Tuesday, May 21, 2013

Menjaga Kesehatan Lansia

A.    Lingkungan sosial baik, kesehatan lansia juga baik
Informan pertama berinisial N3 berumur 65 tahun memiliki ciri penuaan diantaranya terlihat dari kulit keriput, kondisi fisik serta daya ingat yang makin lemah, dan lain sebagainya.[1] Aspek perilaku yang berhubungan dengan relasi maupun partisipasi sosialnya mengkondisikan N3 masih memiliki ikatan dari lingkungan sosialnya. Beberapa kegiaan  yaitu hingga saat ini  N3 masih aktif mengikuti berbagai macam kegiatan seperti pengajian, arisan, senam lansia yang baru-baru ini di adakan di sekitar rumahnya. Sewaktu muda, N3 aktif melakukan berbagai macam kegiatan yang dapat menantang adrenalinnya, seperti beremain ke Dufan. N3 selalu meluangkan waktunya dua kali seminggu untuk dapat mengikuti senam lansia. Untuk tetap menjaga kesehatannya, N3 berusaha makan sayuran dan lauk dan menghindari makan makanan yang mengandung vetsin.

Saat ini N3 tinggal bersama suaminya dan masih sering berkumpul bersama cucu dan keluarga sehingga dapat dikatakan tidak pernah merasa bosan menjalani hari tuanya saat ini. N3 juga tidak pernah merasa lelah atau sendirian karena selalu ditemani cucu perempuannya yang tinggal tidak jauh dari rumahnya yang hampir setiap hari bermain ke rumah N3. Menurut informan, kondisi rumah miliknya telah termasuk rumah sehat karena air selalu lancar (PAM), masalah sampah tidak menjadi masalah karena setiap harinya ada petugas pengangkut sampah sehingga menurutnya hal itu pula yang membuatnya jarang sakit. Kegiatan yang khusus untuk lansia di sekitar rumah adalah senam lansia yang biasanya juga terdapat perlombaan senam lansia.
Akses terhadap layanan kesehatan informan ini cukup baik, tergambar dari adanya RS di sekitar tempat tinggal informan. Dulu pernah ada organisasi pemerintahan/LSM didaerah tempat tinggal yang mengadakan kegiatan-kegiatan seperti sosialiasi kesehatan orang tua, pengecekan kesehatan lansia secara rutin, jaminan kesehatan, berobat gratis. Selain itu juga ada kemudahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah tingkat desa/RT ditempat tinggal, misalnya terdapat pelayanan kesehatan gratis yang dilakukan oleh RT dengan syarat administrasi yang telah ditentukan (syarat golongan keluarga miskin). Untuk besar pendapatan yang dialokasikan/dihabiskan untuk pelayanan kesehatan tidak diketahui secara pasti karena semua yang mengurusi adalah anak- anaknya.

Bertolak dari kondisi tersebut maka N3 diktegorikan sebagai lansia dimana ciri-ciri penuaan terlihat secara jelas dalam aspek fisik maupun psikis. N3 dari sisi relasi sosial, partisipasi sosial, dan akses pelayanan kesehatan diidentifikasi mengalami disengagement secara tidak sempurna. Terbukti dengan kondisi kesehatan informan ini yang walaupun mengalami sakit serius yaitu kanker namun masih baik kondisi psikologisnya karena relasi dan partisipasi sosialnya yang masih baik.
Informan kedua yang masuk kategori ini berinisial K2, berjenis kelamin laki-laki dan berumur 60 tahun. Informan telah memiliki ciri-ciri penuaan fisik dapat dilihat dari beberapa hal seperti kulit keriput dan kasar, gerak tubuh melemah, daya ingat serta kemampuan menghapal melemah. Relasi sosial informan masih tinggi, dilihat dari hubungannya dengan keluarganya yang masih erat serta dengan tetangga sekitar cukup sering untuk berkumpul. Bahkan informan masih sering berkumpul dengan rekan-rekannya sesama lansia di toko jahitnya untuk sekedar bercengkrama dan saling berbagi cerita. Lingkungan sosialnya cukup baik karena mudah untuk  mengakses layanan kesehatan, dilihat dari  daerah tempat tinggalnya banyak terdapat tempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik, dan praktek dokter. Menurut informan para lansia di daerahnya memperoleh layanan pengecekan kesehatan gratis dari Pemerintah Depok setiap dua bulan sekali. Namun partisipasinya terhadap akses layanan kesehatan masih rendah, dalam satu tahun saja informan mengaku kalau hanya sekali pergi ke dokter untuk memeriksakan kesehatannya, itupun jika ia sedang sakit. Apabila ia sedang terkena penyakit ringan seperti demam, batuk, atau pilek hanya diatasi dengan mengkonsumsi obat-obatan yang biasa dibeli di warung.
Saat masih berusia kurang dari 40 tahun informan aktif dalam kegiatan organisasi, salah satunya adalah menjadi anggota partai politik Golkar. Selain itu juga sempat menjadi ketua RT di daerah tempat tinggalnya. Namun saat ini karena sudah merasa tua dan tidak memiliki kebugaran fisik seperti saat muda, informan tidak ikut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial di lingkungan sekitarnya. Ia lebih memilih melanjutkan pekerjaannya sebagai penjahit, disamping untuk memenuhi kebutuhan ekonomi istri dan anak bungsunya juga untuk mengisi waktu luangnya. Secara psikis informan masih memiliki harapan hidup cukup besar karena ia berharap dapat melihat anak-anaknya sukses.
Kondisi kesehatan informan dikategorikan tinggi karena beliau jarang mengalami sakit secara serius, sakit yang dikeluhkannya adalah kemampuan matanya yang makin melemah. Dengan kondisi informan K2 SDB saat ini dapat dilihat bahwa ia tidak terlalu terlepas dari lingkungan sosialnya atau mengalami disengagement tidak sempurna. Hal ini dapat dilihat dari relasi sosialnya yang tinggi namun partisipasi sosialnya rendah, aspek lingkungan sosial juga tinggi namun akses personalnya terhadap pelayanan kesehatan masih rendah, serta aspek psikologi sedang, semua aspek tersebut pada akhirnya telah memberikan pengaruh terhadap kondisi kesehatan informan karena terbukti informan merasa belum memiliki penyakit serius dengan kata lain masih merasa sehat dan bisa menjalani profesinya.
Informan ketiga berinisial K3 berjenis kelamin laki-laki dan berusia 64 tahun. Informan ini masih memiliki ciri fisik yang sehat dan bugar serta penuaan fisiknya hampir tidak terlihat. Meskipun kulitnya sudah mulai mengeriput dan daya ingatnya melemah, namun gerak tubuhnya tidak melemah bahkan masih mampu bermain badminton secara rutin dua kali seminggu. Relasi sosial informan masih tinggi, dapat dilihat dari rutinitasnya mengikuti olahraga bermain badminton setiap weekend bersama bapak-bapak di lingkungan komplek tempat tinggal beliau. Selain itu informan masih menjalani aktivitas sebagai dosen di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Sedangkan partisipasi sosial rendah karena informan tidak pernah mengikuti kegiatan organisasi di daerah tempat tinggalnya. Lingkungan sosial informan baik karena masih dekat dengan keluarganya, di rumahnya dihuni oleh istri, anak-anak, serta cucunya sehingga ia tidak pernah merasa kesepian dan selalu terhibur dengan kehadiran mereka. Akses pelayanan kesehatan secara personal juga tinggi karena informan memiliki penghasilan yang cukup tinggi dan cukup untuk membiayai kesehatan dan pengobatan dirinya apabila sakit.  Selain itu secara psikis informan juga masih memiliki harapan hidup yang tinggi karena tidak terlalu merasa lelah dengan kondisi sirinya sebagai lansia saat ini. Informan juga memiliki harapan di masa mendatang untuk melihat anak-anaknya sukses.
Sesuai dengan penggambaran di atas, penulis meyimpulkan bahwa informan ini mengalami disengagement tidak sempurna. Relasi sosial informan masih sangat baik dilihat dari aktivitas dan interaksinya sehati-hari baik dengan keluarga maupun teman-temannya. Akses pelayanan juga cukup maksimal namun hanya dari sisi personal, karena lingkungan sosial tidak memberi pelayanan kesehatan yang memadai. Hanya aspek partisipasi yang tidak dimiliki informan ini karena memang di lingkungannya tidak terdapat kegiatan/organisasi yang dikhususkan untuk lansia. Dilihat dari masih adanya 2 aspek lingkungan sosial yang cukup baik yang dimiliki informan, maka informan hanya mengalami disengagement tidak sempurna terbukti pula dengan kondisi kesehatan lansia yang masih sangat baik.

B.     Lingkungan sosial buruk, kesehatan lansia juga buruk
Informan pertama yang masuk dalam kategori ini adalah N1 yang berjenis kelamin perempuan dan berusia 67 tahun. Informan telah mengalami proses penuaan fisik yang signifikan dengan beberapa cirinya adalah kulit keriput dan kasar, daya ingat melemah, dan sistem pencernaan yang memburuk. Saat masih berusia kurang dari 40 tahun, informan aktif dalam beberapa kegiatan masyarakat seperti PKK dan Majelis Pengajian Desa, namun karena alasan usia dan kesehatan, saat ini informan sudah tidak lagi berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial yang ada di lingkungan sekitarnya dan karena di sekitar tempat tinggal informan juga tidak terdapat organisasi atau kegiatan yang ditujukan khusus bagi lansia. Berjarak sekitar 20 meter dari rumah informan terdapat puskesmas namun menurut pengakuan informan, tidak terdapat sosialisasi layanan kesehatan bagi lansia dari pengurus daerah setempat maupun pihak-pihak lainnya seperti LSM. Informan sendiri lebih memilih berobat ke dokter yang berjarak sekitar 5 km dari tempat tinggalnya. Hal ini disebabkan penyakit-penyakit ‘tua‘ yang sudah cukup serius dirasakannya, seperti darah tinggi, sering kali demam dan sesak napas. Setiap bulannya, informan mengalokasikan dana sekitar 500-750 ribu untuk berobat dari hasil sewa tanah garapan yang dimilikinya. Informan sendiri merasa sudah pasrah dengan kehidupannya saat ini, beliau terkadang merasa lelah dengan kegiatan sehari-hari karena sudah tidak memiliki kegiatan rutin dan hanya berharap dirinya tidak merepotkan orang lain.
Dilihat dari relasi sosial, partisipasi sosial, dan akses terhadap layanan kesehatan, informan ini telah mengalami proses disengagement tidak sempurna. Hal ini disebabkan relasi sosial informan yang tinggal bersama kedua anak laki-laki dan satu orang cucunya walau masih cukup baik namun informan merasa perhatian yang diberikan kurang begitu maksimal. Buktinya informan lebih memilih anak perempuannya yang justru tidak tinggal bersama dalam rumah itu untuk bertukar pikiran dan bercerita saat informan memiliki masalah. Kondisi kesehatan informan walau memiliki penyakit serius namun karena aspek layanan kesehetan terpenuhi dengan baik maka informan ini dikategorikan mengalami disengagement tidak sempurna.
Informan kedua adalah N2 yang berusia 68 tahun. Seperti informan N1, informan ini juga telah memiliki ciri-ciri fisik signifikan sebagai orang yang berusia lanjut. Untuk berjalan pun informan hanya bisa berjalan pelan-pelan itupun dengan dipapah sehingga sudah tidak dapat lagi berjalan jauh. Relasi sosial informan terbatas hanya dengan keluarga inti, dengan tetangga sekitar sudah jarang berinteraksi karena keterbatasan yang dimiliki oleh informan. Dengan keluarga inti pun informan sudah jarang bertukar pikiran, kalaupun ingin menceritakan suatu masalah, informan lebih memilih bercerita pada cucunya karena informan tinggal bersama suami, 5 orang anak, dan cucu-cucunya dalam rumah yang dalam pandangan informan kecil dan tidak memiliki banyak ventilasi. Di daerah sekitar tempat tinggal sebenarnya terdapat pengajian untuk ibu-ibu termasuk yang sudah lanjut usia namun kembali karena alasan kondisi fisiknya saat ini, informan tidak dapat berpartisipasi dalam pengajian tersebut, tidak seperti saat informan masih sehat.
Di Kelurahan tempat informan tinggal terdapat puskesmas, namun informan tidak pernah ke puskesmas karena menurutnya bukanlah tempat yang tepat untuk mengobati penyakit yang ia derita. Mungkin bisa saja meminta bantuan puskesmas, terutama dalam pembayaran pelayanan kesehatan, hanya informan enggan karena khawatir prosesnya akan sulit dan berbelit-belit. Dengan alasan biaya, informan juga tidak mau berobat ke rumah sakit sehingga saat ini ia hanya minum obat/pil yang ia dapatkan di warung dan memijat kakiknya sendiri sambil dioleskan dengan balsam. Informan pernah mencoba pengobatan alternatif yaitu dari tukang pijat yang rutin dapang ke rumah informan setiap satu minggu sekali namun belakangan tukang pijat itu tidak pernah datang lagi ke rumahnya, informan tidak mengetahui apa alasannya.
Menurut informan, di daerahnya tidak ada layanan atau informasi khusus mengenai lansia yang diberikan oleh pengurus setempat. Informan pun sudah pasrah dengan kondisinya bahkan dalam wawancara dengan penulis, informan berkali-kali mengatakan ‘tinggal menunggu waktu saja‘ (waktu untuk dipanggil Tuhan). Dilihat dari relasi sosial, partisipasi sosial, dan akses terhadap layanan kesehatan yang dimiliki oleh informan ini, sudah sangat jelas informan mengalami proses disengagement sempurna baik oleh keluarga inti dan lingkungan sosialnya sehingga kondisi kesehatannya menjadi kurang baik. Relasi dan partisipasi sosial yang kurang menyebabkan informan tidak memiliki jaringan untuk mendukung kesehatan informa. Ditambah dengan akses pelayanan kesehatan dan kemampuan personal yang sangat kurang, memperburuk pula kapasitas informan untuk mendapat akses pelayanan kesehatan.
            Informan ketiga berinisial K1 yang berusia 70 tahun adalah seorang lansia produktif karena masih berprofesi sebagai tukang koran keliling di stasuin Depok Baru. Masih sama seperti kedua informan sebelumnya, informan K1 AI ini juga telah memiliki ciri-ciri yang signifikan dari lansia, terutama kulitnya yang keriput dan posturnya yang agak bungkuk. Relasi sosial informan terutama terjalin dengan keluarga namun itupun hanya saat malam hari dimana informan sudah pulang bekerja. Di sekitar tempat tinggal informan tidak ada organisasi yang dikhususkan untuk lansia, sebenarnya ada pengajian namun itu hanya untuk kaum perempuan. Para pengurus daerah setempat pun dirasa tidak terlalu memperhatikan lansia karena tidak pernah ada informasi atau pelayanan kesehatan untuk lansia. Namun, untuk urusan keamanan di wilayah setempat meningkat karena Ketua RTnya saat ini adalah seorang polisi. Informan sering kali merasa lelah karena pekerjaannya. Untuk mengatasinya informan mengonsumsi ‘Revagan‘, sejenis obat untuk menjaga daya tahan tubuh. Uang sejumlah 10-12 ribu -dari penghasilannya sekitar 30 ribu perhari- informan alokasikan setiap 3 hari sekali untuk membeli obat termasuk obat maag yang seringkali juga dikonsumsi informan karena informan juga menderita maag akut.
            Secara psikologis sendiri, walau informan pernah merasa bosan dengan kehidupannya satat ini, informan mengaku masih optimis dengan kehidupannya ke depan. Agar lebih terjamin kesehatannya, informan mengaku sangat ingin mengikuti program asuransi kesehatan. Dengan kondisi informan K1 AI ini, informan pada dasarnya sudah cukup terlepas dari lingkungan sosialnya atau dengan kata lain mengalami disengagement tidak sempurna karena walaupun relasi sosial, partisipasi sosial, dan akses layanan kesehatan informan terbatas namun informan masih memiliki kegiatan rutin sehari-hari yang menghasilkan uang dan secara psikologis juga cukup sehat karena informan ini memiliki sikap optimis dalam menjalani kehidupan dan pada akhirnya mendukung kesehatan sosial informan setidaknya secara psikologis.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com