I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara spacial, aktivitas wilayah perkotaan tidak bisa dilepaskan dari sektorsektor permukiman, transportasi, komersial, industri, pengelolaan limbah padat dan sektor penunjang lainnya. Hal itu semua merupakan kegiatan yang potensial dalam mengubah kualitas udara perkotaan itu sendiri. Perkembangan sektor perkotaan ini sangat dinamik dan tentu saja mengikuti perkembangan sosial ekonomi perkotaan. Diperkirakan dengan semakin berkembangnya wilayah perkotaan, dalam hal ini wilayah spacial yang skala aktivitas ekonominya semakin besar, akan menambah beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak pencemaran udara semakin terasa di daerah pusat kegiatan ekonomi dan perkotaan-perkotaan besar. Dari berbagai sektor potensial, pencemaran pada umumnya bersumber dari sector transportasi. Sektor ini (transportasi) menyumbang paling banyak polusi bila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Dengan karakteristik demikian, penyebaran pencemaran yang di-emisikan dari sumber kendaraan bermotor ini, mempunyai suatu pola penyebaran khusus yang meluas. Faktor perencanaan sistem transportasi sangat mempengaruhi penyebaran emisi. Pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara perkotaan, dalam berbagai hal sangat tergantung dari manajemen dan pengaturan
transportasi kendaraan bermotor, meskipun sektor potensial lainnya tidak dapat diabaikan
begitu saja emisi yang dihasilkannya.
Kebutuhan sektor transportasi yang sangat besar diperkotaan tentu saja
berdampak pada kebutuhan bahan energi khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM).
Sebagian besar energi yang digunakan oleh sektor transportasi berasal dari bahan bakar
minyak atau dengan kata lain, pengguna BBM terbesar berasal dari sektor transportasi
yang terkait dengan kehidupan ekonomi dan sosial perkotaan. Tanpa sistem transportasi
yang baik diperkotaan maka kelancaran ekonomi, sosial, politik dan keamanan akan
terganggu. Oleh sebab itu, pembangunan sistem transportasi yang baik merupakan suatu
keharusan, karena sistem transportasi juga sangat mempengaruhi pola tata ruang
pertumbuhan kota-kota satelit.
Oleh sebab itu perkembangan perkotaan harus diikuti dengan pemberlakukan
kebijakan transportasi yang terfokus pada kendaraan bermotor. Pemikiran ini didasari
oleh karena sektor transportasi merupakan penyumbang utama dari pencemaran udara di
daerah perkotaan. Di Jabotabek (Tahun 1990), transportasi darat menghasilkan polusi
setengah dari emisi partikulat, dan untuk sebagian besar Pb (timbal), CO
(karbonmonoksida), HC (hidrokarbon), dan NOx (nitrogen oksida) di daerah perkotaan,
dengan konsentrasi utama terdapat di daerah lalu lintas yang padat dengan tingkat
pencemaran yang telah melampaui standar kualitas udara ambien.
Tingginya konsentrasi pencemar-pencemar utama ini berdampak pada gangguan
kesehatan manusia, seperti juga dampaknya pada tingkat produktivitas dan kualitas hidup
dimana biaya kerugiannya sulit diestimasi karena kompensasi terhadap lingkungan
memang tidak ditransaksi melalui mekanisme pasar (sumber kegagalan pasar).
1.2. Formulasi Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran diatas, maka pertanyaan yang diajukan adalah
bagaimana perencanaan transportasi perkotaan untuk mengatasi emisi udara yang berasal
dari kendaraan bermotor diperkotaan agar kenyamanan perkotaan senantiasa terjaga
dengan baik, dan bagaimana pula bentuk kebijakan pengendalian pendemaran udara yang
bersumber pada transportasi perkotaan.
II. LANDASAN BERPIKIR
2.1 Sektor Transportasi Perkotaan
Sektor transportasi telah dikenal sebagai salah satu sektor indikatif yang sangat
berperan dalam pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Perkembangan sektor ini
senantiasa berlangsung mengikuti mobilitas manusia. Namun demikian, sektor ini dikenal
pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan
dalam cakupan khusus dan rutin. Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam
sektor ini dianggap sebagai penyebab utama timbulnya dampak kerusakan lingkungan
udara, terutama di daerah-daerah inti (Central Bisnis Distrik). Pada daerah yang maju
dengan mobilitas manusia yang tinggi dan menjadikan kendaraan bermotor sebagai
transportasi utama, mendorong semakin meningkatnya polusi udara pada lingkungan.
Ditambah dengan kurangnya kesadaran dan pengetahuan pemilik kendaraan bermotor
selama ini untuk mengurangi polusi yang dihasilkan emisi kendaraan bermotornya, maka
polusi udara menjadi ancaman serius bagi manusia dan mahluk hidup lainnya.
Proses pembakaran bahan minyak seperti diketahui akan mengeluarkan unsur
senyawa pencemar ke udara. Unsur fotoysidan merupakan produk sekunder yang
terbentuk di atmosfer dari reaksi fotolisis total hidrokarbon dengan nitrogen dioksida.
Transportasi yang berwawasan lingkungan perlu mempertimbangkan implikasi dampak
terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan,
serta penggunaan sumber daya energi se-efisien mungkin.
Terdapat 3 (tiga) aspek utama yang menentukan intensitas dampak lingkungan,
khususnya pencemaran udara dan kebisingan energi di daerah perkotaan yaitu :
1. Aspek perencanaan transportasi meliputi barang dan manusia
2. Aspek rekayasa transportasi meliputi aliran pola moda transportasi, sarana jalan,
sistem lalu lintas dan faktor lainnya.
3. Aspek teknik mesin dan sumber energi alat transportasi.
Dalam banyak hal masalah pencemaran udara perkotaan akibat transportasi akan
timbul karena pengaruh aspek tersebut. Perencanaan pola transportasi yang tidak
memadai dalam hal prasarana maupun sistem lalu lintas akan sangat menentukan
intensitas pencemaran udara yang terjadi. Kepadatan lalu lintas yang disertai dengan
kemacetan jalan dengan tingkat pemberhentian yang sering, kecepatan aliran lalu lintas
dan seterusnya, akan secara langsung dikeluarkan oleh kendaraan bermotor. Di lain pihak
terdapat jenis kendaraan yang menentukan tingkat emisi pencemar yang keluar dari jenis
setiap kendaraan.
Pengendalian pencemaran udara perkotaan mempunyai implikasi yang luas,
mencakup aspek perencanaan
yang digunakan. Faktor penting yang menyebabkan dominannya pengaruh sektor
transportasi terhadap pencemaran udara perkotaan di
oleh :
1. Perkembangan jumlah kendaraan yang cepat.
2. Tidak seimbangnya prasarana transportasi dengan jumlah kendaraan yang ada.
3. Pola lalulintas perkotaan yang berorientasi memusat akibat terpusatnya kegiatan
perekonomian dan perkantoran di luar
4. Pembuatan dan pelaksanaan kebijakan pengembangan
5. Menyatunya pusat pemerintahan dan pusat ekonomi.
6. Kemacetan aliran lalu lintas.
7. Jenis umur dan karakteristik kendaraan umum.
8. Faktor perawatan kendaraan.
9. Jenis bahan bakar yang digunakan.
10. Jenis permukaan jalan.
11. Sikap dan pola pengemudi.
Di samping faktor yang menentukan intensitas emisi pencemar seperti tersebut di
atas, faktor penting lainnya berupa potensi dispersi atmosfer daerah perkotaan yang
sangat tergantung kepada kondisi dan perilaku meteorologi. Kendala teknik dan ekonomi
pada pengelolaan limbah sumber bergerak dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Sumber energi
Sektor transportasi mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumber energi.
Seperti diketahui, dari sumber energi inilah yang menimbulkan dampak terhadap
lingkungan. Hampir semua produk energi dan rancangan kendaraan, bahan bakar
yang digunakan rata-rata masih memicu dikeluarkannya emisi pencemar udara.
Penggunaan BBM bensin pada motor akan selalu mengeluarkan senyawa seperti CO,
THC (total hidrokarbon), TSP, NOx, dan SOx. BBM premium yang dibubuhi TEL
akan mengeluarkan pola partikel Timbal. Solar dalam motor diesel akan
mengeluarkan beberapa senyawa tambahan (di samping senyawa tersebut di atas)
terutama adalah fraksi organik seperti adelhida, PAH (.....), yang mempunyai
dampak kesehatan yang lebih besar dibandingkan dengan senyawa lainnya.
b. Pola berkendara
Pola berkendara merupakan salah satu faktor transportasi penting yang akan secara
langsung mempengaruhi jumlah dan intensitas emisi pencemar udara. Faktor ini
merupakan produk langsung dari jenis kendaraan bermotor dan rekayasa motor bakar
yang digunakan dengan pola sistem transportasi. Selain itu dalam banyak hal, pola
berkendara sangat ditentukan pula oleh latar belakang sosial ekonomi.
Pola berkendara dan kecepatan rata akan sangat mempengaruhi jumlah
pelepasan senyawa pencemar tersebut. Pola berkendara yang ditandai dengan
besarnya frekuensi jalan berhenti mengeluarkan pencemar dalam jumlah yang sangat
besar, disertai dengan penggunaan yang semakin banyak, bila dibandingkan pola
kendaraan yang berjalan dengan kecepatan konstan, untuk semua jenis motor baik
motor bensin maupun motor diesel. Dalam keadaan ini proses pembakaran yang
berlangsung kurang sempurna, sehingga rasio udara mengecil. Kebutuhan bahan
bakar akan bertambah, namun berasal dari bahan bakar sendiri seperti TSP, CO,
THC, SO dan Pb. Di lain pihak, kadar pencemar yang berasal dari udara yang
dibakar akan kecil, karena jumlah udara dalam campuran juga kecil.
Pola berkendaraan perkotaan, secara rata-rata pada dasarnya ditandai dengan
pola diam dan bergerak yang cukup banyak. Beberapa negara telah mengeluarkan
pola berkendaraannya seperti Jepang dan sebagainya Perbedaan antar pola
berkendara tersebut cukup besar, karena memang sangat ditentukan oleh latar
belakang sosial ekonomi masing-masing yang berbeda. Di Indonesia sampai kini
belum memiliki pola berkendara
bermotor. Adopsi dari beberapa pola berkendara yang dilakukan dalam pengujian
yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan.
Dua pendekatan strategis yang dapat diterapkan adalah sebagai berikut :
a. Penurunan laju emisi pencemar dari setiap kendaraan untuk setiap kilometer jalan
yang ditempuh.
b. Penurunan jumlah dan kerapatan total kendaraan di dalam suatu daerah tertentu.
Alternatif yang dapat diterapkan dalam kebijakan pengendalian pencemaran yang
memiliki spektrum lebar meskipun belum mencakup semua kemungkinan yang ada,
dapat dilihat pada Tabel 1, sebagai berikut :
Pemilihan strategi yang terbaik diperlukan sehingga dampak biaya ekonomi yang
akan timbul adalah sekecil mungkin. Kota-kota di
kepadatan tertinggi masing-masing
kota-kota tersebut mampu meningkatkan aktivitas pencemaran udara, khususnya berasal
dari sektor transportasi. Perubahan variabel lalulintas, seperti meningkatnya kemacetan di
kawasan perkotaan dan waktu tempuh jalur sibuk yang telah berubah, sehingga terjadi
peningkatan volume emisi kendaraan bermotor. Efisiensi penggunaan bahan bakar di
perubahan variabel lalu lintas tersebut. Tabel 2, memperlihatkan keadaan efisiensi
penumpang kendaraan bermotor di pusat
1999, berdasarkan survei terakhir yang diperoleh, penurunan efisiensi bahan bakar
ditandai oleh penurunan waktu tempuh pada jarak yang sama di seksi jalan utama.
Sebagai contoh jalur Thamrin – Sudirman memiliki kecepatan rata-rata 16,8 km/jam.
Tabel 2. Efisiensi Bahan Bakar dan Variabel Transportasi
Penentu Emisi Pencemar Udara (1993)
Perhitungan efisiensi bahan bakar pada tahun 1993 telah menunjukkan adanya
penurunan yang signifikan yakni masing-masing 3,28%; 2,7% dan 3,075% per tahun
untuk
untuk kilometer yang ditempuh. Di Ibukota Jakarta, angka efisiensi adalah yang terkecil,
berarti bahwa kendaraan bermotor dan pola pengemudi di
dibandingkan kedua
2.5 Energi Transportasi
Besarnya intensitas emisi yang dikeluarkan kendaraan bermotor ditentukan oleh
jenis karakteristik mesin, serta jenis BBM yang digunakan. Pembakaran ideal dengan
efisiensi 100 persen adalah tidak mungkin dalam kenyataan dilapangan. Selama
pembakaran BBM dalam motor tidak sempurna, unsur pencemar udara CO, THC (total
hidrokarbon), NOx, Pb, SOx, akan dikeluarkan dari BBM konvensial yang ada saat ini.
Bahan bakar yang lebih bersih akan memungkinkan pembakaran yang sempurna dan
efisiensi energi yang tinggi. Methanol yang umum diterapkan di Brasil merupakan bahan
bakar yang sangat bersih dan efisien. Khusus dalam upaya pengendalian emisi gas buang,
bila peralatan retrofit misalnya konverter katalitik yang digunakan, diperlukan
persyaratan bahan bakar khusus seperti bebas Timbal. Timbal yang dibubuhkan ke dalam
BBM premium akan menunggu fungsi konverter katalitik sehingga mereduksi THC, CO
dan NOx yang tidak dapat berlangsung.
Hal tersebut di atas menujukkan adanya implikasi yang luas dalam mewujudkan
sistem transportasi yang berwawasan lingkungan. Pengendalian emisi gas buang harus
disertai dengan perubahan terhadap BBM-nya. Hal yang sama juga berlaku pula pada
penggantian BBM cair dengan BBG atau methanol yang memerlukan perubahan sistem
pada mesin kendaraan.
III. PEMBAHASAN
3.1 Perencanaan Sistem Transportasi Perkotaan
Pemilihan model transportasi ditentukan oleh pesyaratan pokok berupa
pemindahan barang dan manusia yang dilakukan dalam jumlah besar dengan jarak yang
relatif dekat. Transportasi
transportasi individual, dimana dilakukan dengan mengurangi jumlah sarananya sekecil
mungkin dan dalam waktu tempuh yang singkat akan memperoleh efisiensi tertinggi,
sehingga pemakaian total energi penumpang makin kecil dan intensitas emisi pencemar
yang dikeluarkan berkurang.
Penggunaan energi dan pencemaran udara merupakan dasar perencanaan
perkotaan dalam pembangunan sistem transportasi perkotaan. Selama sistem transportasi
yang memadai terlaksana dalam konteks perencanaan
manajemen transportasi, efisiensi energi untuk pencegahan pencemaran udara dapat
dilakukan. Dengan demikian untuk mencapai suatu sistem yang hemat energi, diperlukan
upaya proaktif yang menjamin proses transportasi direncanakan sesuai dengan tata ruang
dan perencanaan
besar
transportasi yang diterapkan lebih banyak yang bertujuan untuk memecahkan masalah
yang timbul sekarang dan masa mendatang tanpa integrasi yang sesuai dengan
perencanaan
3.2 Prasarana Transportasi
Prasarana transportasi dapat dicapai melalui hal-hal sebagai berikut :
a. Perencanaan sistem transportasi
Perencanaan sistem transportasi harus disertai dengan pembangunan prasarana yang
sesuai dengan persyaratan dan kriteria transportasi itu sendiri yakni meliputi volume
penampungan, kecepatan, aliran puncak, keamanan pengguna jalan dan persyaratan
lingkungan yang perlu, misalnya meliputi jenis permukaan, pengamanan penghuni,
kebisingan, dan pencemaran udara. Sebagai contoh permukaan jalan yang halus akan
mengurangi emisi pencemaran debu akibat gesekan ban dengan jalan. Tabir akustik
atau tanggul tanah dan jalur hijau sepanjang jalan raya, akan mereduksi tingkat
kebisingan lingkungan yang ada di sekitar dan di sepanjang jalan raya serta
mengurangi emisi pencemar udara ke luar batas kecepatan tinggi.
b. Rekayasa lalu lintas
Rekayasa lalu lintas menentukan jalannya sistem transportasi yang direncanakan.
Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar dapat dioptimalkan secara terpadu
dalam perencanaan jalur, kecepatan rata-rata, jarak tempuh dan kendaraan per tujuan
dan seterusnya. Pola berkendara pada dasarnya dapat direncanakan melalui rekayasa
lalu lintas. Data mengenai pola dan siklus berkendara yang tepat di
tersedia hingga saat ini. Dalam perencanaan, pertimbangan utama yang diterapkan
adalah lalu lintas berjalan dengan selancar mungkin dan dalam waktu tempuh yang
sekecil mungkin seperti yang diuji dalam tahap model usulan. Dengan demikian
waktu tempuh dari titik asal ke titik tujuan masing-masing akan dapat dicapai
efisiensi bahan bakar yang maksimum dan reduksi pencemar udara yang lebih besar.
c. Pengendalian Pada Sumber
Jenis kendaraan yang digunakan sebagai transportasi merupakan bagian dari sistem
transportasi yang akan memberikan dampak terhadap lingkungan fisik dan biologis
akibat emisi pencemaran udara dan kebisingan. Kedua jenis pencemaran ini sangat
ditentukan oleh jenis dan kinerja mesin penggerak yang digunakan. Persyaratan
pengendalian pencemaran seperti yang diterapkan di Amerika Serikat telah terbukti
membawa perubahan besar. Sejak tahun 1970, bersamaan dengan krisis energi dan
fenomena pencemaran udara di
pemerintah federal untuk mengendalikan emisi kendaraan bermotor dan efisiensi
bahan bakar. Perubahan yang dilakukan dalam rencana mesin meliputi pemasangan
katub, valve sistem kalburasi, sistem pematian yang memungkinkan pembakaran
lebih sempurna, sirkulasi uap BBM untuk mengurangi tangki BBM. Teknologi ini
membawa implikasi yang besar terhadap sistem BBM, karena TEL (tetra ethyl lead)
tidak dapat lagi ditambahkan dalam BBM. Bahan subsidi lain diperlukan untuk
menghindari mesin diesel dengan BBM solar meskipun mempunyai keunggulan
tertentu dibandingkan oleh mesin 4-langkah, memberikan emisi gas-gas yang lebih
berbahaya, seperti Aldehida, dan sebagainya.
Tingkat emisi pencemar dari kendaraan bermotor tidak saja tergantung dari
mesin dan proses pembakaran yang diterapkan, tetapi dalam kenyataannya ditentukan
pula oleh kecepatan tempuh, pola berhenti di jalan, beban gandar dan pola kendaraan,
serta umur mesin itu sendiri.
Penyumbang utama dari pencemar udara akibat kegiatan manusia berasal dari
sektor energi, yang mencakup konversi energi, dan konsumsi energi dalam sektor
transportasi, industri dan rumah tangga. Oleh sebab itu, penting dalam pengambilan
berbagai keputusan yang berkaitan dengan sektor energi dan lingkungan tidak hanya
berdasarkan pada mekanisme dan konteks dampak lingkungan dari konsumsi energi.
Hal tersebut di atas menujukkan bahwa
pencemaran udara yang sangat serius dan berkembang pada pusat kota-kota besarnya.
Ditambah lagi dengan pengembangan kegiatan ekonomi, emisi pencemar udara akan
tumbuh dengan cepat. Kondisi ini disertai dengan pola pertumbuhan penduduk
menyebabkan setengah dari penduduk
yang serius pada 2020. Keseriusan dari pencemar udara di perkotaan ditunjukkan oleh
situasi di
kondisi pada tahun 1990, dan menjadi enam kali lipat pada tahun 2018. Faktor-faktor
ini akan membahayakan kelanjutan pembangunan sosial dan ekonomi yang
ditimbulkan oleh pencemaran udara jika tidak ditangani sejak dini dengan
menerapkan aturan-aturan
Faktor utama sebagai penyumbang pencemaran udara ini mencakup :
a. Pertambahan jumlah penduduk
Pertambahan jumlah penduduk menimbulkan pertambahan populasi yang
semakin meningkat pula pada sektor transportasi. Dimana untuk memenuhi laju
kebutuhan sarana dan prasarana transportasi harus dilakukan penambahan armada
pengangkutan yang dapat mendukung mobilisasi manusia yang semakin tinggi.
Hal ini menyebabkan pencemaran udara semakin meningkat dari waktu ke waktu.
b. Aktivitas kehidupan
Manusia selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin
banyak jumlah manusia maka makin banyak pula aktivitas untuk memenuhi
kebutuhan. Hal ini memicu kebutuhan transportasi yang semakin meningkat pula
guna menunjang segala aktivitas manusia.
c. Penambahan transportasi
Semakin tingginya mobilitas penduduk dengan segala aktivitas maka
kegiatan transportasi semakin meningkat pula. Transportasi sudah merupakan
kebutuhan pelengkap yang tidak bisa dilepaskan dari aktivitas individu, bisnis dan
jasa-jasa lainnya. Itu sebabnya sektor transportasi bertumbuh secara linear dengan
mobilitas manusia.
d. Pertumbuhan konsumsi energi
Bahan bakar minyak (BBM) dibutuhkan untuk menunjang segala aktivitas
manusia yang semakin meningkat guna memenuhi kebutuhan siklus transportasi
yang semakin tinggi. Yang perlu diperhatikan dalam penggunaan energi dalam
transportasi adalah efisiensi penggunaan konsumsi energi secara cepat dalam
sektor transportasi, industri, pembangkit listrik dan rumah tangga, akan
meningkatkan emisi pencemar ke dalam atmosfer. Ditambah lagi peningkatan
penggunaan batu bara dalam pembangkit tenaga listrik pada tahun-tahun
mendatang akan menambah intensitas emisi ke atmosfer.
e. Pencemaran udara
Adanya laju peningkatan sistem transportasi yang melebihi daya dukung
lingkungan menyebabkan alam tidak mampu mendegradasi zat pencemar dari
banyaknya jumlah kendaraan bermotor. Penyumbang utama untuk pencemarpencemar
ini adalah kendaraan bermotor terutama pada daerah perkotaan dimana
konsentrasi partikulat yang cukup tinggi.
Dalam sektor transportasi, laju pertambahan tingkat emisi semakin
meningkat secara cepat sehingga dapat diproyeksikan sekitar 6 % sampai 8% per
tahun bertambah sebesar 2,1 kali konsumsi. Hal ini memicu permasalahan
pencemaran udara perkotaan yang didominasi oleh emisi kendaraan bermotor.
Pencemar seperti CO, SOx, NOx, dan HC merupakan penyumbang utama
dari kendaraan bermotor pada daerah perkotaan dimana konsentrasi partikulat
cukup tinggi. Studi JPUD3 menujukkan bahwa di
kondisinya sama terjadi pada kota-kota besar lainnya) dengan memberi kontribusi
sebagai berikut :
a. Hampir 100% Timbal (Pb)
b. 42% dari suspended particulate matter (SPM)
c. 89% dari Hidrokarbon (HC)
d. 64% dari Nitrogen Oksida (NOx)
e. Hampir seluruh Karbon Monoksida (CO).
Berdasarkan data-data di atas jelas terlihat diperlukannya langkah-langkah
penting untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor terutama di kota-kota besar
dengan mengadopsi langkah-langkah untuk meningkatkan penggunaan modal
transportasi dengan efisiensi energi yang tinggi seperti kereta api dan mengurangi
penggunaan modal transportasi yang tidak efisien seperti mobil pribadi.
Fakta yang terjadi adalah sistem transportasi sangat didominasi oleh
kendaraan bermotor dengan laju pertumbuhan yang sangat tinggi. Akibat
kebijakan trickle down bagian terbesar manfaat pembangunan terpusat pada
kelompok masyarakat atas. Dengan pola hidup mewah, maka permintaan untuk
kendaraan semakin meningkat pula. Lobi industri otomotif juga semakin kuat
dengan sasaran memperbesar pasaran kendaraan bermotor, terutama kendaraan
pribadi yang potensi pasarnya semakin besar. Sementara itu pengembangan
transportasi umum tertinggal sehingga masyarakat makin terdorong untuk
memiliki kendaraan pribadi. Akibatnya adalah terus meningkatnya nisbah mobil
pribadi terhadap mobil umum. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan
yang tepat, alternatif transportasi umum yang lebih baik dan mass rapid transit
system, terutama untuk kota-kota besar seperti
3.3. Strategi dan Kebijakan
Implementasi kebijakan yang harus dicapai oleh pemerintah adalah dengan
mengubah kebijakan transport yang terfokus pada kendaraan bermotor harus dapat
menjadi kebijakan dalam transportasi terpadu. Interfensi atau kebijakan dalam sistem
transportasi harus tetap dievaluasi seberapa besar keberhasilannya. Peningkatan ini harus
dipantau sesuai kebutuhan dan laju peningkatan ekonomis, teknis dan pertumbuhan
penduduknya.
Beberapa kebijakan yang dapat diterapkan dalam kegiatan sistem transportasi
meliputi program pengendalian emisi kendaraan bermotor, bahan bakar, dan perbaikan
arus lalu lintas untuk dapat diterapkan, khususnya pada beberapa
Kebijakan yang diambil menitik beratkan pada hal-hal sebagai berikut :
1. Mempromosikan penggunaan Catalytic Converters untuk kendaraan baru.
2. Menerapkan persyaratan desain atau manufaktur kendaraan untuk menjamin bahwa
kendaraan baru didesain mempunyai emisi yang rendah.
3. Mempromosikan bahan bakar gas untuk kendaraan dengan substitusi bensin dengan
CNG dan Liquid Petroleum Gas (LPG) sebagai sumber energi bagi transportasi
umum di
4. Meningkatkan dan membuat infrastruktur untuk pendistribusian CNG dan LPG bagi
transportasi di
5. Secara bertahap menghapus kendaraan tua yang boros bahan bakar karena buruknya
kondisi mesinnya, maupun penghapusan kendaraan dua-langkah yang memiliki
karakteristik pembakaran yang kurang efisien dan bahan bakar yang bercampur oli.
6. Menempatkan dan menegakkan program pengendalian emisi dan mempromosikan
perbaikan pemeliharaan mesin kendaraan bermotor melalui :
• Pemeriksaan berskala
• Mewajibkan perbaikan mesin dan peningkatan pemeliharaan bagi kendaraan
dengan emisi yang tinggi
• Inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan.
7. Mengurangi dan menghilangkan secara bertahap kandungan Pb di bensin dengan cara
menyediakan migas tanpa Timbal di seluruh
8. Mengurangi kandungan Pb dengan migas yang yang saat ini mengandung Timbal dari
0,45 gram/liter menjadi 0,15 gram/liter.
9. Memperbaiki transportasi umum di
• Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan jaringan kereta api, baik untuk
daerah metropolitan maupun hubungan antar
• Mengatur perencanaan
• Meningkatkan dan mengembangkan alternatif transportasi umum yang menarik.
• Membentuk mass rapid transit system di kota-kota besar seperti
10. Memperbaiki arus lalu lintas dengan cara perencanaan spesifik, melenyapkan bottle
necks yang ada, pembangunan jalan untuk mengurangi jumlah perjalanan yang
dibutuhkan, serta memperbaiki jasa komunikasi untuk mengurangi kebutuhan guna
melakukan perjalanan tambahan.
11. Menganjurkan pengembangan dan pengoperasian kendaraan-kendaraan beremisi
rendah seperti kendaraan :
• Diesel-electric hybrid
• Diesel-hydraulic hybrid
• Comprassed natural gas
• Methanol
• Electric
• Hydrogen
• Solar power
12. Meneruskan perbaikan pengendalian emisi dengan :
• Memperbaiki fasilitas pengujian dan metode inspeksi
• Memperbaiki standar emisi
• Memperbaiki inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan
13. Memperbaiki desain kendaraan dan mesinnya untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan bakar. Hal ini akan memperbaiki :
• Konsumsi bahan baker kendaraan
• Tingkat emisi kendaraan.
IV. KESIMPULAN
1. Untuk mengatasi emisi udara yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor maka harus
melakukan perencanaan sistem transportasi perkotaan melalui 3 (tiga) pendekatan,
meliputi :
a. Perencanaan sistem transportasi berdasarkan pembangunan prasarana yang sesuai
dengan persyaratan dan kriteria transportasi antara :
• Volume penampungan
• Kecepatan
• Aliran puncak
• Keamanan pengguna jalan
• Metode lain yang dapat menciptakan efisiensi berkendaraan
b. Rekayasa lalu lintas dapat dilakukan :
• Penghematan energi dan reduksi emisi pencemar melalui perencanaan jalan,
kecepatan rata-rata, jarak tempuh, dan lain-lain.
• Pola berkendara
c. Pengendalian pada sumber.
2. Bentuk kebijakan pengendalian pencemaran udara pada sistem transportasi, meliputi :
a. Promosi penggunaan Catalytic Converters untuk kendaraan baru.
b. Penerapan persyaratan desain kendaraan yang mempunyai emisi yang rendah.
c. Penggunaan bahan bakar gas kendaraan untuk substitusi bensin.
d. Program pengendalian emisi melalui :
• Pemeriksaan berskala
• Mewajibkan perbaikan mesin dan peningkatan pemeliharaan bagi kendaraan
dengan emisi yang tinggi
• Inspeksi dan penegakkan peraturan di jalan.
e. Menganjurkan pengoperasian kendaraan beremisi rendah seperti kendaraan :
• Diesel-electric hybrid
• Diesel-hydraulic hybrid
• Comprassed natural gas
• Methanol
• Electric
• Hydrogen
• Solar power
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.