Ryan & Deci (2001) mengemukakan dua perspektif mengenai kesejahteraan psikologis, yang pertama pendekatan hedonic, yang mendefenisikan well being sebagai kesenangan atau kebahagian dan pendekatan eudaimonic, yang berfokus pada realisasi diri, ekspresi personal dan tingkat dimana individu mampu mengaktualisasikan kemampuannya.
Perspektif hedonic ini memandang bahwa tujuan hidup yang paling utama adalah kebahagian. Pandangan dominan diantara ahli psikologi yang beraliran hedonic adalah kesejahteraan tersusun atas kebahagian subjektif dan berfokus pada pengalaman yang mendatangkan kenikmatan. Diener dan Lucas (2000) mengembangkan model pengukuran untuk mengevaluasi rangkaian kenikmatan ataupun rasa sakit. Model pada pengukuran ini disebut sebagai subjective well-being. konsep subjective well-being berasal dari konsep wellbeing dari perspektif hedonic. Subjective well-being terdiri dari tiga aspek yaitu kepuasan hidup, adanya afek positif dan tidak adanya afek negatif.
Ketiga aspek ini seringkali disimpulkan sebagai konsep kebahagiaan.
Perspektif eudaimonic ini merumuskan bahwa kesejahteraan psikologis dalam konsep aktualisasi potensi manusia dalam menghadapi tantangan hidup (Keyes, Shmotkin & Ryff, 2002). Waterman (1993) mengatakan bahwa eudaimonic terdiri dari pemenuhan atau menyadari siapa dirinya sebenarnya.
Berdasarkan persepktif eudaimonic, laporan subjective seseorang mengenai perasaan kebahagiaan, keberadaan efek efek yang positif dan kepuasan hidup yang dirasakan pada saat kini atau pada waktu yang spesifik tidak berarti bahwa orang tersebut baik secara psikologis ataupun baik secara sosial (Ryan& Deci, 2001).
Waterman (1993) mengemukakan bahwa konsep kesejahteraan psikologis eudemonic berfokus pada bagaimana manusia hidup dalam true self (diri mereka yang sebenarnya). Ia juga menjelaskan bahwa eudaimonic akan muncul apabila aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh seseorang berjalan dengan nilai nilai yang dimilikinya dan orang tersebut secara penuh terlibat di dalamnya.
Akitivitas akitivitas hedonic yang dilakukan dengan mengejar kenikmatan dan menghindari kesakitan menghasilkan kesejahteraan yang bersifat sementara yang semakin lama akan semakin memudar sensasinya
seiring berjalannya waktu. Sedangkan aktivitas akitivitas eudaimonic lebih dapat mempertahankan dalam waktu yang relative lama dan konsisten (Steger,Kashdan & Oishi, 2009). Seseorang akan merasakan kebahagian dan kepuasan hidup yang lebih lama ketika individu mengalami pengalaman membina hubungan yang baik dengan orang lain dan merasa menjadi bagian dari kelompok tertentu, dapat menerima dirinya sendiri dan memiliki tujuan hidup (Steger, Kashdan & Oishi, 2009). Pandangan eudaimonic mengenai kesejahteran ini kemudian menjadi dasar munculnya kesejahteraan psikologis.
Ryff dan Keyes (1995) membedakan antara kesejahteraan psikologis dan subjective psychological well-being. Kesejahteraan psikologis merepresentasikan perspektif eudaimonic, sedangkan subjective psychological well-being merepresentasikan perspektif hedonism (Ryan & Deci, 2001).
Kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang multidimensional yang terdiri dari enam dimensi yang menggambarkan aktualisasi diri manusa yaitu penerimaan diri, otonomi, pertumbuhan pribadi, lingkungan, tujuam hidup, penguasaaan lingkungan dan hubungan yang positif dengan orang lain (Ryan & Deci, 2001).
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.