PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
Histerektomi
Histerektomi telah lama menjadi alat diagnostik utama
sekaligus pilihan terapi yang efektif untuk adenomiosis. Prosedurnya dapat
dilakukan per abdominal, per vaginam, dan laparoskopi tergantung pada ukuran
uterus, ada atau tidaknya patologi pelvis, serta pengalaman operator.
Histerektomi pervaginal lebih disukai daripada histerektomi
perabdominal karena memiliki morbiditas lebih rendah dan pemulihan yang lebih
cepat. Pada kasus adenomiosis penyulit yang sering menyertai adalah adanya
perlengketan. Laparoscopic-assisted vaginal hysterectomy (LAVH) merupakan suatu
prosedur yang dapat membantu membebaskan perlengketan tersebut.
Histerektomi subtotal harus dihindari pada kasus adenomiosis
karena meningkatnya angka rekurensi adenomiosis pada tumpul vagina atau septum
rektovagina.
Ablasi dan Eksisi Menggunakan Histeroskopi
Histeroskopi operatif dapat digunakan untuk mereseksi polip
adenomatous. Ablasi endometrial dapat digunakan dengan menggunakan teknik
rollerball resection atau global ablation. Pada pasien dengan adenomiosis
superfisial dengan penetrasi kurang dari 2 mm dilakukan prosedur ablasi dengan
hasil yang baik.
Laparoscopic Electrocoagulation
Prosedur laparoskopi dengan menggunakan jarum monopolar ke
dalam miometrium yang terlibat, kirakira dengan interval 1-2 cm tergantung
pada luasnya adenomiosis. Koagulasi dilakukan menggunakan arus SO-W ke
kedalaman 3-25 mm sehingga menyebabkan nekrosis clan penyusutan miometrium.
Kekurangan prosedur ini dibandingkan dengan pembedahan eksisi adalah
kemungkinan terjadinya konduksi elektrik clan destruksi jaringan abnormal
inkomplit clan tidak dapat diketahui pada saat operasi. Selain itu dapat pula
terjadi penurunan kekuatan miometrium yang telah dirusak dan digantikan oleh
jaringan parut yang memiliki tensile strength yang kurang. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur uteri pada kehamilan trimester awaf. Prosedur ini sudah
jarang digunakan.
Pembedahan Eksisi
Adenomiomektomi adalah eksisi surgikal jaringan miometrium
yang terkena adenomiosis pada pasien yang ingin mempertahankan uterusnya. Pembedahan
sitoreduktif ini dapat dilakukan melalui insisi mini laparotomi atau dengan
laparoskopi tergantung pada luas clan lokasi adenomiosis. Adenomioma yang
terlokalisir lebih memungkinkan dilakukan eksisi secara laparoskopi karena
bentuknya menyerupai mioma. Kesulitan akan timbul pada eksisi adenomiosis yang
difus, yaitu pembersihan jaringan miometrium yang berlebihan karena batas
adenomiosis clan miometrium normal tidak jelas.'4 Pendekatan lainnya adalah
penggunaan elektroda monopolar untuk mengambil jaringan yang terkena atau
menggunakan morselator untuk mengeluarkan miometrium yang terkena.
Kelemahan penggunaan laparoskopi pada "kasus seperti ini
adalah kesulitan dalam melakukan hemostasis dan pemeriksaan luasnya adenomiosis
tanpa melakukan palpasi uterus. Pembedahan terbuka masih merupakan pilihan pada
adenomiosis yang luas. Fujishita dkk'S (2004) melaporkan perkembangan baru
yaitu ditemukannya modifikasi pendekatan yang dinamakan teknik transverse H.
Teknik ini terdiri atas 1 insisi vertikal dan 2 insisi horizontal yang akan
memudahkan dalam mengambil jaringan adenomiotik dalam jumlah yang cukup.
Bagi mereka yang ingin mempertahankan fungsi reproduksinya,
manajemen bedah pada kasus yang berat terutama adenomiosis adalah sulit karena
seseorang harus mengeksisi secara difus termasuk jaringan dan mencegah
terjadinya ruptur uteri dalam hal kehamilan. Probabilitas ruptur uteri setelah
bedah radikal intervensi kemungkinan akan lebih tinggi daripada miomektomi,
yang menggarisbawahi pentingnya rekonstruksi secara tepat dari dinding rahim.
Prasyarat untuk operasi adenomiosis untuk tujuan mempertahankan fungsi
reproduksi adalah sebagai berikut :
·
Pertama, sangat ideal jika patensi tuba dapat
dipertahankan untuk memungkinkan mempertahankan kehamilan yang alami.
·
Kedua, rongga uterus harus selalu utuh untuk
menjamin implantasi.
·
Ketiga, dinding rahim harus direkonstruksi dengan
benar untuk mengaktifkannya dan untuk mempertahankan pertumbuhan janin berikut
konsepsi. Dengan kata lain, seseorang harus merekonstruksi dinding rahim yang
dapat menanggung penipisan yang terkait dengan perluasan rongga rahim akibat
perkembangan kehamilan. Dapat juga terjadi masalah karena terulangnya kondisi
tersebut.
Teknik terbaru ditemukan oleh Osada dkk'6 dengan melakukan
reseksi radikal jaringan adenomiomatous dengan metode triple-flap untuk
merekonstruksi dinding uterus. Seratus empat pasien yang memiliki adenomiosis
lebih dari 80% dinding anterior dan posterior, dengan ketebalan dinding lebih
dari 6 cm yang dibuktikan oleh MRI dan ultrasonografi. Setelah uterus dapat
diidentifikasi dan dikeluarkan dilakukan tourniquet pada supraservikal.
Penempatan tourniquet ini sangat penting bagi kesuksesan operasi ini. Setelah
rekonstruksi dengan triple-flap, tourniquet dapat dilepas Uterus yang membesar
disayat dengan skalpel dari permukaan serosa dari fundus, ke garis tengah dan
di sagital, semuanya menuju ke bawah hingga adenomiosis sampai ke kavum uteri.
Pada keadaan ini, seluruh bagian adenomiosis terlihat secara jelas.
No comments:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.