A. Rahasia Bank
- Pasal 1 angka 16 UU No. 7 thn 1992 ttg Perbankan:
” Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dengan keuangan, dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib
dirahasiakan”.
- Pasal 1 angka 28 UU No. 10 thn 1998
” Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang
berhubungan dangan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.”
Ketentuan Rahasia Bank
- Ketentuan Rahasia Bank dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan diatur dlm Pasal 40 s.d Pasal 45.
- Menurut UU No. 10 tahun 1998, ketentuan rahasia bank mengalami perubahan dan penambahan. Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya kecuali dlm hal sebagaimana dimaksud dlm Pasal 41, 41A,42, 43, 44 dan 44A.
1. Tujuan
Penerapan
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan. Tanpa
adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya maka
kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik.
Ada
beberapa faktor yang sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank. Faktor-faktor
tersebut adalah:
a.
Integritas pengurus
b.
Pengetahuan dan Kemampuan pengurus baik
berupa pengetahuan kemampuan manajerial
maupun pengetahuan dan kemampuan teknis perbankan
c.
Kesehatan bank yang bersangkutan
d.
Kepatuhan bank terhadap kewajiban
rahasia bank.
Sebagaimana
dikemukakan di atas, salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan
masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan
pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Maksudnya adalah menyangkut "dapat
atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan
dananya pada bank tersebut untuk tidak mengungkapkan simpanan nasabah identitas
nasabah tersebut kepada pihak lain". Dengan kata lain, tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung
tinggi dan mematuhi dengan teguh "rahasia bank". Data nasabah yang berada di bank, baik data keuangan
maupun non keuangan, seringkali merupakan suatu data yang ingin diketahui oleh
pihak lain. Jumlah kekayaan yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu
merupakan sesuatu yang perlu dirahasiakan dari orang lain. Biodata bagi nasabah
tertentu merupakan data yang harus dirahasiakan. Sebagian nasabah juga
menginginkan agar pinjamannnya dari bank dirahasiakan kepada orang lain. Bila
kerahasiaan data nasabah tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan
merasa enggan untuk berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya
rahasia tertentu dari nasabah yang berada di bank, maka ketentuan tentang
rahasia bank dicantumkan dalam undang-undang perbankan.
2.
Dasar Hukum
a. Undang-undang no 7 tahun 1992 tentang
perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam bab 1 pasal 1
butir 16 dan bab VII pasal 40, 41, 42,43,44,45 dan bab VII pasal 47. Definisi rahasia
bank adalah “ segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan hal-hal lain
dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan wajib dirahasiakan”.
Definisi tersebut merupakan
suatu batasan yang sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasai
bank. Pembatasan didasarkan pada istilah “menurut kelaziman dunia perbankan”
sehingga batasannya sangat tergantunga pada interpretasi dari istilah
“kelaziman”. Interpretasi satu orang dengan orang lain mungkin berbeda. Secara
umum batasan tersebut juga dapat diartikan bahwa rahasia bank mencakup data
milik nasabah deposan maupun nasabah debitor.
Perkembangan dunia perbankan
sejak ditetapkannnya undang-undang no7 tahun 1992 sampai dengan tahun 1998
menunjukkan bahwa bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan
kredit bermasalah karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan untuk memberikan batasan yang lebih jelas terhadap
rahasia bank, maka undang-undang diperbaharui dengan undang-undang nomor 10
tahun 1998.
b. Aturan mengenai rahasia bank ini kemudian
di ubah seperti tercantum dalam undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan atas undang-undang no 7 tahun 1992. Mengubah pengertian rahasia bank
dalam pasal 1 butir 1 menjadi: “segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya”.
Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya
pada nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam
konsekuensi. Pertama, perubahan tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank
dalam berhubungan dengan debitornya, karena data nasabah peminjam dana tidak
termasuk dalam pengertian rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank
terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini
sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan
dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam
pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat
satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk
rahasia bank atau bukan. Nasabah debitor biasanya juga sekaligus sebagai
nasabah penyimpan dana, sehingga penentuan suatu data nasabah tergolong data
nasabah penyimpan atau nasabah peminjam merupakan sesuatu yang tidak mudah.
Masalah tersbut sebenarnya ssudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan
pasal 40 undang-undang Nomor 10 tahun 1998.
c. Penjelasan pasal 40 undang-undang Nomor 10
tahun 1998. Penjelasan pasal 40 adalah “ apabila nasabah bank adalah nasabah
penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah debitor, bank wajib tetap
merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam kedudukannya sebagai nasabah
penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain sebagai nasabah penyimpan, bukan
merupakan keterangan yang wajib dirahasiakan bank.
Secara
lebih rinci Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 dan undang-undang Nomor 10 tahun
1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut:
a.
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.
b.
Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpananannya.
c.
Ketentuan
tresebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi
d.
Pihak
terafiliasi adalah:
1)
Anggota
dewan komisaris, pengawas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank.
2)
Anggota
pengurus, pengawas, pengelola, atau kuasanya, pejabat atau karyawan bank,
khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
3)
Pihak
yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai,
konsultan hukum, dan konsultan lainnya.
4)
Pihak
yang menurut penilaian BI turut mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain,
pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga
direksi, keluarga pengurus.
3.
Pengecualian Terhadap Rahasia Bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
unang-unang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
1)
Kepentingan
perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan menteri Keuangan
berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan
dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan
keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. Perintah tertulis
tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nasabah wajib pajak yang
dikehendaki keterangannya, dan pihak wajib memberikan keterangan yang diminta.
2)
Penyelesaian
piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ panitia Urusan Piutang Negara untuk
memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan nasabah debitor, dan pihak
bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di
atas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
Permintaan tertulis tersebut di atas harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat
Badan Urusan piutang dan Lelang negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama
nasabah debitor yang bersangkutan, dan alasan diperlukanya keterangan.
3)
Kepentingan
peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada
polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simoanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud di atas diberikan secara
tertulis atas permintaan tertulis dari kepala kepolisian Republik Indonesia,
Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia
harus dilakukan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima
secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebut nama dan jabatan
polis, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, serta alasan
diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan yang diperlukan.
4)
Perkara
perdata antara bank dengan nasabahnya
Direksi bank bersangkutan dapat menginformasikan kepada
pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah bersangkutan dan memberikan
keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Dalam situassi ini bank
dapat menginformasikan keadaan keuangan nasabah yang dalam perkara serta
keterangan yang berkaitan dengan perkara tersebut, tanpa izin dari pimpina Bank
Indonesia.
5)
Tukar-menukar
informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan
untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antara lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank
yang lain. Dengan demikian bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi,
sebelum melakukan transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bank Indonesia antara lain
diatur mengenai tata cara penyimpanan dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tertentu yang dapat dipertukarkan, seperti indikator secara
garis besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitor
yang bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar menukar
informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
6)
Atas
permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara
tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpaan nasabah
penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh nasabah
penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari nasabah
penyimpan yang dibuat secara tertulis.
7)
Dalam
hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia, maka
ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan barhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.