Pengukuran adalah sebuah langkah awal yang bersifat normatif dalam melakukan suatu perencanaan baik untuk tujuan perbaikan atau peningkatan maupun tujuan pengembangan. Jika seorang manajer mengingatkan seluruh karyawannya untuk terus memperbaiki dan meningkatkan produktifitas, maka perintah ini tidak mempunyai makna apabila tidak dijelaskan berapa tingkat produktifitas yang saat ini telah dicapai oleh masing-masing unit kerja dan bagaimana penilaian manajemen terhadap capaian produktifitas tersebut. Bila capaian dinilai masih sangat rendah maka perintah perbaikan produktifitas mungkin harus ditindak lanjuti secara serius oleh masing-masing kepala unit yang bertanggung jawab.
Tetapi apabila informasi tentang capaian saat ini tidak diberikan maka masing masing unit memandang instruksi tersebut lebih bersifat saran. Informasi tentang capaian produktifitas saat ini hanya dapat diperoleh melalui kegiatan pengukuran secara langsung.
Pengukuran produktivitas jika dilakukan secara rutin akan memberikan manfaat besar kepada manajemen perusahaan karena:
- Perusahaan dapat menilai seberapa baik pemanfaatan setiap unit sumberdaya produksi pada tahun ini dibandingkan dengan tahun lalu.
- Setiap unit kerja pada perusahaan akan mendapat informasi tentang capaian produktifitas pada unitnya dibandingkan dengan capaian pada unit-unit kerja lainnya dalam perusahaan. Situasi ini sangat bermanfaat dalam membangun kompetisi yang sehat antar unit dalam perusahaaan karena sangat efektif digunakan sebagai dasar pemberian insentif berdasarkan unit kerja.
- Hasil pengukuran produktivitas merupakan informasi berharga bagi manajemen dalam menilai sumberdaya apa saja yang dimiliki atau dikelola perusahaan yang termasuk sumberdaya kritis, semi kritis dan non-kritis sehingga penentuan target output dan perencanaan pengembangan sumberdaya dan prioritasnya untuk periode berikutnya dapat disusun dengan lebih akurat.
- Hasil pengukuran produktivitas dapat digunakan sebagai salah satu faktor utama dalam menilai daya saing atau posisi perusahaan dalam persaingan dengan para kompetitor utamanya.\
- Hasil pengukuran produktivitas sangat membantu dalam penentuan targettarget perbaikan baik pada tingkat unit kerja maupun pada tingkat perusahaan secara keseluruhan.
- Data capaian produktivitas perusahaan dari periode ke periode merupakan salah satu faktor pendukung kuat bagi manajemen dalam melakukan aktifitas tawar-menawar bisnis secara kolektif (collective bargaining).
Penyebab Pengukuran ProduktivitasMali (1978) menyatakan tentang 12 faktor penyebab penurunan produktivitas pada perusahaan, yaitu :
- Ketidakmampuan untuk mengukur, mengevaluasi dan mengelola produktivitas khususnya pada staf white-collar. Ini menyebabkan pemborosan-pemborosan sumber daya secara cukup drastis.
- Pemberian penghargaan tanpa mempertimbangkan ekuivalensi produktivitas dan akuntabilitas. Ini menyebabkan inflasi tak berujung pangkal.
- Kewenangan yang lemah dan inefisiensi di dalam organisasi yang kompleks, ini menyebabkan adanya waktu tunggu atau penundaan kerja.
- Perluasan organisasi dengan perkembangan produktivitas rendah, disebabkan oleh adanya biaya tinggi.
- Motivasi rendah dari peningkatan jumlah pekerja yang memiliki sikap baru.
- Keterlambatan pengiriman disebabkan jadwal pengiriman yang terganggu karena timbulnya kelangkaan bahan.
- Konflik antar pekerja yang tidak terselesaikan sehingga menimbulkan kesulitan. Untuk membangun kelompok kerja. Ini menyebabkan ketidak efektifan perusahaan.
- Adanya intervensi peraturan pemerintah yang membatasi wewenang manajemen.
- Spesialisasi dalam proses kerja bisa menimbulkan kondisi monoton yang membosankan bagi pekerja tertentu,
- Perubahan teknologi yang cepat dan berbiaya tinggi, menyebabkan penurunan kesempatan baru dan inovasi,
- Peningkatan kebutuhan waktu bersantai menyebabkan gangguan terhadap komitmen kepada waktu,
- Ketidakmampuan praktisi untuk menyesuaikan irama kerja dengan informasi dan pengetahuan mutakhir.
- Hal yang menarik dari daftar penyebab penurunan produktivitas di atas, adalah bahwa ketidak mampuan untuk mengukur produktivitas staf non-produksi menempati pada peringkat paling atas.
Siklus Produktivitas
Siklus produktivitas yang diperkenalkan David J. Sumanth disebut dengan “MEPI” (Measurement, Evaluation, Planning, Improvement). Siklus ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini:
Gambar 3.1 Model Siklus Produktivitas “MEPI”
Konsep siklus ini memperlihatkan bahwa peningkatan produktivitas harus dimulai oleh kegiatan pengukuran, penilaian, perencanaan dan perbaikan dari produktivitas itu sendiri. Keempat tahap ini sangat penting dilaksanakan karena yang berkesinambungan dan melibatkan seluruh operasi kegiatan perusahaan.
Apabila produktivitas dari sistem ini telah dapat diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual itu untuk di perbandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. Kesenjangan yang terjadi antara tingkat produktivitas aktual dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebab yang menimbulkan kesenjangan produktivitas itu. Berdasarkan evaluasi itu, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Konsep siklus produktivitas ini memperlihatkan bahwa peningkatan produktivitas harus didahului oleh kegiatan pengukuran, penilaian, dan perencanaan produktivitas itu sendiri. Untuk mencapai produktivitas yang direncanakan ini berbagai program formal dapat dilakukan untuk peningkatan produktivitas terus-menerus. Analisis Produktivitas adalah suatu cara yang dilakukan untuk mengetahui kesenjangan yang terjadi antara tingkat produktivitas aktual dengan rencana masalah produktivitas yang menimbulkan kesenjangan produktivitas.
Model Pengukuran Produktivitas
Ada beberapa macam model pengukuran produktivitas di tingkat perusahaan, yaitu:
Ada beberapa macam model pengukuran produktivitas di tingkat perusahaan, yaitu:
1. Model American Productivity Center (APC)
American Productivity Center (APC) menganjurkan suatu pengukuran produktivitas yang menghubungkan profitabilitas dengan produktivitas serta faktor perbaikan harga (price recovery) yang merupakan suatu model total faktor. Model ini mengasumsikan bahwa suatu perusahaan memperoleh keuntungan yang berasal dari dua sumber yaitu produktivitas dan pemulihan harga. Model ini menekankan output yang dihasilkan setiap periode dikalikan dengan harga per unit menurut periode basis untuk mendapatkan productivity performance index.
Prices dan unit cost setiap periode dikalikan dengan jumlah pada tahun berjalan untuk mendapatkan price recovery index.
American Productivity Center (APC) menganjurkan suatu pengukuran produktivitas yang menghubungkan profitabilitas dengan produktivitas serta faktor perbaikan harga (price recovery) yang merupakan suatu model total faktor. Model ini mengasumsikan bahwa suatu perusahaan memperoleh keuntungan yang berasal dari dua sumber yaitu produktivitas dan pemulihan harga. Model ini menekankan output yang dihasilkan setiap periode dikalikan dengan harga per unit menurut periode basis untuk mendapatkan productivity performance index.
Prices dan unit cost setiap periode dikalikan dengan jumlah pada tahun berjalan untuk mendapatkan price recovery index.
2. Model The Total Productivity Model (TPM)
Sumanth (1979) mengembangkan model pengukuran produktivitas dengan memperhatikan pengaruh utama semua faktor input terhadap output yang sifatnya tangible. Tangible dalam hal ini diartikan pada dasarnya secara langsung dapat diukur. Elemen-elemen input tangible dan output tangible seperti pada Gambar dibawah ini :
Gambar 3.2 Elemen-elemen Input dalam Total Productivity Model
Universitas
Universitas
Model tersebut dapat digunakan tidak hanya pada tingkat agregat tetapi juga pada tingkat operasional misalnya tingkat departemen. Keunikan dari model tersebut tidak hanya mengukur indeks produktivitas total tetapi juga menunjukan input ataupun sumber daya tertentu yang memerlukan perbaikan utilisasi.
3. Model Marvin E. Mundel
Perbedaan model Marvin E. Mundel dengan model perhitungan produktivitas lain adalah model Marvin E. Mundel memperkenalkan penggunaan angka indeks produktivitas dalam dua bentuk. Bentuk pengukuran pertama merupakan rasio antara indeks performansi pada periode pengukuran dan indeks performansi pada
periode dasar sedangkan bentuk kedua merupakan rasio antara indeks output dengan indeks input. Bentuk pertama dapat digunakan sebagai perbandingan produktivitas periode awal dengan periode selanjutnya.
Perbedaan model Marvin E. Mundel dengan model perhitungan produktivitas lain adalah model Marvin E. Mundel memperkenalkan penggunaan angka indeks produktivitas dalam dua bentuk. Bentuk pengukuran pertama merupakan rasio antara indeks performansi pada periode pengukuran dan indeks performansi pada
periode dasar sedangkan bentuk kedua merupakan rasio antara indeks output dengan indeks input. Bentuk pertama dapat digunakan sebagai perbandingan produktivitas periode awal dengan periode selanjutnya.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.