A. Lingkungan
sosial baik, kesehatan lansia juga baik
Informan pertama berinisial N3 berumur 65
tahun memiliki ciri penuaan diantaranya terlihat dari kulit keriput, kondisi
fisik serta daya ingat yang makin lemah, dan lain sebagainya.[1]
Aspek perilaku yang berhubungan dengan relasi maupun partisipasi sosialnya
mengkondisikan N3 masih memiliki ikatan dari lingkungan sosialnya. Beberapa kegiaan yaitu hingga saat ini N3 masih aktif mengikuti berbagai macam kegiatan seperti pengajian, arisan,
senam lansia yang baru-baru ini di adakan di sekitar rumahnya. Sewaktu muda, N3
aktif melakukan berbagai macam kegiatan
yang dapat menantang adrenalinnya, seperti beremain ke Dufan. N3 selalu meluangkan waktunya dua kali seminggu
untuk dapat mengikuti senam lansia. Untuk tetap menjaga kesehatannya, N3 berusaha makan sayuran dan lauk dan menghindari
makan makanan yang mengandung vetsin.
Saat ini N3
tinggal bersama suaminya dan masih sering berkumpul bersama cucu dan keluarga
sehingga dapat dikatakan tidak pernah merasa bosan menjalani hari tuanya saat
ini. N3 juga tidak pernah merasa
lelah atau sendirian karena selalu ditemani cucu perempuannya yang tinggal
tidak jauh dari rumahnya yang hampir setiap hari bermain ke rumah N3. Menurut informan, kondisi rumah miliknya telah
termasuk rumah sehat karena air selalu lancar (PAM), masalah sampah tidak
menjadi masalah karena setiap harinya ada petugas pengangkut sampah sehingga
menurutnya hal itu pula yang membuatnya jarang sakit. Kegiatan yang khusus
untuk lansia di sekitar rumah adalah senam lansia yang biasanya juga terdapat
perlombaan senam lansia.
Akses terhadap layanan kesehatan informan ini
cukup baik, tergambar dari adanya RS di sekitar tempat tinggal informan. Dulu
pernah ada organisasi pemerintahan/LSM didaerah tempat tinggal yang mengadakan
kegiatan-kegiatan seperti sosialiasi kesehatan orang tua, pengecekan kesehatan
lansia secara rutin, jaminan kesehatan, berobat gratis. Selain itu juga ada
kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah tingkat desa/RT
ditempat tinggal, misalnya terdapat pelayanan kesehatan gratis yang dilakukan
oleh RT dengan syarat administrasi yang telah ditentukan (syarat golongan
keluarga miskin). Untuk besar pendapatan yang dialokasikan/dihabiskan untuk
pelayanan kesehatan tidak diketahui secara pasti karena semua yang mengurusi
adalah anak- anaknya.
Bertolak dari kondisi tersebut maka N3
diktegorikan sebagai lansia dimana ciri-ciri penuaan terlihat secara jelas
dalam aspek fisik maupun psikis. N3 dari sisi relasi sosial, partisipasi
sosial, dan akses pelayanan kesehatan diidentifikasi mengalami disengagement secara tidak sempurna. Terbukti
dengan kondisi kesehatan informan ini yang walaupun mengalami sakit serius
yaitu kanker namun masih baik kondisi psikologisnya karena relasi dan
partisipasi sosialnya yang masih baik.
Informan kedua yang
masuk kategori ini berinisial K2, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 60
tahun. Informan telah memiliki ciri-ciri penuaan fisik dapat dilihat dari
beberapa hal seperti kulit keriput dan kasar, gerak tubuh melemah, daya ingat
serta kemampuan menghapal melemah. Relasi sosial informan masih tinggi, dilihat
dari hubungannya dengan keluarganya yang masih erat serta dengan tetangga
sekitar cukup sering untuk berkumpul. Bahkan informan masih sering berkumpul
dengan rekan-rekannya sesama lansia di toko jahitnya untuk sekedar bercengkrama
dan saling berbagi cerita. Lingkungan sosialnya cukup baik karena mudah
untuk mengakses layanan kesehatan,
dilihat dari daerah tempat tinggalnya
banyak terdapat tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas,
klinik, dan praktek dokter. Menurut informan para lansia di daerahnya
memperoleh layanan pengecekan kesehatan gratis dari Pemerintah Depok setiap dua
bulan sekali. Namun partisipasinya terhadap akses layanan kesehatan masih
rendah, dalam satu tahun saja informan mengaku kalau hanya sekali pergi ke
dokter untuk memeriksakan kesehatannya, itupun jika ia sedang sakit. Apabila ia
sedang terkena penyakit ringan seperti demam, batuk, atau pilek hanya diatasi
dengan mengkonsumsi obat-obatan yang biasa dibeli di warung.
Saat masih berusia kurang dari
40 tahun informan aktif dalam kegiatan organisasi, salah satunya adalah menjadi
anggota partai politik Golkar. Selain itu juga sempat menjadi ketua RT di
daerah tempat tinggalnya. Namun saat ini karena sudah merasa tua dan tidak memiliki
kebugaran fisik seperti saat muda, informan tidak ikut berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan sekitarnya. Ia lebih memilih melanjutkan
pekerjaannya sebagai penjahit, disamping untuk memenuhi kebutuhan ekonomi istri
dan anak bungsunya juga untuk mengisi waktu luangnya. Secara psikis informan
masih memiliki harapan hidup cukup besar karena ia berharap dapat melihat
anak-anaknya sukses.
Kondisi kesehatan informan
dikategorikan tinggi karena beliau jarang mengalami sakit secara serius, sakit
yang dikeluhkannya adalah kemampuan matanya yang makin melemah. Dengan kondisi
informan K2 SDB saat ini dapat dilihat bahwa ia tidak terlalu terlepas dari
lingkungan sosialnya atau mengalami disengagement
tidak sempurna. Hal ini dapat dilihat
dari relasi sosialnya yang tinggi namun partisipasi sosialnya rendah, aspek
lingkungan sosial juga tinggi namun akses personalnya terhadap pelayanan
kesehatan masih rendah, serta aspek psikologi sedang, semua aspek tersebut pada
akhirnya telah memberikan pengaruh terhadap kondisi kesehatan informan karena
terbukti informan merasa belum memiliki penyakit serius dengan kata lain masih
merasa sehat dan bisa menjalani profesinya.
Informan ketiga
berinisial K3 berjenis kelamin laki-laki dan berusia 64 tahun. Informan ini
masih memiliki ciri fisik yang sehat dan bugar serta penuaan fisiknya hampir
tidak terlihat. Meskipun kulitnya sudah mulai mengeriput dan daya ingatnya
melemah, namun gerak tubuhnya tidak melemah bahkan masih mampu bermain
badminton secara rutin dua kali seminggu. Relasi sosial informan masih tinggi,
dapat dilihat dari rutinitasnya mengikuti olahraga bermain badminton setiap weekend bersama bapak-bapak di
lingkungan komplek tempat tinggal beliau. Selain itu informan masih menjalani
aktivitas sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Sedangkan
partisipasi sosial rendah karena informan tidak pernah mengikuti kegiatan
organisasi di daerah tempat tinggalnya. Lingkungan sosial informan baik karena
masih dekat dengan keluarganya, di rumahnya dihuni oleh istri, anak-anak, serta
cucunya sehingga ia tidak pernah merasa kesepian dan selalu terhibur dengan
kehadiran mereka. Akses pelayanan kesehatan secara personal juga tinggi karena
informan memiliki penghasilan yang cukup tinggi dan cukup untuk membiayai
kesehatan dan pengobatan dirinya apabila sakit.
Selain itu secara psikis informan juga masih memiliki harapan hidup yang
tinggi karena tidak terlalu merasa lelah dengan kondisi sirinya sebagai lansia
saat ini. Informan juga memiliki harapan di masa mendatang untuk melihat
anak-anaknya sukses.
Sesuai dengan penggambaran di
atas, penulis meyimpulkan bahwa informan ini mengalami disengagement tidak sempurna. Relasi sosial informan masih sangat
baik dilihat dari aktivitas dan interaksinya sehati-hari baik dengan keluarga
maupun teman-temannya. Akses pelayanan juga cukup maksimal namun hanya dari
sisi personal, karena lingkungan sosial tidak memberi pelayanan kesehatan yang memadai.
Hanya aspek partisipasi yang tidak dimiliki informan ini karena memang di lingkungannya
tidak terdapat kegiatan/organisasi yang dikhususkan untuk lansia. Dilihat dari
masih adanya 2 aspek lingkungan sosial yang cukup baik yang dimiliki informan,
maka informan hanya mengalami disengagement
tidak sempurna terbukti pula dengan kondisi kesehatan lansia yang masih
sangat baik.
B. Lingkungan
sosial buruk, kesehatan lansia juga buruk
Informan pertama yang masuk dalam kategori ini adalah N1 yang berjenis
kelamin perempuan dan berusia 67 tahun. Informan telah mengalami proses penuaan
fisik yang signifikan dengan beberapa cirinya adalah kulit keriput dan kasar,
daya ingat melemah, dan sistem pencernaan yang memburuk. Saat masih berusia
kurang dari 40 tahun, informan aktif dalam beberapa kegiatan masyarakat seperti
PKK dan Majelis Pengajian Desa, namun karena alasan usia dan kesehatan, saat
ini informan sudah tidak lagi berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial
yang ada di lingkungan sekitarnya dan karena di sekitar tempat tinggal informan
juga tidak terdapat organisasi atau kegiatan yang ditujukan khusus bagi lansia.
Berjarak sekitar 20 meter dari rumah informan terdapat puskesmas namun menurut
pengakuan informan, tidak terdapat sosialisasi layanan kesehatan bagi lansia
dari pengurus daerah setempat maupun pihak-pihak lainnya seperti LSM. Informan
sendiri lebih memilih berobat ke dokter yang berjarak sekitar 5 km dari tempat
tinggalnya. Hal ini disebabkan penyakit-penyakit ‘tua‘ yang sudah cukup serius
dirasakannya, seperti darah tinggi, sering kali demam dan sesak napas. Setiap
bulannya, informan mengalokasikan dana sekitar 500-750 ribu untuk berobat dari
hasil sewa tanah garapan yang dimilikinya. Informan sendiri merasa sudah pasrah
dengan kehidupannya saat ini, beliau terkadang merasa lelah dengan kegiatan
sehari-hari karena sudah tidak memiliki kegiatan rutin dan hanya berharap
dirinya tidak merepotkan orang lain.
Dilihat dari relasi sosial, partisipasi sosial, dan akses
terhadap layanan kesehatan, informan ini telah mengalami proses disengagement tidak sempurna. Hal ini disebabkan relasi sosial
informan yang tinggal bersama kedua anak laki-laki dan satu orang cucunya walau
masih cukup baik namun informan merasa perhatian yang diberikan kurang begitu
maksimal. Buktinya informan lebih memilih anak perempuannya yang justru tidak
tinggal bersama dalam rumah itu untuk bertukar pikiran dan bercerita saat
informan memiliki masalah. Kondisi kesehatan informan walau memiliki penyakit
serius namun karena aspek layanan kesehetan terpenuhi dengan baik maka informan
ini dikategorikan mengalami disengagement
tidak sempurna.
Informan kedua adalah N2 yang berusia 68 tahun. Seperti informan N1,
informan ini juga telah memiliki ciri-ciri fisik signifikan sebagai orang yang
berusia lanjut. Untuk berjalan pun informan hanya bisa berjalan pelan-pelan
itupun dengan dipapah sehingga sudah tidak dapat lagi berjalan jauh. Relasi
sosial informan terbatas hanya dengan keluarga inti, dengan tetangga sekitar
sudah jarang berinteraksi karena keterbatasan yang dimiliki oleh informan.
Dengan keluarga inti pun informan sudah jarang bertukar pikiran, kalaupun ingin
menceritakan suatu masalah, informan lebih memilih bercerita pada cucunya
karena informan tinggal bersama suami, 5 orang anak, dan cucu-cucunya dalam
rumah yang dalam pandangan informan kecil dan tidak memiliki banyak ventilasi.
Di daerah sekitar tempat tinggal sebenarnya terdapat pengajian untuk ibu-ibu
termasuk yang sudah lanjut usia namun kembali karena alasan kondisi fisiknya
saat ini, informan tidak dapat berpartisipasi dalam pengajian tersebut, tidak
seperti saat informan masih sehat.
Di Kelurahan tempat informan tinggal terdapat puskesmas,
namun informan tidak pernah ke puskesmas karena menurutnya bukanlah tempat yang
tepat untuk mengobati penyakit yang ia derita. Mungkin bisa saja meminta
bantuan puskesmas, terutama dalam pembayaran pelayanan kesehatan, hanya
informan enggan karena khawatir prosesnya akan sulit dan berbelit-belit. Dengan
alasan biaya, informan juga tidak mau berobat ke rumah sakit sehingga saat ini
ia hanya minum obat/pil yang ia dapatkan di warung dan memijat kakiknya sendiri
sambil dioleskan dengan balsam. Informan pernah mencoba pengobatan alternatif
yaitu dari tukang pijat yang rutin dapang ke rumah informan setiap satu minggu
sekali namun belakangan tukang pijat itu tidak pernah datang lagi ke rumahnya,
informan tidak mengetahui apa alasannya.
Menurut informan, di daerahnya tidak ada layanan atau
informasi khusus mengenai lansia yang diberikan oleh pengurus setempat.
Informan pun sudah pasrah dengan kondisinya bahkan dalam wawancara dengan
penulis, informan berkali-kali mengatakan ‘tinggal menunggu waktu saja‘ (waktu
untuk dipanggil Tuhan). Dilihat dari relasi sosial, partisipasi sosial, dan
akses terhadap layanan kesehatan yang dimiliki oleh informan ini, sudah sangat
jelas informan mengalami proses disengagement
sempurna baik oleh keluarga inti dan lingkungan sosialnya sehingga kondisi
kesehatannya menjadi kurang baik. Relasi dan partisipasi sosial yang kurang
menyebabkan informan tidak memiliki jaringan untuk mendukung kesehatan informa.
Ditambah dengan akses pelayanan kesehatan dan kemampuan personal yang sangat
kurang, memperburuk pula kapasitas informan untuk mendapat akses pelayanan
kesehatan.
Informan
ketiga berinisial K1 yang
berusia 70 tahun adalah seorang lansia produktif karena masih berprofesi
sebagai tukang koran keliling di stasuin Depok Baru. Masih sama seperti kedua
informan sebelumnya, informan K1 AI ini juga telah memiliki ciri-ciri yang
signifikan dari lansia, terutama kulitnya yang keriput dan posturnya yang agak
bungkuk. Relasi sosial informan terutama terjalin dengan keluarga namun itupun
hanya saat malam hari dimana informan sudah pulang bekerja. Di sekitar tempat
tinggal informan tidak ada organisasi yang dikhususkan untuk lansia, sebenarnya
ada pengajian namun itu hanya untuk kaum perempuan. Para pengurus daerah
setempat pun dirasa tidak terlalu memperhatikan lansia karena tidak pernah ada
informasi atau pelayanan kesehatan untuk lansia. Namun, untuk urusan keamanan
di wilayah setempat meningkat karena Ketua RTnya saat ini adalah seorang
polisi. Informan sering kali merasa lelah karena pekerjaannya. Untuk
mengatasinya informan mengonsumsi ‘Revagan‘, sejenis obat untuk menjaga daya
tahan tubuh. Uang sejumlah 10-12 ribu -dari penghasilannya sekitar 30 ribu
perhari- informan alokasikan setiap 3 hari sekali untuk membeli obat termasuk
obat maag yang seringkali juga dikonsumsi informan karena informan juga
menderita maag akut.
Secara psikologis sendiri, walau
informan pernah merasa bosan dengan kehidupannya satat ini, informan mengaku
masih optimis dengan kehidupannya ke depan. Agar lebih terjamin kesehatannya,
informan mengaku sangat ingin mengikuti program asuransi kesehatan. Dengan
kondisi informan K1 AI ini, informan pada dasarnya sudah cukup terlepas dari
lingkungan sosialnya atau dengan kata lain mengalami disengagement tidak sempurna karena walaupun relasi sosial,
partisipasi sosial, dan akses layanan kesehatan informan terbatas namun
informan masih memiliki kegiatan rutin sehari-hari yang menghasilkan uang dan
secara psikologis juga cukup sehat karena informan ini memiliki sikap optimis
dalam menjalani kehidupan dan pada akhirnya mendukung kesehatan sosial informan
setidaknya secara psikologis.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.