Pengertian Kinerja : Secara sederhana disebutkan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job perfomance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sungguhnya yang dicapai oleh seseorang), sedangkan yang dimaksud dengan kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan menurut Rao (1992:1) mengemukakan bahwa yang dimaksud kinerja adalah hasil sebuah mekanisme untuk memastikan bahwa orang-orang pada tiap tingkatan mengerjakan tugas-tugas menurut cara yang diinginkan oleh atasannya.
Dalam melaksanakan sebuah pekerjaan, seorang pegawai akan berusaha untuk melaksanakan pekerjaannya tersebut dengan sungguh-sungguh agar dapat memberikan hasil yang baik sesuai dengan kemampuan, pengalaman, kesungguhan serta waktu pengerjaan tugas yang dibebankan kepadanya. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Hasibuan (2001:94) yang menyatakan bahwa kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Selanjutnya Lester (1994:219) menjelaskan bahwa kinerja pegawai adalah hasil yang dicapai oleh seseorang dalam melakukan tugasnya dan perannya dalam organisasi.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian kinerja pegawai, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai adalah hasil kerja yang dicapai karyawan dalam melakukan tugas maupu peranannya dalam suatu organisasi.
Faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai
Dalam suatu organisasi, antara karyawan yang satu dengan karyawan yang lainnya mempunyai kinerja yang berbeda. Menurut Devis (1964 : 484), perbedaan ini disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor kemampuan (ability), dan faktor motivasi (motivation), dijelaskan bahwa kinerja yang dihasilkan antara karyawan tersebut berbeda karena adanya faktor-faktor individu yang berbeda seperti faktor kemampuan dan faktor motivasi yang ada pada diri karyawan.
1. Faktor kemampuan, diterangkan bahwa kemampuan (ability) pegawai/karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ), dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya, jika karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan mudah mencapai kinerja yang diharapkan.
2. Faktor motivasi, motivasi ini terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan, yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sedang sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal.
3. Faktor komunikasi, menurut Dwidjowijoto (2004 : 26) komunikasi adalah perekat dalam organisasi, menjadi penghubung mempererat rantai-rantai manajemen untuk pergerakkan organisasi dalam mencapai tujuannya serta meningkatkan kinerja.
Dari perbedaan yang disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisiknya. Seseorang yang memiliki kondisi yang baik, mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi, yang pada gilirannya tercermin pada kegairahan bekerja dengan tingkat kinerja yang tinggi dan sebaliknya. Disamping itu kinerja individu juga berhubungan dengan kemampuan yang harus dimiliki oleh individu agar ia berperan dalam lingkungan organisasi.
Pengukuran Kinerja
Adanya beberapa pendapat yang membahas tentang pengukuran kinerja akan dijadikan dasar untuk menentukan indikator dari variabel kinerja yang telah dipaparkan di atas. Dua syarat yang harus dipenuhi agar pengukuran kinerja berjalan efektif yaitu, adanya kriteria kinerja yang dapat diukur secara objektif dan adanya objektivitas dalam pengukuran.
Apabila seorang pegawai merasa dirugikan dalam penilaian kerja, dapat menuntut pihak yang menilai sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Menurut Gomes (2001 : 136), ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria kinerja yang dapat diukur secara obyektif yaitu:
1. Relevancy, menunjukkan tingkat kesesuaian antara criteria dengan tujuan-tujuan kinerja.
2. Reliability, menunjukkan tingkat mana kriteria menghasilkan hasil yang konsisten.
3. Discrimination, mengukur tingkat dimana suatu kriteria kinerja dapat memperlihatkan perbedaan-
perbedaan dalam tingkat kinerja.
Sedangkan dilihat dari titik acuan penilaiannya, terdapat tiga tipe kriteria pengukuran prestasi yang saling berbeda yakni :
- Pengukuran kinerja berdasarkan hasil, tipe kriteria prestasi ini merumuskan pekerjaaan berdasarkan pencapaian tujuan organisasi, atau pengukuran hasil akhir (end result).
- Pengukuran kinerja berdasarkan prilaku, tipe kriteria prestasi ini mengukur sarana pencapaian sasaran, dan bukannya hasil akhir. Jenis kriteria ini biasanya dikenal dengan BARS (Behaviorally Anchored Rating Scales), dibuat dari “critical incidents” yang terkait dengan berbagai dimensi kinerja.
- Pengukuran kinerja berdasarkan “judgement”. Merupakan tipe kriteria kinerja yang mengukur prestasi berdasarkan deskripsi prilaku tertentu (spesific) yaitu jumlah yang dilakukan (quantity of work), luasnya pengetahuan tentang pekerjaan (job knowledge), kesediaan (cooperation), kepribadian, kepemimpinan (personel qualities).
Bernadin dan Russel (2000 : 213), mengajukan enam kriteria primer yang digunakan untuk mengukur kinerja :
- Quality, merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
- Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan, misalkan jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus, kegiatan yang diselesaikan.
- Timeliness, adalah tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan kordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain.
- Cost effectiviness, adalah tingkat sejauh mana penggunaan daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi, material) dimaksimalkan utnuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumberdaya.
- Need for supervisor, merupakan tingkat sejauh mana seorang pejabat dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.
- Interpersonal impact, merupakan tingkat sejauh mana karyawan/pekerja memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama di antara rekan kerja dan bawahan.
Dari berbagai kriteria di atas, dapat dipahami bahwa dimensi kerja mencakup semua unsur yang akan dievaluasi dalam pekerjaan masing-masing pegawai/karyawan dalam suatu organisasi. Dimensi ini mencakup berbagai kriteria yang sesuai untuk digunakan dalam mengukur hasil yang telah diselesaikan.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.