Akhadiah (1997:144) menyatakan, “Paragraf merupakan inti penuangan buah pikiran yang didukung dalam sebuah karangan. Dalam paragraf terkandung satu unit buah pikiran yang didukung oleh semua kalimat dalam paragraf tersebut, kalimat-kalimat penjelas sampai pada kalimat penutup”.
Arifin (1998:125) menyatakan, “Paragraf
adalah seperangkat kalimat yang membicarakan satu gagasan atau topik.
Paragraf merupakan kalimat-kalimat yang memperlihatkan kesatuan pikiran atau
kalimat-kalimat yang berkaitan dalam
membentuk gagasan atau topik tersebut”.
Tarigan (1996:11) menyatakan, “Paragraf adalah seperangkat kalimat
tersusun lagis sistematis yang merupakan satu kesatuan ekspresi pikiran yang
relevan dan mendukung pikiran pokok yang tersirat dalam keseluruhan karangan”.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis
paragraf adalah suatu kegiatan menggambarkan pikiran melalui tulisan pada suatu karangan yang berisi seperangkat kalimat
yang tersusun secara logis dan sistematis, saling berhubungan sehingga
membentuk satu kesatuan informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya, ide
pokok tersebut dikembangkan dengan beberapa kalimat penjelas.
Pengertian di atas ada kesamaannya dengan pendapat Soeseno (1998:101)
yang menyatakan, “Alinea merupakan kumpulan sejumlah kalimat yang saling
berhubungan dan berkaitan, yang membentuk kesatuan kecil dalam sebuah tulisan,
menuju ke arah suatu gambaran tertentu. Pada gilirannya, sejumlah alinea
membentuk bab atau bagian dari tulisan”.
Lebih lanjut Finoza (2008:167) bahwa sebuah alinea di dalamnya
berisikan : “1) satu kalimat utama, dan 2) beberapa kalimat penjelas, yang
membicarakan satu gagasan (gagasan tunggal)”. Hubungan antarkalimat utama
dengan kalimat penjelas harus memiliki kesatuan dan kepaduan. Ketiganya
haruslah merupakan kesatuan yang utuh dan bulat, harus saling bertautan satu
sama lain, antara kalimat utama atau kalimat topik dengan kalimat penjelas
harus sinkron.
Menulis menurut Tarigan
(1982:21) adalah, “menentukan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang
menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain
dapat membaca lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran
grafik itu”. Selanjutnya menurut Caraka (1997:7), “menulis berarti menggunakan
bahasa untuk menyatakan isi hati dan buah pikiran secara menarik yang mengena
pada pembaca”.
Eksposisi adalah jenis karangan yang menguraikan pokok pikiran fakta,
dan ide. Moeliono (2004:419), “Eksposisi adalah suatu jenis karangan yang
dilengkapi dengan penjelasan suatu proses, memaparkan proses itu dengan
sebenarnya dan memberikan penjelasan bagaimana terjadi sesuatu”. Selanjutnya
Keraf (1982:3), “Eksposisi atau paparan adalah suatu bentuk tulisan yang
berusaha untuk menerangkan dan menguraikan suatu pokok pikiran yang dapat
memperluas pandangan atau pengetahuan seseorang untuk membaca uraian itu”.
Kemudian Semi (1997:37), “Eksposisi adalah tulisan yang bertujuan menjelaskan atau
memberikan informasi tentang sesuatu”.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, eksposisi atau paparan merupakan
salah satu jenis tulisan yang berusaha untuk menerangkan atau menjelaskan pokok
pikiran yang dapat memperluas pengetahuan bagi orang yang membacanya. Penulis
eksposisi bertujuan untuk menyampaikan subjek atau pokok pikiran melalui
penjelasan-penjelasan.
Menurut Kosasih (2003:45) paragraf terdiri atas 4 jenis, yaitu paragraf narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi
Menurut Kosasih (2003:45) kekohesifan sebuah paragraf dapat ditandai oleh:
1. Paragraf
Narasi
Paragraf narasi menurut Kosasih (2003:46) adalah, “Paragraf yang
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca
seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang dicertakan itu.” Dalam paragraf
narasi terdapat tiga unsur utama, yakni tokoh-tokoh, kejadian, dan latar berupa
ruang atau waktu.
2. Paragraf
Deskripsi
Paragraf deskripsi menurut Kosasih (2003:47) adalah, “ Jenis paragraf
yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Pola pengembangan
paragraf deskripsi antara lain, meliputi pola pengembangan spasial dan pola
sudut pandang.
3. Paragraf
Eksposisi
Paragraf eksposisi menurut Kosasih (2003:48) adalah, “Paragraf yang
memaparkan atau menerangkan suatu hal atau objek. Dari paragraf jenis ini para
pembaca dapat memahami hal atau objek dengan sejelas-jelasnya.” Untuk memaparkan masalah yang dikemukakan,
paragraf eksposisi menggunakan contoh, grafik, serta berbagai bentuk fakta dan
data lainnya. Sedikitnya terdapat tiga pola pengembangan paragraf eksposisi,
yakni dengan cara proses, sebab akibat, serta ilustrasi.
4. Paragraf
Argumentasi
Argumen bermakna ‘alasan’,
argumentasi artinya pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan. Dengan demikian
menurut Kosasih (2003:50) “Paragraf argumentasi adalah paragraf yang
mengemukakan alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan.
Alasan-alasan, bukti, dan sejenisnya, digunakan penulis untuk mempengaruhi
pembaca agar mereka menyetujui pendapat, sikap atau keyakinan.
Tujuan utama paragraf argumentasi adalah untuk meyakinkan
pembaca agar menerima atau mengambil suatu doktrin, sikap, dan tingkah laku
tertentu (Finoza, 2008:227). Syarat utama dalam paragraf argumentasi adalah penulisnya harus terampil
dalam bernalar dan menyusun ide yang logis.
Selanjutnya Keraf (1992:118) menyatakan :
Argumentasi
adalah tulisan yang mengemukakan pendapat, gagasan, sikap dan keyakinan dengan
memberikan alasan, contoh-contoh dan bukti-bukti sebagai bahan yang cukup kuat
serta meyakinkan, bahan-bahan yang paling penting sesuai dengan topik dan
tujuan penulis adalah fakta dan pendapat orang yang terpercaya, yang
benar-benar dapat mendukung pendapat penulis, sedangkan pendapat orang
diperoleh dari berbagai sumber seperti informan atau bacaan. Untuk lebih
meyakinkan pembaca, penulis dapat menggunakan angka-angka, peta, grafik, gambar
dan lain-lain.
Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa tujuan
paragraf argumentasi adalah mempengaruhi pembaca. Argumentasi juga menjelaskan
yang diberikan bertujuan untuk mempengaruhi pembaca, sehingga pembaca dapat
menyetujui dan menerima pendapat atau gagasan yang dituangkan penulis.
Menurut
Finoza (2008:228) ada 3 ciri paragraf argumentasi, yaitu:
a. mengemukakan
alasan atau bantahan sedemikian rupa dengan tujuan mempengaruhi keyakinan
pembaca agar menyetujuinya.
b. mengusahakan
pemecahan suatu masalah
c. mendiskusikan
suatu persoalan tanpa perlu mencapai satu penyelesaian.
Dalam penelitian ini jenis paragraf yang akan dijadikan objek
penelitian adalah paragraf argumentasi yang di dalam paragraf tersebut
berisikan tentang memberikan keyakinan pembaca agar seide atau sepaham dengan
apa yang ingin disampaikan penulisnya.
Fungsi Paragraf
Paragraf merupakan kalimat-kalimat yang memperlihatkan kesatuan pikiran
atau kalimat-kalimat yang berkaitan dalam
membentuk gagasan atau topik tersebut. Apabila seseorang membuat suatu
tulisan, maka tidak akan luput dari pembentukan paragraf. Tentunya paragraf
yang diharapkan adalah paragraf yang baik, yaitu paragraf yang mampu memberikan
informasi yang lengkap dan mudah dipahami oleh pembaca. Untuk itu, seorang
penulis haruslah benar-benar mengetahui fungsi paragraf tersebut, seperti
pernyataan Semi (1997:55),
Fungsi paragraf dalam suatu tulisan adalah,
1. Memudahkan
pengertian san pemahaman dengan memisahkan satu topik atau tema dengan yang
lain; karena setiap paragraf hanya boleh mengandung satu unit pikiran.
2. Memisahkan
dan menegaskan pengertian secara wajar dan formal, untuk memungkinkan pembaca
berhenti lebih lama dari perhentian di akhir kalimat. Dengan perhentian yang
lebih lama memungkinkan terjadinya pemusatan pikiran terhadap tema atau topik
yang diungkapkan paragraf.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa paragraf itu
berfungsi untuk memudahkan pemahaman pembaca terhadap tema yang akan disampaikan
penulis kepda pembaca atau berfungsi sebagai pengarah konsentrasi pembaca
terhadap apa yang sedang dibacanya. Maksudnya, paragraf sebagai penyampai ide
atau gagasan pikiran yang keseluruhannya disusun secara sistematis membuat
penulis atau pembaca mudah memahaminya dan mengetahui batas serta hubungan
antara satu pokok pikiran dengan pokok pikiran yang lain.
Syarat – Syarat Penyusunan Paragraf yang Baik
Paragraf
yang baik adalah paragraf yang memiliki kepaduan antara unsur-unsurnya, baik itu
antara kalimat topik dengan kalimat penjelas ataupun antara kalimat-kalimatnya.
Dalam paragraf yang baik tidak ada satupun kalimat penjelas ataupun kalimat
yang menyimpang dari kalimat topik. Semuanya mendukung secara kompak pada satu
fokus permasalahan.
Menurut
Kosasih (2003:44-45) ada dua syarat penyusunan paragraf yang baik yaitu
“kepaduan makna dan kepaduan bentuk”.
1. Kepaduan
Makna (Koheren)
Suatu
paragraf dikatakan koheren, apabila ada kekompakan antara gagasan yang
dikemukakan kalimat yang satu dengan yang lainnya. Kalimat-kalimatnya memiliki
hubungan timbal balik serta secara bersama-sama membahas satu-satu gagasan
utama. Tidak dijumpai satu pun kalimat yang menyimpang ataupun
loncatan-loncatan pikiran yang membingungkan.
Jika
suatu paragraf tidak memiliki kepaduan seperti itu, maka pembaca akan mengalami
banyak kesulitan untuk memahaminya. Pembaca akan menemukan loncatan-loncatan
pikiran dan hubungan-hubungan gagasan yang tidak logis. Paragraf yang
dihadapinya hanya sebuah kumpulan kalimat yang tidak jelas ujung pangkalnya.
Contoh (Kosasih,
2003:44)
- Pada masa orde baru, masyarakat dan media massa tidak bebas menyampaikan dan menerima informasi secara terbuka. Dalam kurun waktu yang cukup panjang dan membosankan itu, banyak sekali terjadi pembredelan pers, pencabutan SIT, dan pembatalan SIUPP sebagai wujud budaya komunikasi politik yang memakai mode top-down itu. Bahkan, Mahkamah Agung (MA), yang seharusnya tidak ikut-ikutan melakukan pembredelan, justru ikut melakukannya dengan mengamini sistem kekuasaan yang menjadikan hukum sebagai perisai dan sekaligus sebagai tumbal (korban) kekuasaan politik.
- Crayon Shin-chan sudah menyebar bak virus. Tak aneh bila pandangan anak kecil berusia lima tahun itu penuh dengan visualisasi dan imajinasi seksual. Di negara asalnya, crayon memang bukanlah bacaan anak-anak, melainkan untuk kalangan remaja. dia ada di tangan mungil anak-anak Indonesia berusia lima tahun, di mal, di penggir jalan, di toko buku, dan dilayar televisi. Dia menciptakan kehebohan. Dia menimbulkan rasa ngeri di rumah tangga Indonesia karena hidup bah tumor yang menjalar ke dalam tubuh anak-anak. Bila terjadi kontroversi yang dahsyat di Indonesia, itu lebih disebabkan oleh keteledoran penerbitnya. PT Indorestu Pacific. Awalnya, penerbit tersebut sama sekali tidak memberikan batas usia untuk membaca komik itu. Namun, protes berhamburan dengan deras dan tak henti-henti. Akhirnya, penerbit mulai melekatkan label batasan bacaan untuk usia 15 tahun ke atas.
Paragraf
(1) mengungkapkan gagasan tentang ketidakbebasan masyarakat dan media massa
dalam menyampaikan dan menerima informasi secara terbuka pada masa orde baru.
Gagasan tersebut didukung secara kompak oleh kalimat-kalimat penjelas yang ada
di bawahnya. Tidak dijumpai kalimat yang menyimpang atau yang meloncat jauh
dari gagasan tersebut.
Hal
tersebut berbeda dengan paragraf (2) yang memperlihatkan ketidkpaduan gagasan.
Adalah benar bahwa kalimat-kalimatnya berbicara dalam lingkup pembahasan yang
sama, yakni Shin-chan. Tetapi, karena pembahasannya meloncat-loncat, paragraf
itu menjadi sulit dipahami. Hubungan kalimat-kalimatnya tidak logis. Fokus
pembahasannya tidak saling mendukung. Gagasan pertama tentang kontrveersi komik
Shin-chan dan yang lainnya mengenai pengaruh negatif yang ditimbukannya.
2. Kepaduan Bentuk (Kohesif)
Apabila
kepaduan makna berhubungan dengan isi, maka kepaduan bentuk berkaitan dengan
penggunaan kata-katanya. Bisa saja sebuah paragraf padu secara makna atau
koheren, dalam arti, paragraf itu mengemukakan satu gagasan utama, tetapi belum
tentu paragraf tersebut kohesif, didukung oleh kata-kata yang padu.
Menurut Kosasih (2003:45) kekohesifan sebuah paragraf dapat ditandai oleh:
- hubungan penunjukkan, ditandai oleh kata : itu, ini, tersebut, berikut, tadi.
- hubungan penggantian, ditandai oleh kata : saya, kami, kita, engkau, anda, mereka, ia, bentuk ini dan itu atau sejenisnya dapat pula berfungsi sebagai penanda hubungan penggantian.
- hubungan pelesapan, ditandai oleh kata : sebagian, seluruhnya.
- hubungan perangkaian, ditandai oleh kata : dan, lalu, kemudian, akan tetapi, sementara itu, selain itu, kecuali itu, jadi, akhirnya, namun demikian.
- hubungan leksikal, ditandai oleh pemanfaatan pengulangan kata, sinonim, atau hiponim.
Contoh :
1. Pohon
anggur, di samping buahnya yang digunakan untuk pembuatan minuman, daunnya pun
dapat digunakan sebagai bahan untuk pembersih wajah. Caranya, ambillah daun
anggur secukupnya. Lalu, tumbuk sampai halus. Masklah hasil tumbukan itu dengan
air secukupnya dan tunggu sampai mendidih. Setelah itu, ramuan tersebut kita
dinginkan dan setelah dingin baru kita gunakan untuk membersihkan wajah. Insya
Allah, kulit wajah kita akan kelihatan bersih dan berseri-seri.
2. Pada
tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Impor beras meningkat diperkirakan
menjadi 3,1 ton tahun 1998. Swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada
tahun 1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton
pada tahun 1993. Pada tahun 1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu
ton. Impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.
Paragraf (1) sudah koheren dan
kohesif, sudah padu baik secara makna maupun menurut bentuknya. Paragraf
tersebut membahas manfaat daun anggur sebagai pembersih wajah. Koherensi
paragraf tersebut didukung oleh kekompakan kata-kata yang digunakannya.
Kekohesifan paragraf tersebut antara lain ditandai oleh :
a. penggunaan
kata ganti –nya, yaitu pada kata buahnya, daunnya.
b. penggunaan
kata, yaitu anggur, tumbuk, kita wajah.
c. penggunaan
kata penunjuk, yaitu itu.
d. penggunaan
konjungsi, yaitu lalu, setelah itu.
e. penggunaan
hiponim, yaitu pohon, daun.
Gagasan utama paragraf (2) adalah masalah naik turunnya produksi beras
Indonesia. Dengan demikian, koherensi paragraf tersebut sudah terpenuhi. Namun
demikian, karena tidak memiliki kehosivitas yang baik, maka gagasan tersebut
menjadi sulit dipahami.
Masalah utamanya yang dijumpai dalam paragraf tersebut adalah ketiadaan
kata perangkai yang menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lainnya.
Padahal kata perangkai sangat penting untuk menunjukkan jalan pikiran penulis
tentang masalah yang dikemukakan. Misalnya, apakah jalan pikirannya itu disusun
dalam hubungan sebab askibat, akibat sebab, atau yang lainnya.
Paragraf (2) perlu diperbaiki, menjadi :
Pada tahun 1997, produksi padi turun
3,85 persen. Akibatnya, impor beras
meningkat diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun
1985, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada
tahun 1993. Akan tetapi pada tahun
1994, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5
juta ton.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.