Antipiretik
Antipiretik
adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Pada keadaan
normal obat ini tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap efek ini.
Antipiretika bekerja mempengaruhi pusat pengatur panas sehingga pembentukan
panas yang tinggi akan dihambat dengan cara memperbesar pengeluaran panas yaitu
dengan menambah aliran darah perifer dan memperbanyak pengeluaran keringat.
Antipiretik biasanya digolongkan ke dalam obat analgetik-antipiretika.
Obat-obat ini merupakan suatu kelompok heterogen bahkan beberapa obat sangat
berbeda secara kimia namun mamiliki persamaan efek terapi dan efek samping yaitu
berdasarkan atas penghambatan biosintesis prostaglandin (Ganiswara,1995).
Obat-obat analgetika-antipiretika dapat
dikelompokkan atas :
Analgetik Narkotik (Golongan Opiod)
Menurut sumbernya analgetik opiod dibedakan atas :
a.
Golongan morfin dan alkaloid alami, misalnya ; morfin,
kodein, tebain dan papaverin.
b. Golongan semisintetik, misalnya ; heroin,
dihidromorfin dan metil dihidromorfin.
c.
Golongan sintetik, golongan ini terbagi
dua :
i.
Turunan
fenilheptil amin, misalnya : metadon dan propoksifen.
ii.
Turunan
fenilpiperidin, misalnya : meferidin, pentanil dan
difenoksilat.
d.
Golongan antagonis, misalnya : naloksan dan
nalorfin.
Analgetik Non Narkotik (Golongan Non
Opiod)
Terbagi atas beberapa golongan yaitu :
a. Turunan asam salisilat misalnya : aspirin,
salisilamid, dan diflunisal.
b. Turunan para-aminofenol, misalnya :
parasetamol.
c. Turunan indol asam asetat, misalnya
: indometasin, sulindak dan etodolak.
d.
Turunan asam heteroanyl asetat, misalnya : tolmetin,
diklofenak dan ketorolak.
e.
Turunan asam arylpropionat, misalnya : ibuprofen,
naproxen, flubioprofen, ketoprofen.
f. Turunan asam antranilat, misalnya : asam
mefenamat, asam meklofenamat.
g. Turunan asam enolat, misalnya : oksikam-oksikam
( pirosikam dan retoksikam).
h. Alkanon, misalnya : nabumeton ( Goodman
dan Gilman, 2007).
Uraian Obat Yang Digunakan
Vaksin DPT
Vaksin merupakan sediaan yang mengandung antigen
dapat berupa kuman mati, kuman inaktif atau kuman hidup yang dilumpuhkan virulensinya tanpa
merusak potensi antigennya yang dimaksudkan untuk digunakan menimbulkan
kekebalan aktif dan khuisus terdapat infeksi kuman atau toksinnya.
Vaksin dibuat dari bakteri, riketsia, virus atau
toksin dengan cara yang berbeda-beda sesuai jenisnya, tetapi identitasnya tetap
dan bebas cemaran jazad asing.Semua vaksin steril harus memenuhi Uji Sterilitas
sesuai Uji Keamanan Hayati. Kecuali dinyatakan lain Vaksin Cair pada suhu 20
hingga 100 dan dihindari dari
pembekuan, sedang Vaksin Kering disimpan pada suhu tidak lebih dari 200,
terlindung dari cahaya.
Pada etiket harus tertera :
1.
Banyaknya jumlah ml dalam wadah untuk vaksin cair.
2.
Dosis.
3.
Daluwarsa.
Vaksin campur
adalah campuran dua vaksin tunggal atau lebih, merupakan cairan jenuh atau
suspensi dengan berbagai tingkat opelesannya, umumnya putih dalam cairan tidak
berwarna atau agak berwarna.
Salah satu
sediaan vaksin yang terdapat dalam Farmakope Indonesia ed.III adalah :
Vaccinum
Diphtheriae Pertusis et Tetani adsorbatum (Vaksin DPT jerap) adalah campuran
toksoida formol difteri, toksoid formol tetanus dan suspensi kuman mati
Bordetella pertusis terjerap pada zat jerap umumnya aluminium hidroksida atau
aluminium fosfat, dengan kemurnian tidak kurang dari 1000 Lf per mg nitrogen
protein. Khasiat dan penggunaan sebagai imunisasi aktif (Depkes RI, 1979).
Parasetamol
Sinonim : Acetaminophen, N-acetyl-p-aminophenol,
tabalgin, tempra.
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Titik leleh : 169-170,5ÂșC
|
|
Struktur Kimia Parasetamol
Pemerian : Hablur
atau serbuk hablur putih, tidak berbau dan pahit.
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, 7 bagian etanol,
13 bagian aseton,
9 bagian propilenglikol
dan 40 bagian gliserol.
Parasetamol (asetaminofen) adalah metabolit aktif phenasetin
yang bertanggung jawab atas efek analgetik. Obat ini bekerja menghambat
prostaglandin lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti
inflamasi yang signifikan. Parasetamol bekerja menghambat enzim
siklooksigenase-1 pada biosintesa prostaglandin. Parasetamol yang diberikan per
oral, absorbsinya tergantung pada kecepatan pengosongan lambung, dan kadar
puncak dalam darah biasanya dicapai dalam waktu 30-60 menit. Parasetamol
sedikit terikat dengan protein plasma dan sebagian di metabolisme oleh enzim
mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukoronida, yang
secara farmakologi tidak aktif. Waktu-paruh parasetamol adalah 2-3 jam dan
relatif tidak terpengaruh oleh fungsi ginjal. Dengan kuantitas toksik atau
penyakit hati, waktu-paruhnya dapat meningkat dua kali lipat atau lebih
(Katzung, 1998).
Parasetamol saat ini
sangat banyak digunakan di Indonesia sebagai analgetika-antipiretika baik dalam
bentuk tunggal maupun kombinasi. Dosis parasetamol dalam sediaan tunggal
500-1000 mg, 3-4 kali sehari. Pemakaian
utama sebagai antipiretik atau penurun panas. Efek antipiretik
ditimbulkan oleh gugus amino benzena dan mekanismenya juga secara sentral pada
hipotalamus dengan menghambat sintesis prostaglandin (Ganiswara, 1995).
Pada dosis terapi,
parasetamol kadang-kadang meningkatkan enzim hati tanpa ikterus, keadaan ini
reversibel bila obat dihentikan. Pada dosis lebih besar dapat mengakibatkan
pusing, mudah tersinggung dan disorientasi. Pemakaian 15 g parasetamol bisa
berakibat fatal, kematian disebabkan hepatotoksisitas yang berat dengan
nekrosis lobulus sentral, kadang-kadang berhubungan dengan nekrosis tubulus
ginjal akut (Katzung, 1998)
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.