Monday, April 15, 2013

Pengertian Makna Sosial

Makna Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang dapat bergaul dengan dirinya sendiri, dan orang lain menafsirkan makna-makna obyek-obyek di alam kesadarannya dan memutuskannya bagaimana ia bertindak secara berarti sesuai dengan penafsiran itu. Bahkan seseorang melakukan sesuatu karena peran sosialnya atau karena kelas sosialnya atau karena sejarah hidupnya. Tingkah laku manusia memiliki aspek-aspek pokok penting sebagai berikut :
(1) Manusia selalu bertindak sesuai dengan makna barang-barang (semua yang ditemui dan dialami, semua unsur kehidupan di dunia ini);
(2) Makna dari suatu barang itu selalu timbul dari hasil interaksi di antara orang seorang;
(3) Manusia selalu menafsirkan makna barang-barang tersebut sebelum dia bisa bertindak sesuai dengan makna barang-barang tersebut. Atas dasar aspek-aspek pokok tersebut di atas, interaksi manusia bukan hasil sebab-sebab dari luar. Hubungan interaksi manusia memberikan bentuk pada tingkah laku dalam kehidupannya sehari-hari, bergaul saling mempengaruhi. Mempertimbangkan tindakan orang lain perlu sekali, bila mau membentuk tindakan sendiri.
Menurut Blumer dalam premisnya menyebutkan bahwa manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain dan disempurnakan pada saat proses interaksi sosial berlangsung.
Makna dari sesuatu berasal  dari cara-cara orang atau aktor bertindak terhadap sesuatu dengan memilih, memeriksa, berpikir, mengelompokkan dan mentransformasikan situasi di mana dia ditempatkan dan arah tindakannya.

Perubahan Sosial
Setiap masyarakat pasti mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Perubahan itu bisa dalam arti sempit , luas, cepat atau lambat. Perubahan dalam masyarakat pada prinsipnya merupakan proses terus-menerus untuk menuju masyarakat maju atau berkembang, pada perubahan sosial maupun perubahan kebudayaan.
Menurut Moore dalam karya Lauer, perubahan sosial didefinisikan sebagai perubahan penting dalam struktur sosial . Yang dimaksud  struktur sosial adalah pola-pola perilaku dan interaksi sosial. Perubahan sosial mencakup seluruh aspek kehidupan sosial, karena seluruh aspek kehidupan sosial itu terus menerus berubah, hanya tingkat perubahannya yang berbeda.
Himes dan More mengemukakan  tiga dimensi perubahan sosial :
(1) Dimensi structural dari perubahan sosial mengacu kepada perubahan dalam bentuk struktur masyarakat menyangkut perubahan peran, munculnya peranan baru, perubahan dalam struktur kelas sosial dan perubahan dalam lembaga sosial;
(2) Perubahan sosial dalam dimensi cultural mengacu kepada perubahan kebudayaan dalam masyarakat seperti adanya penemuan dalam berpikir (ilmu pengetahuan), pembaharuan hasil teknologi, kontak dengan kebudayaan lain yang menyebabkan terjadinya difusi dan peminjaman kebudayaan;
(3) Perubahan sosial dalam dimensi interaksional mengacu kepada perubahan hubungan sosial dalam masyarakat yang berkenaan dengan perubahan dalam frekuensi, jarak sosial, saluran, aturan-aturan atau pola-pola dan bentuk hubungan.

Konsep Nilai
Batasan nilai bisa mengacu pada berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, daya tarik, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya (Pepper, dalam Sulaeman, 1998). Rumusan di atas apabila diperluas meliputi seluruh perkem-bangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku yang sempit diperoleh dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu. Di bagian lain, Pepper mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sementara itu, Perry (dalam Sulaeman, 1998) mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu yang menarik bagi manusia sebagai subjek.
Ketiga rumusan nilai di atas, dapat diringkas menjadi segala sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat.
Seseorang dalam melakukan sesuatu terlebih dahulu mempertimbangkan nilai. Dengan kata lain, mempertimbangkan untuk melakukan pilihan tentang nilai baik dan buruk adalah suatu keabsahan. Jika seseorang tidak melakukan pilihannya tentang nilai, maka orang lain atau kekuatan luar akan menetapkan pilihan nilai nnluk dirinya.
Seseorang dalam melakukan pertimbangan nilai bisa bersifat subyektif dan bisa juga bersifat objektif. Pertimbangan nilai subjektif tcnlapat dalam alam pikiran manusia dan bergantung pada orang yang memberi pertimbangan itu. Sedangkan pertimbangan objektif beranggapan bahwa nilai-nilai itu terdapat tingkatan-tingkatan sampai pada tingkat tertinggi, yaitu pada nilai fundamental yang mencerminkan universalitas kondisi fisik, psikologi sosial, menyangkut keperluan setiap manusia di mana saja.
Dalam kajian filsafat, terdapat prinsip-prinsip untuk pemilihan nilai, yaitu sebagai berikut.
1. nilai instrinsik harus mendapat prioritas pertama daripada nilai ekstrinsik. Sesuatu yang berharga instrinsik, yaitu yang baik dari dalam dirinya sendiri dan bukan karena menghasilkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang berharga secara ekstrinsik, yaitu sesuatu yang bernilai baik karena sesuatu hal dari luar. Jika sesuatu itu merupakan sarana untuk mendapat sesuatu yang lain. Semua benda yang bisa digunakan untuk aktivitas mem-punyai nilai ekstrinsik.
2. nilai ini tidak harus terpisah. Suatu benda dapat bernilai instrinsik dan ekstrinsik. Contoh pengetahuan, mempunyai nilai instrinsik baik dari dirinya sendiri dan mempunyai nilai ekstrinsik apabila digunakan untuk kepentingan pembangunan baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun bidang-bidang yang lainnya.
3. nilai yang produktif secara permanen didahulukan daripada nilai yang produktif kurang permanen. Beberapa nilai, seperti nilai ekonomi akan habis dalam aktivitas kehidupan. Sedangkan nilai persahabatan akan bertambah jika dipergunakan untuk membagi nilai akal dan jiwa bersama orang lain. Oleh karena itu, nilai persahabatan harus didahulukan daripada nilai ekonomi.

H. Sistem Nilai
Sistem nilai adalah nilai inti (core value) dari masyarakat. Nilai inti ini diakui dan dijunjung tinggi oleh setiap manusia di dunia untuk berperilaku. Sistem nilai ini menunjukkan tata-tertib hubungan timbal balik yang ada di dalam masyarakat. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia (Koentjaraningrat, 1981). Sistem nilai budaya ini telah melekat dengan kuatnya dalam jiwa setiap anggota masyarakat sehingga sulit diganti atau diubah dalam waktu yang singkat. Sistem budaya ini menyangkut masalah-masalah pokok bagi kehidupan manusia.
Sistem nilai budaya ini berupa abstraksi yang tidak mungkin sama persis untuk setiap kelompok masyarakat. Mungkin saja nilai-nilai itu dapat berbeda atau bahkan bertentangan, hanya saja orien-tasi nilai budayanya akan bersifat universal, sebagaimana Kluckhohn (1950) sebutkan.
Menurut Kluckhohn, sistem nilai budaya dalam masyarakat di mana pun di dunia ini, secara universal menyangkut lima masalah pokok kehidupan manusia, yaitu:
4. Hakikat hidup manusia. Hakikat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara ekstrim. Ada yang berusaha untuk memadamkam hidup (nirvana = meniup habis). Ada pula yang dengan pola-pola kelakuan tertentu menganggap hidup sebagai sesuatu hal yang baik (mengisi hidup).
5. Hakikat karya manusia. Setiap manusia pada hakikatnya berbeda-beda, di antaranya ada yang beranggapan bahwa karya bertujuan untuk hidup, karya memberikan kedudukan atau kehormatan, karya merupakan gerak hidup untuk menambah karya lagi.
6. Hakikat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda. Ada yang berpandangan mementingkan orientasi masa lampau, ada pula yang berpandangan untuk masa kini atau yang akan datang.
7. Hakikat alam manusia. Ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam atau memanfaatkan alam semaksimal mungkin, ada pula kebudayaan yang beranggapan bahwa manusia harus harmonis dengan alam dan manusia harus menyerah kepada alam.
8. Hakikat hubungan manusia. Dalam hal ini ada yang memen­tingkan hubungan manusia dengan manusia, baik secara horisontal maupun secara vertikal kepada tokoh-tokoh. Ada pula yang berpandangan individualist’s (menilai tinggi kekuatan sendiri).
Berdasarkan hasil suatu penelitian, ada tiga pandangan dasar tentang makna hidup, yaitu:
(1) hidup untuk bekerja,
(2) hidup untuk beramal, berbakti, dan
(3) hidup untuk bersenang-senang.
Sedangkan makna kerja, yaitu:
(1) untuk mencari nafkah,
(2) untuk memper-tahankan hidup,
(3) untuk kehormatan,
(4) untuk kepuasan dan kesenangan, dan
(5) untuk amal ibadah.

 Perubahan Kebudayaan
Masyarakat dan kebudayaan di mana pun selalu dalam keadaan berubah, ada dua sebab perubahan
1. Sebab yang berasal dari masyarakat dan lingkungannya  sendiri,misalnya perubahan jumlah dan komposisi
2. sebab perubahan lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup. Masyarakat yang hidupnya terbuka, yang berada dalam jalur-jalur hubungan dengan masyarakat dan kebudayaan lain, cenderung untuk berubah secara lebih cepat.
3. adanya difusi kebudayaan, penemuan-penemuan baru, khususnya teknologi dan inovasi.
Dalam masyarakat maju, perubahan kebudayaan biasanya terjadi melalui penemuan (discovery) dalam bentuk ciptaan baru (inovatiori) dan melalui proses difusi. Discovery merupakan jenis penemuan baru yang mengubah persepsi mengenai hakikat suatu gejala mengenai hubungan dua gejala atau lebih. Invention adalah suatu penciptaan bentuk baru yang berupa benda (pengetahuan) yang dilakukan melalui penciptaan dan didasarkan atas pengkom-binasian pengetahuan-pengetahuan yang sudah ada mengenai benda dan gejala yang dimaksud.
Ada empat bentuk peristiwa perubahan kebudayaan. Pertama, cultural lag, yaitu perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudayaan suatu masyarakat. Dengan kata lain, cultural lag dapat diartikan sebagai bentuk ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum sampai masyarakat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut.
Kedua, cultural survival, yaitu suatu konsep untuk meng-gambarkan suatu praktik yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen, yang tetap hidup, dan berlaku semata-mata hanya di atas landasan adat-istiadat semata-mata. Jadi, cultural survival adalah pengertian adanya suatu cara tradisional yang tak mengalami peru­bahan sejak dahulu hingga sekarang.
Ketiga, pertentangan kebudayaan (cultural conflict), yaitu proses pertentangan antara budaya yang satu dengan budaya yang lain.
Konflik budaya terjadi akibat terjadinya perbedaan kepercayaan atau keyakinan antara anggota kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
Keempat, guncangan kebudayaan (cultural shock), yaitu proses guncangan kebudayaan sebagai akibat terjadinya perpindahan secara tiba-tiba dari satu kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Ada empat tahap yang membentuk siklus cultural shock, yaitu: (1) tahap inkubasi, yaitu tahap pengenalan terhadap budaya baru, (2) tahap kritis, ditandai dengan suatu perasaan dendam; pada saat ini terjadi korban cultural shock, (3) tahap kesembuhan, yaitu proses melampaui tahap kedua, hidup dengan damai, dan (4) tahap penyesuaian diri; pada saat ini orang sudah membanggakan sesuatu yang dilihat dan dirasakan dalam kondisi yang baru itu; sementara itu rasa cemas dalam dirinya sudah berlalu.
Share :

1 komentar:

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com