed
consent)
Pada setiap melakukan tindakan medik pasien harus
diberitahu mengenai semua modalitas terapi yang ada meskipun tidak tersedia di
fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Harus dijelaskan mengenai diagnosis,
sifat dan tujuan tindakan yang ditawarkan, keuntungan dan risiko setiap
tindakan (keluaran [treatment outcomes]
yang diharapkan [sebaiknya dengan persentase keberhasilan], dan komplikasi yang
mungkin terjadi baik jangka panjang maupun jangka pendek), alternatif lainnya
(observasi, medikamentosa, non-invasif, minimal invasif dan operasi terbuka)
beserta keuntungan dan risiko masing-masing. Selain itu juga harus dijelaskan
keuntungan dan risiko bila pasien tidak menerima tindakan medik. Sebaliknya
pasien juga perlu mendapat kesempatan untuk bertanya agar lebih mengerti lagi
mengenai sifat dari tindakan medik yang ditawarkan sehingga dapat memutuskan
untuk menerima atau menolak tindakan medik yang ditawarkan.(2;3)
Kepustakaan
(1) Rahardjo
D, Hamid R. Perkembangan penatalaksanaan batu ginjal di RSCM tahun 1997-2002. J
I Bedah Indones 2004; 32(2):58-63.
(2) American
Medical Association. Informed consent. http://www.ama-assn.org/ama/pub/category/4608.html
. 7-3-2005.
Ref Type: Electronic Citation
Ref Type: Electronic Citation
(3) Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116. 6-10-2004.
Ref Type: Bill/Resolution
Ref Type: Bill/Resolution
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pasien dengan BSK
mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang
ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin, anuria. Keluhan
ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal ginjal.
PEMERIKSAAN
FISIK
Pemeriksaan fisik pasien
dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit
berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan.
Pemeriksaan fisik umum :
hipertensi, febris, anemia, syok
Pemeriksan fisik khusus
urologi
- Sudut kosto
vertebra : nyeri tekan , nyeri ketok, pembesaran ginjal
- Supra
simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
- Genitalia
eksterna : teraba batu di uretra
- Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan
urin rutin untuk melihat eritrosituri, lekosituria, bakteriuria (nitrit), pH
urin dan kultur urin. Pemeriksaan darah berupa hemoglobin, lekosit, ureum dan
kreatinin.
PENCITRAAN
Diagnosis
klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat.
Pemeriksaan
rutin meliputi foto polos perut (KUB)
dengan pemeriksaan ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP)
atau spiral CT.1,2,3 Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada
pasien-pasien berikut :
- Dengan
alergi kontras media
- Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
- Dalam pengobatan metformin
- Dengan myelomatosis
Pemeriksaan khusus yang dapat
dilakukan meliputi :
- Retrograde
atau antegrade pyelography
- Scintigraphy
Daftar
Pustaka :
1. Mendelson
RM, Arnold-Reed DE, Kuan M, Wedderburn AW, Anderson JE, Sweetman G, et al.
Renal colic : a prospective evaluation of non-enhanced spiral CT versus
intravenous pyelography. Australasian Radiology 2003; 47: 22 - 8.
2. Homer
JA, Davies-Paine DL, Peddinti BS. Randomized prospecive comparison of
non-contrast enhanced helical computed tomography and intravenous urography in
the diagnosis of acute ureteric colic. Australasian Radiology 2001; 45: 285 -
90.
3. Grenwell
TJ, Woodhams S, Denton ERM, MacKenzie A, Rankin SC, Popert R. One year's
clinical experience with unenhanced spiral computed tomography for the
assessment of acute loin pain suggestive of renal colic. BJU Int 2000; 85 (6):
632 - 6.
No comments:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.