Thursday, October 22, 2009

Merancang Materi Ajar BIPA


Merancang Materi Ajar BIPA untuk Peserta COP di UK Petra
Abstrak

Kemampuan yang ingin dimiliki oleh setiap Penutur Asing (PA) yang belajar Bahasa Indonesia adalah lancar berbicara dalam Bahasa Indonesia (BI). Pernyataan ini tidak dapat dipungkiri karena PA yang belajar BI ingin menggunakan bahasa yang sedang dipelarinya untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Aspek keseharian dalam berinteraksi menjadi bagian yang harus dicermati oleh para pengajar BIPA terutama bagi PA yang mengikuti program COP (Community Outreach Program) di UK Petra. COP adalah sejenis program KKN (Kuliah Kerja Nyata) di desa terpencil yang telah dipilih berdasarkan observasi sebagai desa tujuan. Peserta COP selain dari Indonesia juga berasal dari berbagai negara lain seperti Korea, Jepang, Hongkong, Singapura, Belanda, dan Jerman. Peserta yang berasal dari luar Indonesia biasanya belajar BI di BIPA FS UK Petra sebelum terjun dalam kegiatan COP. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa PA sering merasa ‘frustasi’ karena BI yang dipelajarinya di kelas kurang dapat digunakan sepenuhnya ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli. Salah satu penyebabnya adalah karena bahasa yang digunakan penutur asli, dalam konteks pergaulan, kurang atau sama sekali tidak dapat dipahami PA. Kenyataan ini merupakan tantangan bagi pengajar BIPA untuk senantiasa mengemaskinikan bahan ajarnya dengan menyisipkan berbagai latihan guna menjembatani pembelajaran BI di kelas dengan bahasa Indonesia yang dijumpai di luar kelas. Makalah ini bertujuan membagikan pengalaman penulis tentang peran dan fungsi bahan ajar yang tepat guna dalam pengajaran BIPA kepada sekelompok mahasiswa asing dari berbagai negara, yang menjadi peserta COP di UK Petra.

Pendahuluan
Keberhasilan pengajaran BIPA ditentukan oleh banyak hal, diantaranya motivasi pembelajar, keahlian dan ketrampilan pengajar, metode pengajaran yang dipilih, dan penyediaan materi ajar yang sesuai dengan tujuan pembelajar. Pada makalah ini penulis membahas salah satu aspek saja, yaitu perancangan materi ajar BIPA yang tepat guna (fungsional) dengan pendekatan komunikatif integratif.
Mengapa materi ajar yang tepat guna? Materi ajar yang tepat guna artinya adalah materi yang dibutuhkan oleh pembelajar untuk berkomunikasi dengan penutur asli di sekitarnya. Penutur asli yang ada disekitar peserta asing COP adalah para mahasiswa UK Petra yang ada di Surabaya dan orang-orang desa di Jawa Timur yang desanya menjadi tempat tujuan COP. Baik para mahasiswa maupun orang-orang desa berbicara BI dengan ragam bahasa (logat) Jawa Timuran. Hal ini merupakan salah satu kendala yang harus diantisipasi para pengajar BIPA. Di Indonesia terdapat banyak ragam bahasa Indonesia, misalnya ragam Bahasa Indonesia resmi, ragam Bahasa Indonesia lokal, ragam Bahasa Indonesia dialek Jakarta, ragam Bahasa Indonesia-Jawa Timuran dst. Bila proses belajar BIPA terjadi di luar negeri, mungkin cukup mengajarkan ragam Bahasa Indonesia baku saja tetapi bila proses tersebut berlangsung di Indonesia, perlu dipertimbangkan rancangan penyajian materi ragam Bahasa Indonesia nonbaku. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan dimana pembelajar (Penutur Asing/PA) belajar Bahasa Indonesia. Ragam bahasa Indonesia - Jawa Timuran dipilih karena pembelajar belajar Bahasa Indonesia di Surabaya, di kampus Universitas Kristen Petra. Dalam berinteraksi, pembelajar akan menggunakan bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas baik secara lisan maupun tertulis .
Kenyataan yang terjadi di lapangan dapat membuat pembelajar ‘frustasi’ karena ragam Bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas sering tidak dapat digunakan sepenuhnya ketika mereka berinteraksi dengan para penutur asli. Hal ini disebabkan karena ragam bahasa yang digunakan penutur asli, dalam konteks pergaulan, adalah ragam bahasa Indonesia-Jawa Timuran yang kurang atau sama sekali tidak dapat dipahami pembelajar. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pengajar BIPA untuk senantiasa mengemaskinikan bahan ajarnya dengan menyisipkan berbagai latihan, misalnya berbicara dengan PA lewat tilpon/handphone, guna menjembatani pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas dengan ragam bahasa Indonesia-Jawa Timuran yang dijumpai di luar kelas atau di desa tujuan.
Mengapa menggunakan pendekatan komunikatif integratif? Pendekatan komunikatif integratif adalah pendekatan dalam pembelajaran bahasa yang menekankan aspek komunikatif dan integratif. Komunikatif diartikan sebagai pendekatan yang mengutamakan pembelajar dalam menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi secara aktif. Hal in berarti bahwa fokus pembelajaran terletak pada penggunaan bahasa dalam konteks kehidupan sehari-hari. Sedangkan yang dimaksud dengan integratif adalah keterpaduan penggunaan empat kemahiran bahasa yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Dalam pendekatan integratif, pembelajar juga dilibatkan dalam aktivitas di kelas dan di luar kelas, baik dalam bentuk tugas terstruktur maupun dalam bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya.
Untuk menciptakan komunikasi yang baik antara pembelajar dan pengajar, diperlukan materi pelajaran yang tepat guna (fungsional). Seperti dijelaskan oleh Eskey (1986) bahwa para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan identifikasi bentuk; sedang para pembelajar yang termasuk higher-level cognitive skills memerlukan materi pelajaran yang menekankan interpretasi makna. Bagi para pembelajar yang termasuk lower-level cognitive skills yang biasanya berada di kelas pemula, pemakaian materi yang menekankan aspek bentuk sangat penting untuk menjembatani kesenjangan komunikasi di antara pembelajar dan pengajar. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di dalam kelas jika para pembelajar tidak mengerti satu kata pun dari bahasa yang dipelajarinya, sementara itu pengajar harus menjelaskan materi pelajaran dengan memakai bahasa yang sedang dipelajarinya. Dengan menggunakan materi yang tepat para pembelajar akan dapat mengikuti pelajaran dengan memanfaatkan pengetahuan dasarnya untuk menebak materi pelajaran yang dipelajarinya.
Pembahasan
Lado (1985) mengatakan bahwa dalam belajar bahasa asing dikenal empat macam kemahiran bahasa (four skills), yaitu kemahiran mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Kemahiran mendengar dan membaca bersifat reseptif, sedang kemahiran berbicara dan menulis bersifat produktif. Penguasaan bahasa yang ideal mencakup keempat jenis kemahiran tersebut, walaupun kenyataannya ada siswa yang cepat mahir berbicara tetapi lemah dalam menulis atau sebaliknya.
Kemahiran membaca mempunyai derajat yang paling rendah terkait retensi atau kemampuan mengingat kembali unsur-unsur bahasa yang sudah dipelajari,. Seperti dilaporkan oleh Dale (1969) pada umumnya pembelajar hanya 10% mengingat dari apa yang mereka baca, 20% dari apa yang mereka dengar, 30% dari apa yang mereka lihat, 50% dari apa yang mereka dengar dan lihat, 70% dari apa yang mereka katakan dan tulis, dan 90% dari apa yang mereka katakan seperti yang mereka lakukan. Mengingat rendahnya kemampuan mengingat dari apa yang mereka baca dan dengar dalam proses belajar bahasa asing, maka pelajaran membaca, mendengar, dan berbicara harus mendapat perhatian yang seksama.
Salah satu masalah lain dalam belajar bahasa asing adalah adanya kesenjangan antara bahasa pertama dan bahasa target yang akan dipelajari. Hal ini sering terjadi karena kurangnya pengetahuan bahasa target oleh pembelajar bahasa asing. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin jauh kesenjangan itu, semakin sulit proses pembelajarannya; dan semakin dekat kesenjangan itu, semakin mudah proses pembelajarannya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Grabe (1986) bahwa problem belajar bahasa asing muncul sebagai akibat dari perbedaan-perbedaan linguistis dan sosiokultural dari bahasa pertama dan bahasa target. Pembelajar harus menguasai kompetensi gramatikal dan leksikal dari bahasa target jika ingin menguasai bahasa target itu. Walaupun demikian bisa saja terjadi seorang pembelajar yang sudah memiliki kompetensi secukupnya dalam bahasa target tetapi masih menghadapi kesulitan memahami teks tertentu karena kurangnya pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target. Oleh karena itu pemahaman sosiokultur pemakai bahasa target sangat dibutuhkan oleh pembelajar untuk melengkapi kompetensi gramatikal dan leksikal mengenai bahasa target.
Dalam memilih dan menentukan materi ajar, penulis menggunakan beberapa aspek berikut ini sebagai bahan pertimbangan
1. Tujuan Pengajaran (umum, khusus, sasaran)
Merumuskan tujuan umum pengajaran Bahasa Indonesia yang akan dicapai, yaitu dapat menguasai Bahasa Indonesia secara komunikatif. Tujuan khusus adalah tujuan yang dikaitkan dengan bidang tertentu dan sasaran adalah tujuan khusus yang lebih sempit lagi, misalnya dalam batas-batas tertentu.
2. Aspek-aspek Linguistik
Materi ajar yang sudah ditentukan dipilah-pilah dan diklasifikasikan berdasarkan satuan-satuan linguistik, misalnya kosakata, fonologi, morfologi, frasa, klausa, sintaksis dan wacana.
3. Latar belakang pembelajar dan kebudayaan
Materi ajar yang dipilih dikaitkan dengan latar belakang kondisi pembelajar, misalnya usia (remaja, dewasa), tingkat pendidikan, kecenderungan minat pembelajar, kebudayaan pembelajar dan kebudayaan Indonesia.
4. Jangka waktu yang dibutuhkan
Menentukan batasan dan jumlah materi ajar harus disesuaikan dengan tujuan yang telah dirumuskan. Misalnya, untuk mencapai tujuan tertentu dengan batasan dan jumlah materi tertentu dibutuhkan waktu 30 jam dengan rincian 2x tatap muka/minggu a’ 2 jam. Jadi waktu yang dibutuhkan adalah 10 minggu.
5. Tempat berlangsungnya proses belajar mengajar Bahasa Indonesia
Bila proses belajar mengajar Bahasa Indonesia dilakukan di Indonesia, maka ragam bahasa setempat harus diperkenalkan kepada pembelajar. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar pembelajar merasakan langsung bahwa Bahasa Indonesia yang dipelajarinya di kelas sangat berterima ketika digunakan untuk berinteraksi diluar kelas dengan penutur asli/masyarakat.
6. Suasana percakapan
Suasana dan latarbelakang percakapan yang diajarkan harus bervariasi, misalnya di pasar, di kantor, di warung, di toko, di Terminal bis/stasiun/bandara atau pertemuan yang tidak terduga seperti di mall, di restoran dst.
7. Penguasaan Bahasa Indonesia calon pembelajar.
Apakah calon pembelajar sudah pernah belajar Bahasa Indonesia sebelumnya atau calon pembelajar belum pernah belajar Bahasa Indonesia sama sekali.
8. Menyediakan mahasiswa Indonesia sebagai pendamping PA, peserta COP. Tugas mahasiswa pendamping ini adalah mendampingi PA di luar kelas (di desa tujuan) terutama ketika berkomunikasi dengan penduduk desa.
Berbekal aspek-aspek tersebut di atas, penulis menyusun kosa kata/frasa yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi (high frequency use). Kemudian, penulis menentukan tiga setting yang pasti akan dialami oleh PA ketika berinteraksi satu sama lain baik dengan sesama PA dari negara lain maupun dengan penutur asli mahasiswa Indonesia, yaitu:
* Di Kampus (On the Campus),
* Perjalanan ke Desa (On the Way to the Village), dan
* Di Desa (In the Village)
Materi ajar, sesuai dengan pendekatan komunikatif integratif, disajikan dalam bentuk percakapan/dialog yang dalam proses belajar mengajarnya mencakup empat kemahiran bahasa, yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Percakapan sebagai materi ajar bisa dimulai dengan membaca seperti yang disarankan oleh Nunan (1990) yaitu pengajar memberi contoh dengan membaca seluruh percakapan dan pembelajar mendengarkan/menyimak dengan seksama. Setelah itu pembelajar diminta untuk bermain peran secara bergantian dengan sesama temannya. Untuk megembangkan kosakata, pembelajar diminta untuk mengganti kata kunci dengan kata-kata lain dengan memperhatikan unsur tata bahasa (mencakup penjelasan struktur dan pelatihan pola struktur). Bentuk materi pelatihan dapat disajikan dalam bentuk substitusi, pencocokan jawaban, pertanyaan dll. Untuk kegiatan menulis, pembelajar diberi tugas untuk menyusun kata-kata yang diacak menjadi sebuah kalimat atau berkomunikasi nelalui tilpon genggam dengan teman penutur asli yang telah diberi tugas untuk membantu pembelajar.
Materi ajar ini disajikan secara bertahap sesuai kebutuhan pembelajar sehingga dapat langsung digunakan pembelajar untuk berinteraksi lisan atau tertulis dengan sesama temannya dalam kehidupan seharĂ­-hari. Biasanya pembelajar dibantu oleh sesama mahasiswa, yaitu penutur asli yang diberi tugas pendampingan. Tujuan pendampingan ini adalah agar pembelajar dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan menggunakan bahasa yang dipelajarinya dalam komunitas mahasiswa penutur asli yang berbahasa Indonesia dengan ragam bahasa Jawa Timuran.
Langkah berikutnya adalah membuat contoh percakapan yang berisi kosa kata/frasa yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi dalam dua bahasa yaitu Indonesia dan Inggris. Bahasa Indonesia adalah bahasa yang akan/sedang dipelajari PA, peserta COP, dan bahasa Inggris adalah bahasa internasional yang rata-rata difahami oleh para PA. Berikut adalah contoh latihan yang diberikan di kelas:
I. DI KAMPUS (on the Campus)
Kenalkan……… (Allow me to introduce ………….)
A: Perkenalan di kampus (Introduction making)
Lukas : Selamat pagi. Kenalkan saya Lukas.
Good morning, (allow me to introduce myself) I am Lukas.
John : Selamat pagi. Saya John, dan ini ….. Ann
Good morning. I am John and this is Ann.
Lukas : Selamat datang di UK Petra.
Senang sekali bisa bertemu
Welcome to Petra Christian University.
Glad to meet you
John+Ann :Terimakasih, Kami juga senang bisa bertemu
Thank you. We are glad to meet you, too
Lukas : Semoga kalian senang di Surabaya
Hope you enjoy staying in Surabaya
John+Ann : Ya, mudah-mudahan
Yes, we hope so
B: Frasa dan Kosa kata (Phrases and Words)
selamat pagi good morning bertemu meet
siang good afternoon datang come
malam good evening/night mahasiswa student
datang welcome senang glad
makan enjoy your meal ini this
jalan have a nice trip juga also, too
tinggal good bye kalian you (pl)
saya I
kami we
Catatan:
kenalkan=kenalin, bertemu=ketemu,senang= seneng, datang = dateng, malam=malem
Pelafalan formal dan tidak formal (kasual) sebaiknya disampaikan kepada PA dari awal sehingga ketika mereka menggunakan frasa/kosa kata yang mereka peroleh di kelas dalam berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia, mereka tidak merasa bingung/frustasi.
C. Kalimat (Sentences)
Saya Lukas I am lukas
Kami We
Kalian mahasiswa You are students
Catatan:
(1) Kata ganti orang pertama: Saya (formal), aku (kasual)
(2) Kata ganti orang kedua: Singular: you anda (formal)
saudara (netral)
kamu, engkau, kau (kasual)
bapak/pak (formal)
ibu/bu (formal)
mas/mbak(kasual)
Plural: You kalian
(3) Kata ganti orang ketiga: Singular: he/she beliau (formal)
dia (kasual)
Plural: they mereka
Perkenalan di kampus dapat digunakan sebagai latihan percakapan dengan menggunakan kosa kata yang sering digunakan di berbagai tempat, misalnya di Kantin, di Puskom (pusat komputer), di Perpus (perpustakaan), dan di Bank/Atm. Jangan lupa untuk memberikan penjelasan tentang kosa kata dan pelafalan yang formal dan kasual.
II. Perjalanan ke Desa (on the way to the village)
Berapa jauh ....................? (How far ............... ?)
A. Dalam Bis (on the bus): menanyakan berapa lama (asking how long/far)
Vincent : Berapa jauh SurabayaKediri?
How far is it from Surabaya to Kediri?
Lina : Sekitar 150 kilo meter
I’t about 150 kilo meters
Vincent : Kira-kira berapa lama, ya pergi ke Kediri?
How long is it to go to Kediri
Lina : Kurang lebih tiga jam
More or less three hours
Vincent : Bagaimana kalau kita belajar nyanyi lagu Indonesia
bersama-sama?
What if we learn to sing Indonesian song together?
Lina : Oke
Okay
Lagu Indonesia (Indonesian song)
DI SINI SENANG
Di sini senang, di sana senang
Di mana-mana hatiku senang
Di sini senang, di sana senang
Di mana-mana hatiku senang
La la la la lalala la la la la lalala la la la la lalala lala lala
B. Frasa/Kosa kata (Phrases/Words)
bagaimana kalau what if
berapa jauh how long
kira-kira approximately
berapa lama how long
kurang lebih more or less
nyanyi sing
lagu song
bersama together
tiga three
C. Latihan (Practice)
(1) Berapa jauh
* How far is it from Surabaya to Bali?
Berapa jauh Surabaya ke Bali?
* How far is it to the village?
Berapa jauh ke …………..?
* How far is it to the market?
Berapa jauh …………?
* How far is it to town?
Berapa jauh ………….?
* How far is it from the house to school?
………………………………………..?
(2) Berapa lama
* How long will it take to go to Jakarta?
Berapa lama pergi ke Jakarta?
* How long will it take to go to the school?
Berapa lama ke ……………………?
* How long will it take to go the museum?
Berapa lama ………………………..?
* How long will it take to go to the hospital?
………………………………………..?
* How long will it take to go to the bank?
………………………………………..?
Perjalanan ke desa dapat digunakan sebagai latihan percakapan dengan menggunakan frasa/kosa kata yang sering digunakan di berbagai kesempatan, misalnya minta ijin untuk ……. (I want to ask permission to …….), tolong beritahu saya ……….. (Please tell me ………..), menanyakan kebutuhan (asking needs). Jangan lupa untuk memberikan penjelasan tentang kosa kata dan pelafalan yang formal dan kasual.
III. Di Desa (in the village)
Beberapa latihan percakapan dapat diberikan dengan menggunakan setting yang berbeda, misalnya di Kantor kepala Desa, di rumah penduduk desa, di kamar mandi, di warung dst. Contoh:
Kantor Kepala Desa: minta ijin (in head of village office: asking for permission)
Peserta COP: Selamat pagi, Pak. Kami dari COP minta ijin untuk tinggal di desa ini. Bolehkah kami membantu membangun fasilitas untuk penduduk desa ?
(Good morning, sir. We are from COP. We would like to ask your permission to stay in this village. Could we help building the facilities for the villagers?)
Kepala desa: Boleh saja. Saya senang sekali kalian semua datang untuk membantu penduduk desa. Apa yang mau dikerjakan di sini?
(Sure. I am happy you come to help the villagers. What will you do here?)
Peserta COP: Kami mau membuat kamar mandi umum dan fasilitas bermain sekolah SD.
(We want to build public toilet and playground facilities for the elementary school)
Kepala Desa: Wah, terimakasih atas perhatian dan kebaikan kalian semua.
(Wow, thank you for your concern)
Latihan tersebut di atas bisa dikembangkan sesuai kebutuhan artinya tergantung desa mana yang telah dipilih untuk menjadi target COP. Setiap desa memiliki tradisi budaya yang berbeda dan inilah yang seharusnya disisipkan dalam berbagai latihan percakapan di kelas BIPA. Hal ini akan memperkaya pengetahuan peserta COP tentang desa yang akan dikunjunginya sehingga para PA peserta COP ini akan merasa lebih siap untuk terjun dan berKKN di desa tujuan.
Penutup
Penggunaan materi ajar yang tepat guna dengan pendekatan komunikatif integrative, dalam merancang materi ajar BIPA, memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Masukan yang diperoleh pengajar dari pembelajar melalui latihan yang diberikan di kelas maupun di luar kelas, sebaiknya digunakan untuk memperkaya latihan berikutnya. Dengan kata lain, selama proses belajar mengajar berlangsung maka materi ajar selalu terbuka untuk dimodifikasi sesuai kebutuhan pembelajar.
Bantuan yang diberikan kepada pembelajar berupa pendampingan oleh mahasiswa penutur asli sangat bermanfaat. Ketika pembelajar mendapat kesulitan di luar kelas, ybs dapat segera menghubungi mahasiswa pendamping yang ditunjuk dan mendapat bantuan yang dibutuhkan tanpa harus menunggu atau merasa kebingungan terutama ketika kesulitan yang dihadapi terkait ragam bahasa Jawa Timuran. Penulis menyarankan bahwa sebaiknya pengajar BIPA sedikitnya menguasai dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Daftar Pustaka
Dubin, F, and D.E Eskey and W Grabe. 1986. Teaching Second Language: Reading for Academic Purposes. Addison: Wesley Publishing Co.
Klippel, F. 1987. Keep Talking: Communicative Fluency activities for Language
Teaching. Cambridge: Cambridge University Press.
Lado, R. 1985. Memory Span as a Factor in Second Language Learning, dalam IRAL 3:23-129.
Nunan, D. 1990. Designing Tasks for Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com