Unsur-unsur Puisi : Waluyo (dalam Maslikatin, 2007:68) menjelaskan puisi terdiri atas unsur fisik puisi (diksi, imaji, kata nyata, majas, rima dan ritme, tipografi, dan enjambemen) dan unsur psikis puisi (tema, rasa, nada, dan amanat).
1)
Unsur
Fisik Puisi
a.
Diksi
Jabrohim,dkk (2003:35) menjelaskan, diksi adalah bentuk serapan dari kata diction,
sedangkan Keraf (dalam Jabrohim, 2003:35) diksi disebut pula pilihan kata.
Pemilihan kata bagi penyair sangat penting karena kata-kata yang dipilih
akan mewakili pikiran dan perasaannya sehingga mempunyai nilai estetik. Kata-kata yang dipilih penyair bersifat
denotatif dan konotatif (dalam Maslikatin, 2007:69). Berikut contoh pemilihan kata yang terdapat
pada penggalan puisi “Selamat Tinggal ” karya Chairil Anwar.
SELAMAT TINGGAL
Aku berkaca
Ini muka
penuh luka
Siapa
punya?
....... (Pradopo,
2000:57)
Pemilihan kata “muka” pada /muka
penuh luka/siapa punya?/ tidak dapat digantikan karena kata muka menimbulkan
aliterasi dengan kata “luka” dan “punya”.
Diksi dalam puisi selalu berhubungan dengan bunyi. Bunyi yang digunakan dalam puisi dapat menimbulkan efek sedih, seram,
haru, magis, senang dan sebagainya. Bunyi-bunyi ringan yang menimbulkan efek
riang atau senang disebut bunyi euphony, misalnya bunyi konsonan: p, t, s, k,
dan bunyi-bunyi vokal i, e. Bunyi-bunyi
berat yang menimbulkan efek seram, sedih, haru, magis disebut bunyi cacophony,
misalnya bunyi konsonan: b, d, g, z dan bunyi-bunyi vokal: a, o, u (Maslikatin,
2007:72).
b.
Imaji
Imaji (citra) merupakan salah satu unsur penting dalam puisi, karena dari
imaji inilah pembaca atau pendengar dapat membayangkan puisi yang dibayangkan
dan seolah-olah menjadi pengalaman yang konkret. Menurut Waluyo (dalam Maslikatin, 2007:73),
pengimajian adalah kata atau susunan kata-kata yang mengungkapkan pengalaman
sensoris seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Berikut salah satu contoh imaji pada puisi yaitu
imaji pendengaran dalam penggalan puisi “Tanah Kelahiran” karya Ramadhan K. H.
TANAH KELAHIRAN
Seruling di pasir ipis, merdu
Antara gundukan pohon pina,
Tembang menggema di dua kaki,
Burangrang- Tangkubanprahu
.......
(Maslikatin,
2007:74)
Pada baris
pertama dan ketiga, pembaca seolah-olah mendengar bunyi seruling yang menggema
diantara dua gunung Burangrang dan Tangkubanprahu.
c.
Kata
Nyata
Menurut Waluyo (Jabrohim, 2003:41), kata nyata adalah kata-kata yang
menyarankan pada arti yang menyeluruh. Dengan kata yang diperkonkretkan,
pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan
oleh penyair. Dengan demikian, kata
nyata merupakan unsur puisi yang digunakan untuk membangkitkan imaji pembaca. Berikut contoh puisi “Karangan Bunga” karya
Taufiq Ismail.
KARANGAN BUNGA
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba sore itu
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang ditembak mati
Siang tadi!
(Maslikatin,
2007:79)
Rangkaian kata nyata pada puisi karya Taufiq Ismail tersebut memberi
imajinasi visual kepada pembacanya, seolah-olah melihat tiga orang anak kecil
memberikan karangan bunga dengan diikat pita hitam. Karangan bunga dengan pita hitam memberikan
gambaran suasana yang duka.
d.
Majas
Majas atau bahasa figuratif adalah bahasa yang bermakna kias atau makna
lambang. Perrine (Maslikatin,
2007:80-81) menyatakan bahasa figuratif lebih efektif untuk menyatakan maksud
dari penyair, karena:
·
bahasa figuratif mampu
menghasilkan kesenangan imajinatif;
·
bahasa figuratif adalah
cara untuk menghasilkan imaji tambahan dalam puisi, sehingga yang abstrak jadi
konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca;
·
bahasa figuratif adalah
cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap
penyair;
·
bahasa figuratif adalah
cara untuk mengkonsentrasikan makna yang hendak disampaikan dan
cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.
Waluyo (dalam
Maslikatin, 2007:81) menjelaskan bahwa yang termasuk bahasa kias adalah metafora, perbandingan, personifikasi, hiperbola, dan
sinekdok.
1)
Metafora
Metafora adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan (dalam Maslikatin, 2007:81).
Jadi, ungkapan itu langsung berupa kiasan. Contohnya: buaya darat, bunga desa, lintah
darat, dan sebagainya.
2)
Perbandingan
Perbandingan adalah kiasan yang tidak langsung, biasanya benda yang
dikiaskan disebutkan bersama pengiasannya dan menggunakan kata pembanding:
seperti, bak, bagai, laksana, dan sebagainya (dalam Maslikatin, 2007:82). Berikut contoh penggunaan majas perbandingan
dalam penggalan puisi “Kutuliskan” karya Wing Karjo.
KUTULISKAN
.....
Kutuliskan lagi
kenangan-kenangan mati
hingga bagai api
membara dalam mimpi
(Maslikatin, 2007:82)
Pada bait ketiga yang digaris bawah merupakan contoh penggunaan majas perbandingan dalam
puisi, sebab menggunakan kata bagai. Menurut
penyair, kenangan yang tidak ditulis atau diingat akan hilang begitu saja. Tapi jika ditulis ia akan selalu diingat.
3)
Personifikasi
Personifikasi adalah keadaan atau peristiwa alam yang dikiaskan sebagai
keadaan atau peristiwa yang dialami manusia.
Contohnya: alu berat melompat-lompat, kerling danau di pagi hari, dan
sebagainya.
e.
Ritme
dan rima
Secara umum ritme dikenal sebagai irama, yakni pergantian turun naik,
panjang pendek, keras lembut ucapan bunyi bahasa dengan teratur (dalam
Jabrohim, 2003:53). Sedangkan menurut
Semi (dalam Maslikatin, 2007:87), irama adalah gerak yang teratur, suatu
rentetan bunyi yang berulang dan menimbulkan variasi-variasi bunyi yang
menciptakan gerak yang hidup. Ritme dihasilkan
dari puisi yang jumlah kata dalam setiap baris tidak selalu sama dan bergantung
pada pembacaannya. Berikut contoh Ritme
dalam puisi “Doa” karya Chairil Anwar.
DOA
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
Mengingat Kau penuh seluruh
CayaMu panas suci
Tinggal kerdip lilin dikemam sunyi
Tuhanku
Aku hilang bentuk
Remuk
Tuhanku
Aku menggembara di negeri asing
Tuhanku
DipintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
(Pradopo,
2000:178)
Rima adalah pengulangan bunyi di dalam baris atau larik puisi, pada akhir
baris puisi, atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi (Jabrohim,
2003:54). Boulton (dalam Maslikatin,
2007:86) menyatakan bahwa jika rima (phonetic form) berpadu dengan ritme
akan mempertegas makna. Dengan adanya
rima, akan terbentuk musikalitas dalam puisi.
Berikut contoh rima dalam penggalan puisi “Derai-derai Cemara” karya
Chairil Anwar.
DERAI-DERAI CEMARA
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan semakin malam
ada beberapa dahan ditingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
akulah sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan anak lagi
dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
(Maslikatin,
2007:86)
Pada bait pertama baris pertama dan ketiga berakhir dengan suku kata uh,
dan pada baris kedua dan keempat berakhir dengan suku kata am. Jadi rima pada bait pertama adalah abab. Sedangkan pada bait kedua baris pertama dan
ketiga berakhir dengan suku kata an, sedangkan pada baris kedua dan
keempat berkhair dengan suku kata i.
Dengan demikian, rima pada bait kedua adalah cdcd.
f.
Tipografi
Tipografi merupakan penyusunan baris dan bait sajak dan lebih menekankan
pada aspek visualnya (Atmazaki,1993:23).
Tipografi disusun mengikuti ritme sajak, bukan bentuk kalimat. Baris-baris dalam puisi membentuk sebuah
peroidisitet yang disebut bait (Jabrohim, 2003:54). Berikut contoh tipografi pada puisi karya
Bachri.
daun
burung
sungai
kelepak
mau sampai
langit
siapa
tahu
buah rumput selimut
dada biru
langit
dadu
mari!
rumput pisau batu kau
kau kau kau kau kau kau
kau
kau kau kau kau kau kau kau
(Atmazaki,
1993:99)
Tipografi pada puisi di atas sangat
unik karena masing-masing kata-katanya terlepas dan tidak membentuk suatu kalimat tertentu. Bentuk dari puisi tersebut mewakili ide dan
suasana hati sang penyair saat menciptakan puisi tersebut.
g.
Enjambemen
Enjambemen adalah pemutusan kata atau frase di ujung baris dan meletakkan
sambungannya pada baris berikutnya (Atmazaki, 1993:28). Enjambemen diperlukan oleh penyair untuk mengekspresikan
pikiran penyair dan terkadang untuk memberikan fungsi ganda, hingga lebih
memperkaya isi puisi (Sayuti, 1985:181).
Semua kata yang dipilih penyair telah diperhitungkan susunannya dan
efeknya pada pembaca. Berikut contohnya
yang terdapat pada penggalan puisi “Monolith” karya Subagio.
MONOLITH
Hebat
tiang utuh
menjulang di gigi langit
suram
sebuah bukit
terbentuk dari satu batu
oleh tangan beku
(Atmazaki, 1993:25)
Pada puisi tersebut kata “suram” yang berdiri sendiri dalam puisi tersebut
menerangkan kata “langit” yang berada di atasnya akan tetapi juga “suram” itu
menerangkan suasana puisi secara keseluruhan (dalam Sayuti, 1985:182).
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.