Poligami belakangan ini menjadi permasalahan yang krusial, oleh karena masalah poligami terus menjadi kontroversi ditengah masyarakat. Meskipun dalam agama islam poligami dibenarkan, akan tetapi tetap saja sebagian besar masyarakat kurang dapat menerimanya. Terlebih-lebih bagi seorang isteri, poligami menjadi momok yang menakutkan, sehingga jika seorang suami ingin melakukan perkawinan poligami jelas pertama kali ia haru bertentangan dengan keinginan isterinya untuk tidak dimadu (berpoligami).
"Untuk memahami prihal poligami, terlebih dahulu
dibahas tentang pengertian poligami yang dalam Ensiklopedi Islam poligami (Ar, : Toadduct azzzauzat =
berbilangnya isteri)”
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, poly atau polous yang berarti banyak gamein
atau gamos yang berarti kawin atau
perkawian, jadi poligami berarti suatu perkawinan banyak atau perkawinan yang
lebih dari seorang.
Sedangkan Kyai Wahid Wahab berpendapat bahwa : “Poligami
adalah pengambilan seorang suami lebih dari seorang isteri. Hukum Islam pada dasarnya menganut azas poligami. Hal ini dapat dilihat dalam
Firman Allah dalam Surat An-Nisa, ayat (3) yang artinya "Dan jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi "dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. Yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya".
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an dinyatakan : "Dalam hal perempuan dua, tiga, atau
empat, jika kamu sekalian khawatir tidak bisa berbuat adil maka cukup satu,
atau pada budak kamu sekalian, demikian itu lebih baik untuk tidak menyimpang
Kemudian apa yang tersirat dari makna firman Allah SWT
yang disebutkan di atas dijadikan dasar pengaturan berpoligami yang diatur
dalam Kompilasi Hukum Islam, yakni Pasal 55 yang menyatakan :
- Beristeri lebih dari
satu orang pada waktu yang berlainan pada waktu yang sama terbatas sampai
empat orang.
- Syarat ulama
beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap
isteri-isteri dan anak-anaknya.
- Apabila syarat utama
yang disebut dalam ayat 2 tidak mungkin terpenuhi oleh suami, dilarang
beristeri lebih dari seorang.
Poligami Menurut Hukum Yang Berlaku
Di
Indonesia masalah poligami diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan. Peraturan Pemerintah RI. No .9 Tahun 1975 tentang Aturan
Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Bagi Pegawai Negeri Sipil aturanya
dibedakan yakni melalui Peraturan Pemerintah No.10 1983 Tentang Izin Perkawinan
dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Adapun sebagai hukum materil bagi
orang islam, terdapat ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam.
Poligami pada hakekatnya merupakan salah satu upaya
untuk membimbing wanita dalam mengentaskan suasana kegelisahan, kehinaan keterlantaran
hidup karena belum melaksanakan perkawinan, padahal perkawinan itu sendiri
merupakan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, juga merupakan kodrat dan iradat
manusia yang hidup berpasang-pasangan.
Dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Perkawinan juga
menunjukkan bahwa kedudukan isteri (wanita) seimbang dengan kedudukan suami,
artinya dalam hak kebendaan isteri dapat bertindak sendiri melakukan tindakan
hukum atau menerima hak kebendaan atas suatu benda tanpa harus meminta izin
dari suami.
Berkaitan dengan kedudukan isteri dan suami; Retno
Wulan Sutantrio berpendapat bahwa: "Kedudukan seimbang dengan turut
sertanya isteri dalam menanggung beban hutang suami yang telah terjadi selain
dalam perkawinan”
Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 90 Undang-undang
Perkawinan yang menyatakan bahwa: "isteri bertanggung jawab menjaga harta
bersama maupun harta suami yang ada padanya" isi Pasal ini mengandung
makna bahwa :
- Isteri berbakti
kepada suami secara lahir dan bathin di dalam batas-batas yang dibenarkan
oleh Agama Islam.
- Isteri mengatur
keperluan rumah tangga dengan sebaik-baiknya
- Menjaga harta dan
memelihara diri.
Cita-cita yang indah dalam perkawinan yaitu menuju
kehidupan berkeluarga yang mulia, dianugrahi kesucian dan kebahagiaan serta
kemuliaan tersebut ternyata sulit dicapai bila kedudukan wanita sebagai isteri
kedua, ketiga dan keempat kurang terjamin, oleh karenanya poligami ini biasanya
tidak dapat terjadi bila seorang wanita tidak menghendaki menjadi isteri kedua,
ketiga atau ke empat.
Untuk menjamin kedudukan isteri kedua, ketiga atau
keempat dalam pandangan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan
menentukan bahwa kedudukan isteri adalah seimbang dengan kedudukan suami
sebagaimana dalam hukum maupun dalam masyarakat.
Undang-undang tidak mengatur atau membedakan tentang
Hak dan kewajiban antara isteri pertama dan isteri selanjutnya, namun
undang-undang hanya mengisyaratkan membolehkan seorang suami beristeri lebih
dari satu dengan syarat-syarat yang berkaitan dengan alasan-alasan dalam
berpoligami.
Artinya tidak ada undang-undang yang mengatur bahwa
isteri pertama lebih berkuasa atau berhak dari isteri selanjut nya. Dalam hal
harta perkawinan, bagi seorang yang melakukan poligami, harta bawaan
masing-masing isteri harus dipisahkan dari pencampuran harta suami isteri hal
ini sebagaimana di maksud dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam yang menyebut kan bahwa:
- Harta bersama dari
perkawinan seorang yang mempunyai lebih dari seorang, isteri, masing-masing
harta terpisah dan berdiri sendiri.
- Pemilikan harta
bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari
dari seorang sebagaimana isteri dalam ayat 1 dihitung mulai pada saat
berlangsung akad perkawinan yang kedua, ketiga dan keempat.
Sebaliknya kedudukan isteri kedua dan selanjutnya tidak boleh mengurangi hak-hak dari isteri yang pertama, mereka masing-masing tidak boleh bertindak sewenang-wenang satu sama lain karena kedudukan mereka satu sama lain dalam haknya mempunyai kekuatan dan ketentuan yang sama.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.