Thursday, October 22, 2009

MAKALAH

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Secara spacial, aktivitas wilayah perkotaan tidak bisa dilepaskan dari sektorsektor permukiman, transportasi, komersial, industri, pengelolaan limbah padat dan sektor penunjang lainnya. Hal itu semua merupakan kegiatan yang potensial dalam mengubah kualitas udara perkotaan itu sendiri. Perkembangan sektor perkotaan ini sangat dinamik dan tentu saja mengikuti perkembangan sosial ekonomi perkotaan. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya wilayah perkotaan, dalam hal ini wilayah spacial yang skala aktivitas ekonominya semakin besar, akan menambah beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak pencemaran udara semakin terasa di daerah pusat kegiatan ekonomi dan perkotaan-perkotaan besar. Dari berbagai sektor potensial, pencemaran pada umumnya bersumber dari sector transportasi. Sektor ini (transportasi) menyumbang paling banyak polusi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dengan karakteristik demikian, penyebaran pencemaran yang di-emisikan dari sumber kendaraan bermotor ini, mempunyai suatu pola penyebaran khusus yang meluas. Faktor perencanaan sistem transportasi sangat mempengaruhi penyebaran emisi. Pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara perkotaan, dalam berbagai hal sangat tergantung dari manajemen dan pengaturan

transportasi kendaraan bermotor, meskipun sektor potensial lainnya tidak dapat diabaikan

begitu saja emisi yang dihasilkannya.

Kebutuhan sektor transportasi yang sangat besar diperkotaan tentu saja

berdampak pada kebutuhan bahan energi khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM).

Sebagian besar energi yang digunakan oleh sektor transportasi berasal dari bahan bakar

minyak atau dengan kata lain, pengguna BBM terbesar berasal dari sektor transportasi

yang terkait dengan kehidupan ekonomi dan sosial perkotaan. Tanpa sistem transportasi

yang baik diperkotaan maka kelancaran ekonomi, sosial, politik dan keamanan akan

terganggu. Oleh sebab itu, pembangunan sistem transportasi yang baik merupakan suatu

keharusan, karena sistem transportasi juga sangat mempengaruhi pola tata ruang kota dan

pertumbuhan kota-kota satelit.

Oleh sebab itu perkembangan perkotaan harus diikuti dengan pemberlakukan

kebijakan transportasi yang terfokus pada kendaraan bermotor. Pemikiran ini didasari

oleh karena sektor transportasi merupakan penyumbang utama dari pencemaran udara di

daerah perkotaan. Di Jabotabek (Tahun 1990), transportasi darat menghasilkan polusi

setengah dari emisi partikulat, dan untuk sebagian besar Pb (timbal), CO

(karbonmonoksida), HC (hidrokarbon), dan NOx (nitrogen oksida) di daerah perkotaan,

dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat dengan tingkat

pencemaran yang telah melampaui standar kualitas udara ambien.

Tingginya konsentrasi pencemar-pencemar utama ini berdampak pada gangguan

kesehatan manusia, seperti juga dampaknya pada tingkat produktivitas dan kualitas hidup

dimana biaya kerugiannya sulit diestimasi karena kompensasi terhadap lingkungan

memang tidak ditransaksi melalui mekanisme pasar (sumber kegagalan pasar).

1.2. Formulasi Masalah

Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, maka pertanyaan yang diajukan adalah

bagaimana perencanaan transportasi perkotaan untuk mengatasi emisi udara yang berasal

dari kendaraan bermotor diperkotaan agar kenyamanan perkotaan senantiasa terjaga

dengan baik, dan bagaimana pula bentuk kebijakan pengendalian pendemaran udara yang

bersumber pada transportasi perkotaan.

II. LANDASAN BERPIKIR

2.1 Sektor Transportasi Perkotaan

Sektor transportasi telah dikenal sebagai salah satu sektor indikatif yang sangat

berperan dalam pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Perkembangan sektor ini

senantiasa berlangsung mengikuti mobilitas manusia. Namun demikian, sektor ini dikenal

pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan

dalam cakupan khusus dan rutin. Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam

sektor ini dianggap sebagai penyebab utama timbulnya dampak kerusakan lingkungan

udara, terutama di daerah-daerah inti (Central Bisnis Distrik). Pada daerah yang maju

dengan mobilitas manusia yang tinggi dan menjadikan kendaraan bermotor sebagai

transportasi utama, mendorong semakin meningkatnya polusi udara pada lingkungan.

Ditambah dengan kurangnya kesadaran dan pengetahuan pemilik kendaraan bermotor

selama ini untuk mengurangi polusi yang dihasilkan emisi kendaraan bermotornya, maka

polusi udara menjadi ancaman serius bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.

Proses pembakaran bahan minyak seperti diketahui akan mengeluarkan unsur

senyawa pencemar ke udara. Unsur fotoysidan merupakan produk sekunder yang

terbentuk di atmosfer dari reaksi fotolisis total hidrokarbon dengan nitrogen dioksida.

Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu mempertimbangkan implikasi dampak

terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan,

serta penggunaan sumber daya energi se-efisien mungkin.

Terdapat 3 (tiga) aspek utama yang menentukan intensitas dampak lingkungan,

khususnya pencemaran udara dan kebisingan energi di daerah perkotaan yaitu :

1. Aspek perencanaan transportasi meliputi barang dan manusia

2. Aspek rekayasa transportasi meliputi aliran pola moda transportasi, sarana jalan,

sistem lalu lintas dan faktor lainnya.

3. Aspek teknik mesin dan sumber energi alat transportasi.

Dalam banyak hal masalah pencemaran udara perkotaan akibat transportasi akan

timbul karena pengaruh aspek tersebut. Perencanaan pola transportasi yang tidak

memadai dalam hal prasarana maupun sistem lalu lintas akan sangat menentukan

intensitas pencemaran udara yang terjadi. Kepadatan lalu lintas yang disertai dengan

kemacetan jalan dengan tingkat pemberhentian yang sering, kecepatan aliran lalu lintas

dan seterusnya, akan secara langsung dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Di lain pihak

terdapat jenis kendaraan yang menentukan tingkat emisi pencemar yang keluar dari jenis

setiap kendaraan.

Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang luas,

mencakup aspek perencanaan kota sendiri, sarana dan alat transportasi serta bahan bakar

yang digunakan. Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor

transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di Indonesia antara lain disebabkan

oleh :

1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat.

2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.

3. Pola lalulintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat terpusatnya kegiatan

perekonomian dan perkantoran di luar kota.

4. Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan kota yang ada.

5. Menyatunya pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.

6. Kemacetan aliran lalu lintas.

7. Jenis umur dan karakteristik kendaraan umum.

8. Faktor perawatan kendaraan.

9. Jenis bahan bakar yang digunakan.

10. Jenis permukaan jalan.

11. Sikap dan pola pengemudi.

Di samping faktor yang menentukan intensitas emisi pencemar seperti tersebut di

atas, faktor penting lainnya berupa potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan yang

sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Kendala teknik dan ekonomi

pada pengelolaan limbah sumber bergerak dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Sumber energi

Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi.

Seperti diketahui, dari sumber energi inilah yang menimbulkan dampak terhadap

lingkungan. Hampir semua produk energi dan rancangan kendaraan, bahan bakar

yang digunakan rata-rata masih memicu dikeluarkannya emisi pencemar udara.

Penggunaan BBM bensin pada motor akan selalu mengeluarkan senyawa seperti CO,

THC (total hidrokarbon), TSP, NOx, dan SOx. BBM premium yang dibubuhi TEL

akan mengeluarkan pola partikel Timbal. Solar dalam motor diesel akan

mengeluarkan beberapa senyawa tambahan (di samping senyawa tersebut di atas)

terutama adalah fraksi organik seperti adelhida, PAH (.....), yang mempunyai

dampak kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa lainnya.

b. Pola berkendara

Pola berkendara merupakan salah satu faktor transportasi penting yang akan secara

langsung mempengaruhi jumlah dan intensitas emisi pencemar udara. Faktor ini

merupakan produk langsung dari jenis kendaraan bermotor dan rekayasa motor bakar

yang digunakan dengan pola sistem transportasi. Selain itu dalam banyak hal, pola

berkendara sangat ditentukan pula oleh latar belakang sosial ekonomi.

Pola berkendara dan kecepatan rata akan sangat mempengaruhi jumlah

pelepasan senyawa pencemar tersebut. Pola berkendara yang ditandai dengan

besarnya frekuensi jalan berhenti mengeluarkan pencemar dalam jumlah yang sangat

besar, disertai dengan penggunaan yang semakin banyak, bila dibandingkan pola

kendaraan yang berjalan dengan kecepatan konstan, untuk semua jenis motor baik

motor bensin maupun motor diesel. Dalam keadaan ini proses pembakaran yang

berlangsung kurang sempurna, sehingga rasio udara mengecil. Kebutuhan bahan

bakar akan bertambah, namun berasal dari bahan bakar sendiri seperti TSP, CO,

THC, SO dan Pb. Di lain pihak, kadar pencemar yang berasal dari udara yang

dibakar akan kecil, karena jumlah udara dalam campuran juga kecil.

Pola berkendaraan perkotaan, secara rata-rata pada dasarnya ditandai dengan

pola diam dan bergerak yang cukup banyak. Beberapa negara telah mengeluarkan

pola berkendaraannya seperti Jepang dan sebagainya Perbedaan antar pola

berkendara tersebut cukup besar, karena memang sangat ditentukan oleh latar

belakang sosial ekonomi masing-masing yang berbeda. Di Indonesia sampai kini

belum memiliki pola berkendara baku yang digunakan untuk pengujian kendaraan

bermotor. Adopsi dari beberapa pola berkendara yang dilakukan dalam pengujian

yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan.

Dua pendekatan strategis yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :

a. Penurunan laju emisi pencemar dari setiap kendaraan untuk setiap kilometer jalan

yang ditempuh.

b. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam suatu daerah tertentu.

Alternatif yang dapat diterapkan dalam kebijakan pengendalian pencemaran yang

memiliki spektrum lebar meskipun belum mencakup semua kemungkinan yang ada,

dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut :

Pemilihan strategi yang terbaik diperlukan sehingga dampak biaya ekonomi yang

akan timbul adalah sekecil mungkin. Kota-kota di Indonesia yang memiliki intensitas

kepadatan tertinggi masing-masing Jakarta, Surabaya, dan Bandung telah terbukti dimana

kota-kota tersebut mampu meningkatkan aktivitas pencemaran udara, khususnya berasal

dari sektor transportasi. Perubahan variabel lalulintas, seperti meningkatnya kemacetan di

kawasan perkotaan dan waktu tempuh jalur sibuk yang telah berubah, sehingga terjadi

peningkatan volume emisi kendaraan bermotor. Efisiensi penggunaan bahan bakar di

Jakarta, Bandung, dan Surabaya sangat menurun dengan sangat berarti akibat terjadinya

perubahan variabel lalu lintas tersebut. Tabel 2, memperlihatkan keadaan efisiensi

penumpang kendaraan bermotor di pusat kota Jakarta, Surabaya, dan Bandung tahun

1999, berdasarkan survei terakhir yang diperoleh, penurunan efisiensi bahan bakar

ditandai oleh penurunan waktu tempuh pada jarak yang sama di seksi jalan utama.

Sebagai contoh jalur Thamrin – Sudirman memiliki kecepatan rata-rata 16,8 km/jam.

Tabel 2. Efisiensi Bahan Bakar dan Variabel Transportasi

Penentu Emisi Pencemar Udara (1993)

Kota Kendaraan

Perhitungan efisiensi bahan bakar pada tahun 1993 telah menunjukkan adanya

penurunan yang signifikan yakni masing-masing 3,28%; 2,7% dan 3,075% per tahun

untuk Jakarta, Surabaya dan Bandung, semakin banyak bahan bakar yang diperlukan

untuk kilometer yang ditempuh. Di Ibukota Jakarta, angka efisiensi adalah yang terkecil,

berarti bahwa kendaraan bermotor dan pola pengemudi di Jakarta lebih buruk

dibandingkan kedua kota lainnya.

2.5 Energi Transportasi

Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor ditentukan oleh

jenis karakteristik mesin, serta jenis BBM yang digunakan. Pembakaran ideal dengan

efisiensi 100 persen adalah tidak mungkin dalam kenyataan dilapangan. Selama

pembakaran BBM dalam motor tidak sempurna, unsur pencemar udara CO, THC (total

hidrokarbon), NOx, Pb, SOx, akan dikeluarkan dari BBM konvensial yang ada saat ini.

Bahan bakar yang lebih bersih akan memungkinkan pembakaran yang sempurna dan

efisiensi energi yang tinggi. Methanol yang umum diterapkan di Brasil merupakan bahan

bakar yang sangat bersih dan efisien. Khusus dalam upaya pengendalian emisi gas buang,

bila peralatan retrofit misalnya konverter katalitik yang digunakan, diperlukan

persyaratan bahan bakar khusus seperti bebas Timbal. Timbal yang dibubuhkan ke dalam

BBM premium akan menunggu fungsi konverter katalitik sehingga mereduksi THC, CO

dan NOx yang tidak dapat berlangsung.

Hal tersebut di atas menujukkan adanya implikasi yang luas dalam mewujudkan

sistem transportasi yang berwawasan lingkungan. Pengendalian emisi gas buang harus

disertai dengan perubahan terhadap BBM-nya. Hal yang sama juga berlaku pula pada

penggantian BBM cair dengan BBG atau methanol yang memerlukan perubahan sistem

pada mesin kendaraan.

III. PEMBAHASAN

3.1 Perencanaan Sistem Transportasi Perkotaan

Pemilihan model transportasi ditentukan oleh pesyaratan pokok berupa

pemindahan barang dan manusia yang dilakukan dalam jumlah besar dengan jarak yang

relatif dekat. Transportasi massa merupakan pilihan terbaik dibandingkan dengan

transportasi individual, dimana dilakukan dengan mengurangi jumlah sarananya sekecil

mungkin dan dalam waktu tempuh yang singkat akan memperoleh efisiensi tertinggi,

sehingga pemakaian total energi penumpang makin kecil dan intensitas emisi pencemar

yang dikeluarkan berkurang.

Penggunaan energi dan pencemaran udara merupakan dasar perencanaan

perkotaan dalam pembangunan sistem transportasi perkotaan. Selama sistem transportasi

yang memadai terlaksana dalam konteks perencanaan kota yang ada, maka melalui

manajemen transportasi, efisiensi energi untuk pencegahan pencemaran udara dapat

dilakukan. Dengan demikian untuk mencapai suatu sistem yang hemat energi, diperlukan

upaya proaktif yang menjamin proses transportasi direncanakan sesuai dengan tata ruang

dan perencanaan kota dalam rentang waktu tertentu. Keadaan ini banyak ditemui di kotakota

besar Indonesia dan juga kota-kota megah lain di dunia. Upaya remedial sistem

transportasi yang diterapkan lebih banyak yang bertujuan untuk memecahkan masalah

yang timbul sekarang dan masa mendatang tanpa integrasi yang sesuai dengan

perencanaan kota.

3.2 Prasarana Transportasi

Prasarana transportasi dapat dicapai melalui hal-hal sebagai berikut :

a. Perencanaan sistem transportasi

Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pembangunan prasarana yang

sesuai dengan persyaratan dan kriteria transportasi itu sendiri yakni meliputi volume

penampungan, kecepatan, aliran puncak, keamanan pengguna jalan dan persyaratan

lingkungan yang perlu, misalnya meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni,

kebisingan, dan pencemaran udara. Sebagai contoh permukaan jalan yang halus akan

mengurangi emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik

atau tanggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya, akan mereduksi tingkat

kebisingan lingkungan yang ada di sekitar dan di sepanjang jalan raya serta

mengurangi emisi pencemar udara ke luar batas kecepatan tinggi.

b. Rekayasa lalu lintas

Rekayasa lalu lintas menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan.

Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara terpadu

dalam perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh dan kendaraan per tujuan

dan seterusnya. Pola berkendara pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa

lalu lintas. Data mengenai pola dan siklus berkendara yang tepat di Indonesia belum

tersedia hingga saat ini. Dalam perencanaan, pertimbangan utama yang diterapkan

adalah lalu lintas berjalan dengan selancar mungkin dan dalam waktu tempuh yang

sekecil mungkin seperti yang diuji dalam tahap model usulan. Dengan demikian

waktu tempuh dari titik asal ke titik tujuan masing-masing akan dapat dicapai

efisiensi bahan bakar yang maksimum dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.

c. Pengendalian Pada Sumber

Jenis kendaraan yang digunakan sebagai transportasi merupakan bagian dari sistem

transportasi yang akan memberikan dampak terhadap lingkungan fisik dan biologis

akibat emisi pencemaran udara dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat

ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan

pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan di Amerika Serikat telah terbukti

membawa perubahan besar. Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan

fenomena pencemaran udara di Los Angeles, dikeluarkan syarat yang ketat oleh

pemerintah federal untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi

bahan bakar. Perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin meliputi pemasangan

katub, valve sistem kalburasi, sistem pematian yang memungkinkan pembakaran

lebih sempurna, sirkulasi uap BBM untuk mengurangi tangki BBM. Teknologi ini

membawa implikasi yang besar terhadap sistem BBM, karena TEL (tetra ethyl lead)

tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM. Bahan subsidi lain diperlukan untuk

menghindari mesin diesel dengan BBM solar meskipun mempunyai keunggulan

tertentu dibandingkan oleh mesin 4-langkah, memberikan emisi gas-gas yang lebih

berbahaya, seperti Aldehida, dan sebagainya.

Tingkat emisi pencemar dari kendaraan bermotor tidak saja tergantung dari

mesin dan proses pembakaran yang diterapkan, tetapi dalam kenyataannya ditentukan

pula oleh kecepatan tempuh, pola berhenti di jalan, beban gandar dan pola kendaraan,

serta umur mesin itu sendiri.

Penyumbang utama dari pencemar udara akibat kegiatan manusia berasal dari

sektor energi, yang mencakup konversi energi, dan konsumsi energi dalam sektor

transportasi, industri dan rumah tangga. Oleh sebab itu, penting dalam pengambilan

berbagai keputusan yang berkaitan dengan sektor energi dan lingkungan tidak hanya

berdasarkan pada mekanisme dan konteks dampak lingkungan dari konsumsi energi.

Hal tersebut di atas menujukkan bahwa Indonesia menghadapi permasalahan

pencemaran udara yang sangat serius dan berkembang pada pusat kota-kota besarnya.

Ditambah lagi dengan pengembangan kegiatan ekonomi, emisi pencemar udara akan

tumbuh dengan cepat. Kondisi ini disertai dengan pola pertumbuhan penduduk

menyebabkan setengah dari penduduk Indonesia akan menghadapi pencemaran udara

yang serius pada 2020. Keseriusan dari pencemar udara di perkotaan ditunjukkan oleh

situasi di Jakarta dimana emisi pencemar udara pada tahun 2000 menjadi dua kali

kondisi pada tahun 1990, dan menjadi enam kali lipat pada tahun 2018. Faktor-faktor

ini akan membahayakan kelanjutan pembangunan sosial dan ekonomi yang

ditimbulkan oleh pencemaran udara jika tidak ditangani sejak dini dengan

menerapkan aturan-aturan baku mengenai keamanan lingkungan.

Faktor utama sebagai penyumbang pencemaran udara ini mencakup :

a. Pertambahan jumlah penduduk

Pertambahan jumlah penduduk menimbulkan pertambahan populasi yang

semakin meningkat pula pada sektor transportasi. Dimana untuk memenuhi laju

kebutuhan sarana dan prasarana transportasi harus dilakukan penambahan armada

pengangkutan yang dapat mendukung mobilisasi manusia yang semakin tinggi.

Hal ini menyebabkan pencemaran udara semakin meningkat dari waktu ke waktu.

b. Aktivitas kehidupan

Manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin

banyak jumlah manusia maka makin banyak pula aktivitas untuk memenuhi

kebutuhan. Hal ini memicu kebutuhan transportasi yang semakin meningkat pula

guna menunjang segala aktivitas manusia.

c. Penambahan transportasi

Semakin tingginya mobilitas penduduk dengan segala aktivitas maka

kegiatan transportasi semakin meningkat pula. Transportasi sudah merupakan

kebutuhan pelengkap yang tidak bisa dilepaskan dari aktivitas individu, bisnis dan

jasa-jasa lainnya. Itu sebabnya sektor transportasi bertumbuh secara linear dengan

mobilitas manusia.

d. Pertumbuhan konsumsi energi

Bahan bakar minyak (BBM) dibutuhkan untuk menunjang segala aktivitas

manusia yang semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan siklus transportasi

yang semakin tinggi. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan energi dalam

transportasi adalah efisiensi penggunaan konsumsi energi secara cepat dalam

sektor transportasi, industri, pembangkit listrik dan rumah tangga, akan

meningkatkan emisi pencemar ke dalam atmosfer. Ditambah lagi peningkatan

penggunaan batu bara dalam pembangkit tenaga listrik pada tahun-tahun

mendatang akan menambah intensitas emisi ke atmosfer.

e. Pencemaran udara

Adanya laju peningkatan sistem transportasi yang melebihi daya dukung

lingkungan menyebabkan alam tidak mampu mendegradasi zat pencemar dari

banyaknya jumlah kendaraan bermotor. Penyumbang utama untuk pencemarpencemar

ini adalah kendaraan bermotor terutama pada daerah perkotaan dimana

konsentrasi partikulat yang cukup tinggi.

Dalam sektor transportasi, laju pertambahan tingkat emisi semakin

meningkat secara cepat sehingga dapat diproyeksikan sekitar 6 % sampai 8% per

tahun bertambah sebesar 2,1 kali konsumsi. Hal ini memicu permasalahan

pencemaran udara perkotaan yang didominasi oleh emisi kendaraan bermotor.

Pencemar seperti CO, SOx, NOx, dan HC merupakan penyumbang utama

dari kendaraan bermotor pada daerah perkotaan dimana konsentrasi partikulat

cukup tinggi. Studi JPUD3 menujukkan bahwa di Jakarta (diperkirakan

kondisinya sama terjadi pada kota-kota besar lainnya) dengan memberi kontribusi

sebagai berikut :

a. Hampir 100% Timbal (Pb)

b. 42% dari suspended particulate matter (SPM)

c. 89% dari Hidrokarbon (HC)

d. 64% dari Nitrogen Oksida (NOx)

e. Hampir seluruh Karbon Monoksida (CO).

Berdasarkan data-data di atas jelas terlihat diperlukannya langkah-langkah

penting untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor terutama di kota-kota besar

dengan mengadopsi langkah-langkah untuk meningkatkan penggunaan modal

transportasi dengan efisiensi energi yang tinggi seperti kereta api dan mengurangi

penggunaan modal transportasi yang tidak efisien seperti mobil pribadi.

Fakta yang terjadi adalah sistem transportasi sangat didominasi oleh

kendaraan bermotor dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Akibat

kebijakan trickle down bagian terbesar manfaat pembangunan terpusat pada

kelompok masyarakat atas. Dengan pola hidup mewah, maka permintaan untuk

kendaraan semakin meningkat pula. Lobi industri otomotif juga semakin kuat

dengan sasaran memperbesar pasaran kendaraan bermotor, terutama kendaraan

pribadi yang potensi pasarnya semakin besar. Sementara itu pengembangan

transportasi umum tertinggal sehingga masyarakat makin terdorong untuk

memiliki kendaraan pribadi. Akibatnya adalah terus meningkatnya nisbah mobil

pribadi terhadap mobil umum. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan kota

yang tepat, alternatif transportasi umum yang lebih baik dan mass rapid transit

system, terutama untuk kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.

3.3. Strategi dan Kebijakan

Implementasi kebijakan yang harus dicapai oleh pemerintah adalah dengan

mengubah kebijakan transport yang terfokus pada kendaraan bermotor harus dapat

menjadi kebijakan dalam transportasi terpadu. Interfensi atau kebijakan dalam sistem

transportasi harus tetap dievaluasi seberapa besar keberhasilannya. Peningkatan ini harus

dipantau sesuai kebutuhan dan laju peningkatan ekonomis, teknis dan pertumbuhan

penduduknya.

Beberapa kebijakan yang dapat diterapkan dalam kegiatan sistem transportasi

meliputi program pengendalian emisi kendaraan bermotor, bahan bakar, dan perbaikan

arus lalu lintas untuk dapat diterapkan, khususnya pada beberapa kota besar di Indonesia.

Kebijakan yang diambil menitik beratkan pada hal-hal sebagai berikut :

1. Mempromosikan penggunaan Catalytic Converters untuk kendaraan baru.

2. Menerapkan persyaratan desain atau manufaktur kendaraan untuk menjamin bahwa

kendaraan baru didesain mempunyai emisi yang rendah.

3. Mempromosikan bahan bakar gas untuk kendaraan dengan substitusi bensin dengan

CNG dan Liquid Petroleum Gas (LPG) sebagai sumber energi bagi transportasi

umum di kota metropolitan.

4. Meningkatkan dan membuat infrastruktur untuk pendistribusian CNG dan LPG bagi

transportasi di kota metropolitan.

5. Secara bertahap menghapus kendaraan tua yang boros bahan bakar karena buruknya

kondisi mesinnya, maupun penghapusan kendaraan dua-langkah yang memiliki

karakteristik pembakaran yang kurang efisien dan bahan bakar yang bercampur oli.

6. Menempatkan dan menegakkan program pengendalian emisi dan mempromosikan

perbaikan pemeliharaan mesin kendaraan bermotor melalui :

• Pemeriksaan berskala

• Mewajibkan perbaikan mesin dan peningkatan pemeliharaan bagi kendaraan

dengan emisi yang tinggi

• Inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan.

7. Mengurangi dan menghilangkan secara bertahap kandungan Pb di bensin dengan cara

menyediakan migas tanpa Timbal di seluruh kota metropolitan.

8. Mengurangi kandungan Pb dengan migas yang yang saat ini mengandung Timbal dari

0,45 gram/liter menjadi 0,15 gram/liter.

9. Memperbaiki transportasi umum di kota besar dengan cara :

• Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan jaringan kereta api, baik untuk

daerah metropolitan maupun hubungan antar kota.

• Mengatur perencanaan kota yang tepat.

• Meningkatkan dan mengembangkan alternatif transportasi umum yang menarik.

• Membentuk mass rapid transit system di kota-kota besar seperti Jakarta dan

Surabaya.

10. Memperbaiki arus lalu lintas dengan cara perencanaan spesifik, melenyapkan bottle

necks yang ada, pembangunan jalan untuk mengurangi jumlah perjalanan yang

dibutuhkan, serta memperbaiki jasa komunikasi untuk mengurangi kebutuhan guna

melakukan perjalanan tambahan.

11. Menganjurkan pengembangan dan pengoperasian kendaraan-kendaraan beremisi

rendah seperti kendaraan :

• Diesel-electric hybrid

• Diesel-hydraulic hybrid

• Comprassed natural gas

• Methanol

• Electric

• Hydrogen

• Solar power

12. Meneruskan perbaikan pengendalian emisi dengan :

• Memperbaiki fasilitas pengujian dan metode inspeksi

• Memperbaiki standar emisi

• Memperbaiki inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan

13. Memperbaiki desain kendaraan dan mesinnya untuk meningkatkan efisiensi

penggunaan bahan bakar. Hal ini akan memperbaiki :

• Konsumsi bahan baker kendaraan

• Tingkat emisi kendaraan.

IV. KESIMPULAN

1. Untuk mengatasi emisi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor maka harus

melakukan perencanaan sistem transportasi perkotaan melalui 3 (tiga) pendekatan,

meliputi :

a. Perencanaan sistem transportasi berdasarkan pembangunan prasarana yang sesuai

dengan persyaratan dan kriteria transportasi antara :

• Volume penampungan

• Kecepatan

• Aliran puncak

• Keamanan pengguna jalan

• Metode lain yang dapat menciptakan efisiensi berkendaraan

b. Rekayasa lalu lintas dapat dilakukan :

• Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar melalui perencanaan jalan,

kecepatan rata-rata, jarak tempuh, dan lain-lain.

• Pola berkendara

c. Pengendalian pada sumber.

2. Bentuk kebijakan pengendalian pencemaran udara pada sistem transportasi, meliputi :

a. Promosi penggunaan Catalytic Converters untuk kendaraan baru.

b. Penerapan persyaratan desain kendaraan yang mempunyai emisi yang rendah.

c. Penggunaan bahan bakar gas kendaraan untuk substitusi bensin.

d. Program pengendalian emisi melalui :

• Pemeriksaan berskala

• Mewajibkan perbaikan mesin dan peningkatan pemeliharaan bagi kendaraan

dengan emisi yang tinggi

• Inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan.

e. Menganjurkan pengoperasian kendaraan beremisi rendah seperti kendaraan :

• Diesel-electric hybrid

• Diesel-hydraulic hybrid

• Comprassed natural gas

• Methanol

• Electric

• Hydrogen

• Solar power

Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com