Friday, November 29, 2013

PENGERTIAN MERK

Pengertian Merek : Inti dari proses pemasaran adalah membangun merek dibenak konsumen. Tapi apa sesungguhnya merek itu? Beberapa menejer percaya bahwa merek memiliki identitas dan kualitas yang unik dan berbeda dengan nama produk atau perusahaan. Dalam Buchari Alma (2000:105-106) yang mengutip dari undang-undang merek (UU No.19 Tahun 1992) dinyatakan pada Bab I (ketentuan umum), Pasal 1 ayat 1 sampai 5 bahwa:

1. Merek adalah tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atas jasa.

2. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

3. Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

4. Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.

5. Lisensi adalah izin yang diberikan pemilik merek terdaftar kepada seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk menggunakan merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang atau jasa yang didaftarkan.

Menurut Stanton (1987:35): dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa merek merupakan nama, istilah, tanda, symbol/lambang, desain, warna, gerak atau kombinasi atribut-atribut produk lainnya yang diharapkan dapat memberikan identitas dan diferensiasi terhadap produk pesaing.

Konsep-Konsep Merek
Ada beberapa konsep merek yang harus diperhatikan dan dipahami agar dapat mengenal unsur-unsur apa saja yang terkandung dan berkaitan dengan merek. Konsep-konsep merek ini dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok variable, yaitu: Brand equity (ekuitas merek), Brand identity (identitas merek), dan Brand Image (citra merek).

Brand equity
Merek memiliki kekuatan dan nilai yang bervariasi di pasar. Ada merek yang tidak diketahui oleh sebagian pembelian di pasar, namun justru ada pula merek sudah pada tingkat dijadikannya sebuah ikon bagi suatu produk barang atau jasa. Hal ini terjadi karena konsumen memiliki tingkatan penerimaan merek yang tinggi, tingkat preferensi merek yang tinggi, dan bahkan merek yang memiliki tingkat kesetiaan merek yang tinggi.

Aaker dalam kotler (2000:405) membedakan lima tingkat sikap konsumen terhadap merek mereka, dari yang rendah ke yang tertinggi:
a. Pelanggan akan mengganti merek, terutama untuk alasan harga. Tidak ada kesetiaan merek 
b. konsumen puas. Tidak ada alasan untuk berganti.
c. konsumen puas dan merasa rugi bila berganti merek.
d. konsumen menghargai merek itu dan menganggap sebagai teman.

e. konsumen terikat kepada merek itu. 
Ekuitas merek menurut Aaker juga berkaitan dengan tingkat pengakuan merek, kualitas merek yang diyakini, asosiasi mental dan emisional yang kuat, serta aktiva lain seperti paten, merek dagang dan hubungan distribusi.

Definisi dari brand equity itu sendiri menurut Aaker (1997:22) adalah “seperangkat asset dan kewajiban merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk atau jasa kepada perusahaan atau para pelanggan perusahaan.”

Bagi konsumen, ekuitas merek dapat menambah atau mengurangi nilai suatu produk karena ekuitas merek dapat membantu konsumen menafsirkan, memproses dan menyimpan dalam jumlah besar mengenai suatu produk yang dijanjikan oleh suatu merek tertentu. Selain itu, ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam melakukan keputusan pembelian serta kepuasan dalam mengkonsumsi produk.

Sedangkan bagi produsen, ekuitas merek yang tinggi dapat memberikan keuntungan kompetitif, seperti yang diutarakan Kotler (2000:406):
  • Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan kesetiaan merek yang tinggi.
  • Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam negoisasi dengan distributor dan pengecer karena konsumen mengharapkan mereka mempunyai merek tersebut.
  • Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi dari pesaing karena merek tersebut memiliki kualitas yang diyakini lebih tinggi.
  • Perusahaan dapat lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredilibilitas yang tinggi.
  • Merek itu memberikan pertahanan terhadapan persaingan harga yang ganas.
Dari penjelasan tersebut jelas bahwa suatu merek perlu dikelola dengan cermat dan bijaksana agar equitas merek tidak mengalami penyusutan. Oleh karena itu sangat penting bagi perusahaan sebagai produsen untuk selalu memelihara dan memperhatikannya sehingga manfaat yang diperoleh baik itu oleh konsumen maupun oleh produsen dapat dipertahankan.

Brand Identity
Identitas merek merupakan suatu strategi merek yang mencakup arah, maksud, dan arti dari suatu merek. Yang pada intinya dapat membangun merek yang kuat sehingga dapat bersaing dan memenuhi kebutuhan pasar, dan pada akhirnya kehadirannya dapat diterima oleh konsumen.

Brand identity sendiri menurut Aaker (1997:68) adalah “seperangkat penggabungan merek yang unik yang strategis merek menginspirasikan dan memelihara. Penggabungan ini mewakili apa yang menjadi dasar dari yang dijanjikan oleh perusahaan kepada konsumen.”

Aaker (1997:70) juga menyebutkan bahwa brand image bersifat pasif dan melihat kemasa lalu atau kebelakang, untuk itu brand identity harus bersifat strategi dan mencerminkan strategi bisnis yang akan membawa perusahaan kepada keuntungan. Brand identity juga harus mencerminkan kualitas. Dan seperti identitas yang lain, brand identity harus memperlihatkan karakteristik dasar dari suatu produk barang atau jasa yang akan bertahan sepanjang masa.

Brand image 
Pendapat yang dikemukan Aaker (1997:69) mengenai brand image adalah bagaimana konsumen dan yang lainnya memahami atau menerima suatu merek. Sedangkan menurut Schiffman dan kanuk (1997:982) menyatakan brand image sebagai sekumpulan asosiasi mengenai suatu merek yang tersimpan dalam benak atau ingatan konsumen.

Dari beberapa konsep di atas maka dapat disimpulkan bahwa citra merek merupakan pemahaman konsumen mengenai merek secara keseluruhan, kepercayaan konsumen terhadap suatu merek tertentu, dan bagaimana konsumen memandang suatu merek.

Brand image yang positif akan membuat konsumen menyukai suatu produk dengan merek yang bersangkutan di kemudian hari, sedangkan bagi produsen brand image ynag baik akan membantu kegiatan perusahaan dalam bidang pemasaran. Agar brand image dapat terbentuk sesuai/ mendekati brand identity yang diharapkan oleh perusahaan, maka perusahaan sebagi produsen harus mampu untuk memahami dan mengeksploitasi unsur-unsur yang membentuk suatu merek sehingga memiliki citra yang baik.

Brand image ini diharapkan dapat menghasilkan suatu kualitas yang tinggi menurut apa yang diharapkan/dipersepsikan dengan yang diterima oleh konsumen. Yang disebut terakhir inilah yang dikenal dengan istilah pelayanan yang diterima. Hal ini harus didukung oleh kenyataan dan bukan hanya sekedar pernyataan sebagai hal yang dikomunikasikan tanpa adanya bukti nyata.

Bila pada mulanya sebuah merek hanyalah sebuah nama, logo/simbol, maka dengan semakin meningkatnya persaingan usaha, sebuah merek harus memperjuangkan awareness atau tingkat kesadaran merek dibenak konsumen. Brand awareness ini memiliki empat tingkatan, yaitu top of mind, brand recall, brand recognition, dan unrecognition brand. Selanjutnya merek harus diusahakan agar memiliki citra yang positif yang dipersepsikan sebagai merek yang berkualitas tinggi menurut criteria konsumen. Dan pada akhirnya sebuah merek harus dikatakan memiliki ekuitas yang kuat bila dapat merebut loyalitas dari konsumen.

Hamel dan prahalad dalam Hermawan Kartajaya (2000:480) berpendapat bahwa brand merupakan banner yang bisa dipakai untuk memayungi semua produk yang menggunakannya. Mereka juga memberikan empat hal pokok yang harus diperhatikan dalam sebuah brand (Hermawan kartajaya, 2000:484):

1. Recognition
Yaitu tingkat dikenalnya sebuah brand oleh konsumen. Kalau sebuah brand tidak terkenal, produk yang memakai brand tersebut harus dijual dengan mengandalkan harga murah. Recognition parallel dan brand awareness.

2. Reputation
Yaitu suatu tingkat atau status yang cukup tinggi bagi sebuah brand karena lebih terbukti punya reputasi yang baik. Reputation ini parallel dengan perceived quality.

3. Affinity
Yaitu semacam emotional relationship yang timbul antara sebuah brand dan konsumennya. Sebuah brand yang disukai oleh konsumen akan lebih mudah dijual. Affinity parallel dengan positive association yang membuat konsumen menyukai suatu produk.

4.Domain
menyangkut seberapa lebar scope dari produk yang mau menggunakan brand yang bersangkutan.

Untuk keperluan penelitian ini, maka penulis mengganti bentuk domain menjadi brand loyality seperti yang diungkapkan oleh Aaker (1991:109). Karena mengingat bahwa penelitian ini lebih mengarah pada perusahaan jasa, yaitu kantor pos yang mengukur citra positif yang dihasilkan oleh perusahaan dari tingkat loyalitas/kesetian konsumen dalam menggunakan jasa-jasa/pelayanan yang ditawarkan oleh perusahaan.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com