PERTUMBUHAN DAN HASIL JAGUNG MANIS (Zea mays
Saccharata Stury) YANG DIPUPUK
BEBERAPA MACAM PUPUK ORGANIK
PADA SAAT YANG BERBEDA TERHADAP ANORGANIK
(Sweet Corn (Zea mays Saccharata Stury) Growth
and Yield, In Several Kinds of Organic Fertilizers in Different Time
Aplications Against Anorganic Fertilizer)
Muhammad Martajaya
Mahasiswa Program
Pascasarjana, Unibraw
Lily Agustina dan Syekhfani
Dosen
Fakultas Pertanian, Unibraw
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk
(1) membandingkan pertumbuhan dan hasil jagung manis yang dipupuk berbagai
macam pupuk organik pada saat yang berbeda terhadap pupuk anorganik, (2)
mendapatkan hasil yang terbaik pada macam dan saat pemberian pupuk organik dan
(3) mengetahui residu pupuk organik dan anorganik terhadap ameliorasi kesuburan
tanah. Penelitian dilakukan di Kelurahan Tlogomas, Malang pada bulan September – Desember 2002.
Percobaaan menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan tujuh perlakuan yang diulang empat kali, yaitu GO1=Glyricidia
sepium diberikan seminggu sebelum tanam, GO2=Glyricidia
sepium diberikan dua minggu sebelum tanam, TO1=Tithonia diversifolia
diberikan seminggu sebelum tanam, TO2=Tithonia diversifolia diberikan
dua minggu sebelum tanam, KO1= Kotoran sapi diberikan seminggu
sebelum tanam, KO2= Kotoran sapi diberikan dua minggu sebelum tanam, dan A= pupuk
anorganik, dengan dosis masing-masing untuk Glyricidia sepium 7 ton ha-1, Tithonia diversifolia
6 ton ha-1, pupuk kotoran
sapi 25 ton ha-1, dan pupuk anorganik (300 kg ha-1 Urea, 150 kg ha-1
SP-36, dan 50 kg ha-1 KCl).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
hasil jagung manis yang dipupuk anorganik tidak berbeda nyata dengan pupuk
organik (G.sepium, T.diversifolia,
dan kotoran sapi). Sedangkan masing-masing perlakuan didapatkan
hasil bobot segar tongkol secara
berturut-turut adalah TO1 (8,5 ton ha-1), KO1 (8,2
ton ha-1), A (8,1 ton ha-1), TO2 (7,0 ton ha-1), KO2 (6,8 ton
ha-1), GO2 (6,0 ton ha-1), dan GO1
(5.5 ton ha-1). Pupuk Organik memberikan simpanan terhadap
ameliorasi kesuburan tanah yang lebih tinggi dibandinglan pupuk anorganik,
sedangkan diantara pupuk organik, G. sepium meskipun
hasilnya rendah, tetapi memberikan sumbangan residu pada tanah yang
tertinggi. Selain hasil tongkol segar,
nilai ekonomis budidaya jagung manis juga diperoleh dari brangkasan segar sebagai pakan ternak, hasil tertinggi berturut-turut diperoleh pada
perlakuan Tithonia diverisifolia, pupuk kotoran sapi yang diberikan seminggu sebelum tanam, serta
pupuk anorganik masing-masing sebesar 11,4, 11,2, dan 10,0 ton ha-1.
ABSTRACT
The aims of this research were: (1) to compare growth and yield of sweet corn that is planted at kinds of organic
fertilizers wich applied in different times against to inorganic fertilizer,
(2) to obtain the best result at kind of
organic fertilizer wich applied in different time, and (3) to know residual to the soil after harvesting from
organic and anorganic fertilizer. The research have done at Tlogomas
village, Malang ,
on September until December 2002.
The experimental method of Completely Randomized Block Design (CRBD) comprising of seven
treatments and four replication each,
those are : Glyricidia sepium applied in
a week before planting (GO1),
Glyricidia sepium applied
in two weeks before planting ( GO2),
Tithonia diversifolia applied
in a week before planting ( TO1), Tithonia diversifolia applied in two weeks before planting
(TO2), cow manure applied a
week before planting (KO1), cow manure applied in two weeks before planting (KO2),
and inorganic fertilizer (A). The dosage
used for Glyricidia sepium is
of 7 tons ha-1, Tithonia diversifolia 6 tons ha-1,
cow manure 25 tons ha-1, and the inorganic fertilizer as according to recommendation (300 kg ha-1
Urea, 150 kg ha-1 SP-36, and 50 kg ha-1 KCl).
The results of the study indicate
that there is no difference in growth and
yield of sweet corn between
inorganic with organic fertilizer ( G.sepium,
T.diversifolia., and cow
manure). While each of seven treatments
yielding fresh weight of cobs as
follows, from the highest : T.diverifolia, applied in a week before planting (8.5 Mg ha-1),
cow manure applied in a week before planting (8.2 Mg ha-1),
inorganic fertilizer (8.1 Mg ha-1), T. diversifolia.applied two weeks before planting (7.0 Mg ha-1), cow manure applied two weeks before planting
(6.8 Mg ha-1), G.sepium
applied two weeks before planting (6.0 Mg ha-1), and G.sepium
applied a week before planting (5.5 Mg ha-1). G.
sepium , though the corn yield is lower, but have high in
contribution of residual soil amelioration. Besides yielding fresh cobs,
economic value in sweet corn cultivation
is obtained from total fresh weight production that can be used as livestock feed. The highest yield as follows T.
diversifolia and cow manure a week
before planting applied, and from the
inorganic fertilizer as 11.4, 11.2, and
10.0 Mg ha-1 respectively.
Key
words : Tithonia diversifolia, Glyricidia sepium, cow manure, sweet corn
PENDAHULUAN
Jagung
manis merupakan komoditi sayuran berupa
tongkol yang dibutuhkan segera setelah panen, agar kandungan gulanya tidak
menurun. Rasa yang manis dan kandungan gizi yang tinggi, menyebabkan permintaan
terhadap komoditi ini cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat dari permintaan
hotel dan restoran yang semakin meningkat, dan juga munculnya swalayan-swalayan
yang selalu membutuhkan dalam jumlah banyak, demikian pula kebutuhan untuk
eksporpun terus meningkat. Data dari Biro Pusat Statistik (1990) menunjukkan
bahwa tahun 1989 ekspor jagung manis 2 154 800 kg, dan tahun 1990 meningkat menjadi 3 094 417 kg.
Hasil jagung manis di Indonesia
juga masih tergolong rendah yaitu 3 ton/ha tongkol segar, dibandingkan dengan
hasil jagung manis di lembah Australia
yang dapat mencapai 7 – 10 ton/ha (Lubach, 1980). Salah satu usaha untuk meningkatkan produksi
tanaman dapat dilakukan dengan usaha intensifikasi, antara lain
melalui pemupukan.
Pemupukan secara kimia sintetis merupakan jalan
termudah dan tercepat dalam menangani masalah kahat hara, karena mudah terurai
dan langsung dapat diserap tanaman, sehingga pertumbuhan menjadi lebih subur.
Hal ini membuat petani ketergantungan
terhadap pupuk anorganik sangat besar. Namun demikian Hairiah et al.,
(2000) menyatakan bahwa pemupukan secara kimia sintetis mempunyai beberapa
kelemahan, yaitu harganya mahal, tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan
fisik dan biologi tanah, serta pemupukan yang tidak tepat dan berlebihan
menyebabkan pencemaran lingkungan.
Dengan semakin berkembangnya kesadaran manusia
terhadap kelemahan penggunaan pupuk kimia sintetis yang tidak tepat dan
berlebihan, dan sebagian besar hasil
pertanian diangkut keluar, tanpa adanya usaha pengembalian sebagian sisa panen
ke dalam tanah, maka kandungan bahan
organik semakin rendah, terutama pada tanah-tanah pertanian yang diusakan
intensif, akibatnya terjadi penurunan kesuburan tanah.. Syekhfani (1993)
menyatakan pertanian secara konvensional berusaha memacu produksi
sebanyak-banyaknya, tanpa ada usaha pengembalian sisa panen kembali ke tanah,
sehingga kesuburan tanah jadi rusak dan kurus. Untuk mengembalikan kesuburan
ini membutuhkan bera dalam jangka waktu yang lama dan input yang tidak sedikit.
Karama et al.,(1994) mengemukakan, kandungan bahan organik (C-organik)
lahan sawah di Jawa sudah sangat rendah
yatu kurang dari satu persen dari 60
persen dari areal yang ada. Sedangkan kondisi tanah yang optimal untuk
pertumbuhan tanaman diperlukan adanya bahan organik tanah dilapisan atas paling
sedikit 2% (Young, 1989).
Bahan organik
dapat berperan menyimpan dan melepaskan unsur hara bagi tanaman. Handayanto
(1996) menyatakan bahwa dekomposisi bahan organik mempunyai pengaruh langsung
dan tidak langsung terhadap kesuburan tanah. Pengaruh langsung disebabkan
karena pelepasan unsur hara melalui mineralisasi, sedangkan pengaruh tidak
langsung adalah menyebabkan akumulasi bahan organik tanah, yang pada gilirannya
juga akan meningkatkan penyediaan unsur hara tanaman. Salah satu upaya
perbaikan bahan organik tanah yang cukup
murah adalah dengan mengembalikan bahan organik ke dalam tanah, baik
berupa perombakan sisa tanaman atau hewan oleh mikroorganisme.
Hasil percobaan Naidu (1981), bahwa penggunaan pupuk
organik, baik yang berasal dari pupuk kandang atau pupuk hijau memberikan hasil
panen padi yang sama dengan pupuk anorganik. Laporan ICRAF (1997) pupuk hijau Tithonia dan Senna
dapat menyumbangkan sejumlah unsur hara pada tanaman jagung di Kenya, yaitu
tanaman jagung yang dipupuk Tithonia dan Senna,
masing-masing 5 ton ha-1
mampu memberikan sumbangan 162 kg ha-1 N, dan 14 kg ha-1 P untuk Tithonia,
sedangakan Senna menghasilkan 61 kg ha-1 N, dan 2 kg ha-1
P. Purwanto (1997), menambahkan pupuk G.sepium dosis 10 ton ha-1
pada tanah Ultisol Lampung pada minggu ke 3 mampu meningkatkan konsentarsi P
sebesar 14 %, dan minggu ke 9 meningkat 34 %. Selanjutnya Jama et al.,
(1999) menyatakan bahwa Thitonia
mempunyai laju dekomposisi yang cepat. Pelepasan N terjadi sekitar satu minggu
dan pepelasan P dari biomassa tanaman terjadi sekitar dua minggu setelah dimasukkan ke dalam tanah.
Pemberian pupuk organik ke dalam tanah, mempunyai
beberapa kendala yang harus diperhatikan dalam meningkatkan produksi suatu
tanaman, selain dipengaruhi oleh
jumlah, kualitas, cara pemberian, dan keadaan lingkungan, keberhasilannya
juga dipengaruhi oleh waktu/saat pemberian, karena berhubungan dengan tingkat
sinkronisasinya (Handayanto, 1999).
Sinkronisasi adalah matching menurut waktu, yaitu
ketersediaan unsur hara dan kebutuhan tanaman akan unsur hara. Oleh karena itu
pemberian pupuk organik selain harus diberikan dalam jumlah yang besar, karena
kandungan haranya yang rendah, juga waktu pemberian harus diberikan sebelum
tanam, agar pupuk organik tersebut mengalami proses dekomposisi dan
mineralisasi sehingga tersedia bagi tanaman. Penentuan lamanya waktu yang
diberikan harus melihat kualitas dari
pupuk organik, yaitu berkualitas tinggi, sedang ataupun rendah, dimana kualitas
yang tinggi, segera mengalami mineralisasi setelah diberikan kedalam tanah.
Saat pemberian ini juga harus melihat siklus hidup tanaman yang akan dipupuk,
sehingga sinkronisasi ini dapat tercapai. Sedangkan pupuk anorganik, karena
proses pelepasan haranya yang cepat, maka pemberiannya dengan cara terpisah
pada saat tanaman berumur tertentu, agar serapan hara lebih efisien.
Tidak efisiennya pemberian pupuk organik, karena rendahnya tingkat sinkronisasi antara waktu
pelepasan unsur hara dari pupuk organik dengan kebutuhan tanaman akan unsur hara, dan akibatnya produksi
tanaman yang dihasilkan masih kurang optimal.
Sinkronisasi ditentukan oleh kecepatan dekomposisi dan mineralisasi
pupuk organik, berupa kualitas sisa tanaman/pupuk organik yang digunakan
Handayanto (1999). Hairiah et al (2000), menyatakan komponen kualitas
bahan organik yang penting adalah rasio C/N, kandungan lignin dan polifenolnya.
bahan organik yang telah siap diberikan sebagai pupuk bila
rasio C:N antara 10-12, lignin < 15 % dan polifenol < 4 %.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penggunaan pupuk
organik terhadap penyediaan hara dan perbaikan
kesuburan tanah dalam mempertahankan produktifitas tanah terhadap
produksi tanaman, maka telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
membandingkan pertumbuhan dan hasil jagung manis yng dipupuk berbagai macam
pupuk organik pada saat yang berbeda terhadap pupuk anorganik,untuk mendapatkan
hasil yang terbaik pada macam dan saat pemberian pupuk organik, serta untuk
melihat residu pupuk organik dan anorganik terhadap ameliorasi kesuburan tanah.
METODE
PENELITIAN
Penelitian
telah dilaksanakan pada bulan September sampai Nopember 2002, di Kelurahan Tlogomas Kecamatan
Lowokwaru Kodya Malang, dengan ketinggian tempat lebih kurang 550 m di atas
permukaan laut, dan suhu harian 20 – 30 oC, dengan jenis tanah
Alluvial, dengan kandungan C-organik 1,25%.
Bahan yang
diperlukan dalam penelitian meliputi : Benih
super sweet corn dari PT BISI
Jawa Timur, kotoran sapi, Tithonia diversifolia, Glyricidia sepium,
Urea, SP-36, dan KCl.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK),
dengan tujuh perlakuan yang diulang empat kali, yaitu : G.sepium diberikan
seminggu sebelum tanam (GO1),
G.sepium diberikan dua minggu sebelum tanam (GO2), T.diverisfolia
diberikan seminggu sebelum tanam (TO1),
T. diversifolia diberikan dua minggu sebelum tanam (TO2),
pupuk kotoran sapi diberikan seminggu sebelum tanam (KO1),
pupuk kototran sapi diberikan dua minggu sebelum tanam (KO2), dan pupuk anorganik (A).
Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam
dengan cara mencangkul sedalam lapis olah, sehingga tanah menjadi gembur.
Kemudian dibuat petak dengan ukuran 2.8 m
x 6.0 m, tinggi petak 50 cm, jarak antar petak 50
cm, dan jarak antar blok 80 cm.
Pemberian
pupuk organik disesuaikan dengan perlakuan, pemupukan dilakukan dengan cara
sebar, dan merata tiap bedengan, kemudian dibenamkan dalam tanah. Pupuk hijau
sebelum dibenamkan dipotong-potong dalam bentuk segar dengan ukuran lk 2-3 Cm,
sedangkan kotoran sapi diberikan dalam bentuk kompos. Dosis masing-masing pupuk organik ditentukan
berdasarkan rekomendasi dosis N/ha pupuk
urea untuk jagung manis super sweet corn dari PT BISI dan kandungan N tanah,
sehinga didapatkan dosis untuk Glyricidia sepium 7 ton ha-1,
Tithonia diversifolia 6 ton ha-1, dan pupuk kotoran sapi 25
ton ha-1.
Sedangkan pemberian pupuk anorganik diberikan
sesuai dengan rekomendasi pemupukan tanaman jagung manis, yaitu 300 kg urea/ha,
100 kg SP-36, dan 50 kg KCl, pupuk urea diberikan tiga kali, yaitu 1/3
bagian bersamaan dengan SP-36 dan KCl
pada saat tanam, 1/3 bagian diberikan pada umur 21 hari setelah tanam, dan 1/3
bagian lagi diberikan pada umur 35 hari setelah tanam.
Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan,
pembubunan, dan pemberantasan hama
dan penyakit. Penyiraman dilakukan dengan di leb dengan menggunakan air
irigasi, dan menggunakan gembor pagi dan
sore hari bila air irigasi tidak ada, kecuali turun hujan. Penyiangan, dan pembubunan, dilakukan sesuai dengan kondisi
yang ada dilapangan, sedangkan pemberantasan hama penyakit digunakan pestisida nabati,
yaitu serbuk biji mimba dengan dosis 1
kg/10 liter air, terlebih dahulu
direndam selama 24 jam kemudian disaring.
Penyemprotan dilakukan selang 7
hari atau sesuai dengan kondisi yang ada di lapangan. Selain itu untuk
mengatasi pemberantasan hama
tikus, sekeliling areal dipagari dengan plastik tebal.
Untuk
mengetahui pengaruh perlakuan, maka dilakukan pengukuran terhadap beberapa
komponen sifat tanaman. Tanaman yang
diamati adalah semua tanaman yang terdapat dalam petak, kecuali tanaman
pinggir. Pengamatan meliputi peubah-peubah sebagai berikut : luas daun, bobot
kering total tanaman, indeks Luas Daun (ILD), Laju Pertumbuhan Pertanaman
(LPP), yang diamati setiap dua minggu sekali setelah tanam sampai umur 56 hari
setelah tanam, dan bobot segar tongkol persampel tanaman diamati saat penen.
Selain itu dilakukan analisa tanah, tanaman, dan pupuk organik sebelum dan
sesudah panen, sebagai penunjang peubah utama. Analisa tanah dan tanaman
dilaksanakan di laboratorium kimia, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang, meliputi pH tanah, C-organik tanah, C-organik pupuk organik, N,
P, dan K tanah, KTK tanah, dan N, P, dan K tanaman serta kandungan lignin dan
polifenol pupuk organik.
Ragam
data dianalisis dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Apabila perlakuan
menunjukkan adanya pengaruh , diuji lanjut dengan Uji Jarak Nyata Duncan S
untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Sedangkan untuk melihat perbedaan
antara kelompok perlakuan anorganik vs organik, antar pupuk organik, dan antar
saat pemberian pupuk organik dianalisis dengan perbandingan kontras ortogonal
(Sastrosupadi, 1999).
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.