Thursday, October 29, 2009

Pengertian Tarekat


BAB I
PENDAHULUAN

1. Kenyataan Sejarah 
Cikal bakal tasawuf dan tarekat, benih-benih dan dasar ajarannya tak dapat dipungkirisudah ada sejak dalam kehidupan Nabi Muhammad SAW. Hal ini dapat dilihat dalam perilaku dan peristiwa yang terjadi dalam hidup, dalam ibadah dan dalam pribadi Nabi Muhammad SAW. Cikal bakal itu semuanya berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Cikal bakal inilah yang diteruskan pengamalannya oleh Ahlul Bait, Khulafaur-Rasyidin, para sahabat yang lain, para Ahlus Shufah , para Salafus Shaleh, zaman tabi’in, tabi’it tabi’in sampai dengan zaman muta-akhirin sekarang ini. 

Para Sufi dan Syekh-syekh Mursyid dalam tarekat, merumuskan bagaimana sistematika, jalan, cara, dan tingkat –tingkat jalan yang harus dilalui oleh para calon sufi atau muri tarekat secara rohani untuk cepat bertaqarrub, mendekatkan diri kehadirat Allah SWT.

Kenyataan dalam sejarah juga menunjukkan, bahwa peran serta aktif dari para sufi dan para tuan syekh, mursyid, adalah amat besar dalam dakwah islam dan dalam pembinaan umat, tidak hanya dalam bidang ibadah ubudiyah, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan perorangan, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pendapat yang menyatakan bahwa tasawuf dan tarekat itu menghambat kemajuan atau menyebabkan umat menjadi terbelakang adalah sangat keliru. Kenyataan juga membuktikan, sejak dahulu sampai sekarang, kemajuan pembangunan yang serba canggih buah dari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), tanpa dikendalikan oleh iman dan taqwa(IMTAQ), tidak hanya mengancam timbulnya kehancuran umat manusia. Dengan kata lain, kemajuan dalam bidang benda material tanpa diimbangi degan kemajuan pembinaan mental spiritual , akan menjurus kepada kehancuran menyeluruh.

2. Tarekat di Indonesia
Seperti diketahui dari sejarah, masuknya tasawuf dan tarekat ke Indonesia bersamaan dengan masuknya islam. Aliran lembaga tarekat yang masuk ke Indonesia bersamaan dengan memuncaknya gerakan tasawuf internasional, seperti Tarekat Khalwatiyah,Syattariyah, Syadziliyah, demikia juga tarekat-tarekat yang lain, yaitu Tarekat Qadiriyah, Rifa’iyah,Idrisiyah, dan yang paling besar dan menyeluruh tersebar di seluruh kepulauan Nusantara adalah tarekat Naqsabandiyah.

BAB II PEMBAHASAN
TAREKAT DAN PERKEMBANGANNYA

1. Pengertian Tarekat
Asal kata “tarekat” dalam bahasa arab yaitu “thariqah” yang berarti jalan, keadaan, aliran, atau garis pada sesuatu.[1]

Menurut istilah tasawuf, tarekat berarti perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT. 

Menurut Syekh Amin al-Kurdi tarekat ialah cara mengamalkan syariat dan menghayati inti syariat itu dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa melalaikan pelaksanaan dan inti serta tujuan syariat.

2. Hubungan Tarekat dengan Tasawuf
Didalam ilmu tasawuf, istilah tarekat tidak saja ditujukan kepada aturan dan cara-cara tertentu yang digunakan oleh seorang syekh tarekat dan bukan pula terhadap kelompok yang menjadi pengikut salah seorang syekh tarekat, tetapi meliputi segala aspek ajaran yang ada didalam agama Islam, seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan sebagainya, yang semua itu merupakan jalan atau cara mendekatkan diri kepada Allah.[2] 

Sebagaimana telah diketahui bahwa tasawuf itu secara umum adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah dengan sedekat mungkin, melalui penyesuaian rohani dan memperbanyak ibadah. Usaha mendekatkan diri ini biasanya dilakukan dibawah bimbimngan seoang guru atau syekh. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tasawuf adalah usaha mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan tarekat adalah cara dan jalan yang ditempuh seseorang dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah. Gambaran ini menunjukkan bahwa tarekat adalah tasawuf yang terlah berkembang dengan beberapa variasi tertentu, sesuai dengan spesifikasi yang diberikan seorang guru kepada muridnya.

3. Sejarah Timbulnya Tarekat
Peralihan tasawuf yang bersifat personal pada tarekat yang bersifat lembaga tidak terlepas dari perkembangan dan perluasan tasawuf itu sendiri. Semakin luas pengaruh tasawuf, semakin banyak pula orang berhasrat mempelajarinya.

Seorang guru tasawuf biasanya memformulasikan suatu sistem pengajaran tasawuf berdasarkan pengalamannya sendiri. Sistem pengajaran itulah yang kemidian menjadi ciri khas bagi suatu tarekat yang membedakannya dari tarekat yang lain.[3] Tarekat adalah organisai dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka timbullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebbut ribat (disebut juga zawiyah, hangkah atau pekir).

Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan oleh Jhon O. Voll. Ia mejelaskan bahwa penjelasan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah islam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka dengan melibatkan praktik-praktik ibadah, pembacaan kitab suci, dan kepustkaan tentang keshalehan. Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam komunitas islam dan memberikan alternatif terhadap orientasi yang lebih bersifat legalistik, yang disampaikan oleh kebanyakan ulama. Namun, para sufi secara bertahap menjadi figur-figur penting dalam kehidupan keagamaan dikalangan penduduk awam dan mulai mengumpulkan kelompok-kelompok pengikut diidentifikasi dan diikat bersama oleh jalan taswuf khusus (tarekat) sang guru. Mejelang abad ke-12 M (ke-5 H), jalan-jalan ini mulai menyediakan basis bagi kepengikutan yang lebih permanen, dan tarekat-tarekat sufi pun muncul sebagai organisasi sosial utama dalam komunitas islam.[4]

Pada awal kemunculannya, tarekat berkembang dari dua daerah, yaitu Khurasan (Iran) dan Mesopotamia (Irak). Pada priode ini mulai timbul beberapa, diantaranya tarekat Yasafiah yang didirikan oleh Ahmad al-Yasafi (w. 562 H/1169 M), tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd al-Khaliq al-Ghzudawani (w. 617 H/1220 M), tarekat Naksabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bahauddin an-Naksabandi al-Awisi al-Bukhari (w. 1389 M) di Turkistan, tarekat Khalwatiyah yang didirikan oleh Umar al-Khalwati (w. 1397 M). Karena banyaknya cabang-cabang tarekat yang timbul dari tiap-tiap tarekat induk, sangat sulit untuk menelusuri sejarah perkembangan tarekat itu se cara sistematis dan konsepsional. Akan tetapi yang jelas sesuai dengan penjelasan Harun Nasution, cabang-cabang itu muncul sebagai akibat tersebarnya alumni suatu tarekat yang mendapat ijazah tarekat dari gurunya untuk membuka perguruan baru sebagai perluasan dari ilmu yang diperolehnya. Alumni tadi meninggalkan ribat gurunya dan membuka ribat baru didaerah lain. Dengan cara ini, dari satu ribat induk kemudian timbul ribat cabang tumbuh ribat ranting dan seterusnya, samapi tarekat itu berkembang keberbagai dunia islam.[5] Namun, ribat-ribat tersebut tetap mempunyai ikatan kerohanian, ketaatan, dan amalan-amalan yang sama dengan syekhnya yang pertama.

Dalam seluruh tarekat terdapat kegiatan ritual sentral yang melibatkan pertemuan-pertemuan kelompok secara teratur untuk melakukan pembacaan do’a, syair dan ayat-ayat pilihan dari Al-Qur’an.

4. Aliran-aliran Tarekat Dalam Islam 
Tarekat Qadiriyah

Qadiriyah didirikan oleh Abd Al-Qadir Jailani [470/1077-561/1166] atau quthb al-awiya. Ciri khas dari Tarekat Qadiriyah ini adalah sifatnya yang luwes,tidak sempit sehingga tuan syekh atau Syekh Mursyid yang baru dapat menentukan langkahnya menuju kehadirat Allah SWT guna mendapat keridlaan-Nya. Keluwesan dan kemandirian inilah, yang menyebabkan tarekat ini cepat berkembang di sebagian besar dunia Islam. Terutama di Turki, Yaman, Mesir, India, Suria, Afrika dan termasuk ke Indonesia.

2. Syadziliyah
Tarekat Syadziliyah didirikan oleh Abu Al-Hasan Asy-Syadzili [593/1196-656/1258]. Syadziliyah menyebar luas di sebagian besar Dunia Muslim. Ia diwakili di Afrika Utara teerutama oleh cabang-cabang Fasiyah dan Darqawiyah serta berkembang pesat di Mesir, tempat 14 cabangnya dikenal secara resmi pada tahun 1985.[6]

Tarekat Naqsabandiyah 
Tarekat Naqsabandiyah didirikan oleh Muhammad Bahauddin An-Naqsabandi Al-Awisi Al-Bukhari [w. 1389M] di Turkistan. Tarekat ini mempunyai dampak dan pengaruh sangat besar kepada masyarakat muslim di berbagai wilayah yang berbeda-beda. Tarekat ini pertama kali berdiri di Asia Tengah, kemudian meluas ke Turki, Suriah, Afganistan, dan India. Cirri menonjol Tarekat Naksabandiyah adalah : Pertama, mengikuti syariat secara ketat, keseriusan dalam beribadah yang menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari, dan lebih menyukai berdzikir dalam hati. Kedua, upaya yang serius dalam memengaruhi kehidupan dan pemikiran golongan penguasa serta mendekati Negara pada agama. 
Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah

Tarekat Yasafiyah didirikan oleh Ahmad Al-Yasafi [w. 562H/1169M] dan disusul tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-Khaliq Al-Ghuzdawani [w. 617 H/1220 M]. kedua tarekat ini menganut paham tasawuf Abu Yazid Al-Bustami [w. 425 H/1034 M] dan dilanjutkan oleh Abu Al-Farmadhi [w. 477 H/1084 M].[7] Tarekat Yasafiyah berkembang ke berbagai daerah, antara lain ke Turki.

Tarekat Khalwatiyah 
Tarekat ini didirikan oleh Umar Al-Khalatawi [w. 1397 M] dan merupakan salah satu tarekat yang berkembang di berbagai negeri, seperti Turki, Syiria, Mesir, Hijaz, dan Yaman. Di Mesir, tarekat Khalwatiyah didirikan oleh Ibrahim Gulsheini [w. 940 H/1534 M] yang kemudian terbagi kepada beberapa cabang, antara lain tarekat Sammaniyah yang didirikan oleh Muhammad bin Abd Al-Karim As-Samani [1718-1775].

Tarekat Syatariyah
Tarekat ini didirikan oleh Abdullah bin Syattar [w. 1485] dari India. Tarekat ini tidak mementingkan shalat lima waktu, tetapi mementingkan shalat permanen [shalat dhaim]. Adapun dasar tarekat ini adalah martabat tujuh yang sebenarnya tidak begitu erat hubungannya dengan praktik ritualnya.[8]

Tarekat Rifa’iyah
Tarekat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali ar-Rifa’I [1106-1182]. Tarekat sufi Sunni ini memainkan peranan penting dalam pelembagaan sufisme. Dari segala praktik kaum Rifa’iyah, dzikir mereka yang khas patut dicatat.

Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah 
Tarekat ini merupakan gabungan dari dua ajaran tarekat, yaitu Qadiriyah dan Naqsabandiyah. Tarekat ini didirikan oleh Ahmad Khatib Sambas yang bermukim dan mengajar di Mekkah pada pertengahan abad ke-19. Tarekat ini merupakan yang paling berpengaruh dan tersebar secara melua di Jawa saat ini.[9]

Tarekat Sammaniyah 
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad bin ‘Abd Al-Karim Al-Madani Asy-Syafi’I As- Samman [1130-1189/1718-1775]. Hal menarik dari tarekat ini yang menjadi ciri khasnya adalah corak wahdat al-wujud yang dianut dan syathahat yang terucap olehnya tidak bertentangan dengan syariat.

Tarekat Tijaniyah 
Tarekat Tijaniyah didirikan oleh Syekh Ahmad bin Muhammad At-Tijani [1150-1230 H/1737-1815 M]. Bentuk amalan tarekat Tijaniyah terdiri dari dua jenis,yaitu wirid wajibah dan wirid ikhtiyariyah.

Tarekat Chistiyah 
Chistiyah adalah salah satu tarekat sufi utama di Asia Selatan. Tarekat ini meyebar ke seluruh kawasan yang kini merupakan wilayah India, Pakista dan Banglades. Namun, tarekat ini hanya terkenal di India. Pendiri tarekat ini di India adalah Khwajah Mu’in Ad-Din Hasan, yang lebih populer dengan panggilan Mu’in Ad-Din Chisti.

Tarekat Mawlawiyah 
Nama Mawlawiyah berasal dari kata “mawlana” [guru kami], yaitu gelar yang diberikan murid-muridnya kepada Muhammad Jalal Ad-Din Ar-Rumi [w. 1273]. Oleh karena itu, Rumi adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup Rumi. Salah satu mursyid sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syekh Al-Kabir Helminski yang bermarkas di California, Amerika Serikat.[10] 

Tarekat Ni’matullahi 
Tarekat Ni’matullahi adalah suatu mazhab sufi Persia yang segera setelah berdirinya dan mulai berjaya pada abad ke-8-14 mengalihkan loyalitasnya kepada Syi’I Islam. Tarekat ini didirikan oleh Syekh Ni’matullahi Wal. Tarekat ini secara khusus menekankan pengabdian dalam pondok sufi itu sendiri. 

Tarekat Sanusiyah 
Tarekat ini didirikan oleh Sayyid Muhammad bin ‘Ali As-Sanusi. Dalam tarekat ini, dzikir bisa dilakukan bersama-sama atau sendirian. Tujuan dzikir itu lebih dimaksudkan untuk “melihat Nabi” ketimbang “melihat Tuhan”, sehingga tidak dikenal “keadaan ekstatis”’ sebagaimana yang ada pada tarekat lain. 

Di samping tarekat-tarekat diatas, ada pula tarekat lokal yang didirikan di Indonesia diantaranya : [11]

Tarekat Akmaliyah [Hakmiyah]
Didirikan oleh Kyai Nurhakim. Ia dikenal sebagai dukun dan tukang jimat. 
Tarekat Shiddiqiyah

Didirikan oleh Kyai Mukhtar Mukti di Losari Plodo [Jombang] pada tahun 1958. Ia dikenal sebagai dukun yang sakti sehingga banyak pengikutnya dari kalangan penderita penyakit kronis dan bekas pecandu minuman.
Tarekat Wahidiyah 

Didirikan oleh Kyai Majid Ma’ruf dari Kedunglo[Kediri] pada tahun 1963. 
Tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya sesuai dengan doktrin Islam [Al-Qur’an dan AsSunnah] dikelompokkan ke dalam tarekat yang muktabarah. Sebaliknya, tarekat-tarekat yang ajaran-ajarannya bertentangan dengan doktrin Islam dikelompokkan ke dalam tarekat ghair muktabarah. Menurut Syekh Jalaluddin sebagaimana dikutip ole Aboe Bakar Atjeh, ada 41 jenis tarekat yang masuk ke dalam tarekat muktabarah, diantaranya Qadiriyah, Naqsabandiyah, Syadziliyah, Rifa’iyah, Qubrawiyah, Suhrawardiyah, Khalwatiyah, Alawiyah, Syatariyah, Aidrusiyah, Sammaniyah, dan Sanusiyah. Di luar yang 41 macam tersebut dipandang sebagai tarekat ghair muktabarah yang tidak diakui kebenarannya seperti tarekat Akmaliyah, Siddiqiyah, dan Wahidiyah.

Walaupun bermacam-macam, ternyatatarekat-tarekat yang beragam itu memiliki kesamaan tertentu. Dalam kaitan ini, Nicholson mengungkapkan hasil penelitiannya, bahwa sistem hidup bersih dan bersahaja [zuhd] adalah dasar semua tarekat yang berbeda-beda itu. Semua pengikut dididik dalam disipin itu, dan pada umumnya tarekat-tarekat tersebut walupun beragam namanya dan metodenya ada cirri yang menyamakannya. 

Dari sisem dan metode tersebut, Nicholson menyimpulkan bahwa tarekat-tarekat sufi merupakan bentuk kelembagaan yang terorganisasi untuk membina suatu pendidikan moral dan solidaritas social. Sasaran akhir dari pembinaan pribadi dalam pola hidup bertasawuf adalah hidup bersih, bersahaja, tekun beribadah kepada Allah, membimbing masyarakat ke arah yang diridai Allah, dengan jalan pengamalan syariat dan penghayatan haqiqah dalam sistem/metode thariqah untuk mencapai makrifat. Apa yang dimaksud dengan makrifat dalam tema mereka adalah penghayatan puncak pengenalan keesaan Allah dalam wujud semesta dan wujud dirinya sendiri. Pada titik pengenalan ini akan terpadu makna tawakkal dalam tauhid, yang melahirkan sikap pasrah total kepada Allah, dan melepaskan dirinya dari ketergantungan mutlak kepada sesuatu selain Allah. 

BAB III
KESIMPULAN

Tarekat adalah perjalanan seorang salik (pengikut tarekat) menuju Tuhan dengan cara mensucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh secara rohani, maknawi oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada Allah SWT. 

Tarekat-tarekat dalam Islam :
Tarekat Qadiriyah
Tarekat Syadziliyah 
Tarekat Naqsabandiyah 
Tarekat Yasafiyah dan Khawajagawiyah
Tarekat Khalwatiyah
Tarekat Syatariyah
Tarekat Rifa’iyah 
Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah 
Tarekat Sammaniyah
Tarekat Tijaniyah 
Tarekat Chistiyah
Tarekat Mawlawiyah
Tarekat Ni’matullahi
Tarekat Sanusiyah
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com