Wednesday, February 20, 2013

Pengertian Poligami

Pengertian Poligami Dan Dasar Hukumnya
Poligami belakangan ini menjadi permasalahan yang krusial, oleh karena masalah poligami terus menjadi kontroversi ditengah masyarakat. Meskipun dalam agama islam poligami dibenarkan, akan tetapi tetap saja sebagian besar masyarakat kurang dapat menerimanya. Terlebih-lebih bagi seorang isteri, poligami menjadi momok yang menakutkan, sehingga jika seorang suami ingin melakukan perkawinan poligami jelas pertama kali ia haru bertentangan dengan keinginan isterinya untuk tidak dimadu (berpoligami).

"Untuk memahami prihal poligami, terlebih dahulu dibahas tentang pengertian poligami yang dalam Ensiklopedi Islam poligami (Ar, : Toadduct azz­zauzat = berbilangnya isteri)”

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, poly atau polous yang berarti banyak gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawian, jadi poligami berarti suatu perkawinan banyak atau perkawinan yang lebih dari seorang.

Sedangkan Kyai Wahid Wahab berpendapat bahwa : “Poligami adalah pengambilan seorang suami lebih dari seorang isteri. Hukum Islam pada dasarnya menganut azas poligami. Hal ini dapat dilihat dalam Firman Allah dalam Surat An-Nisa, ayat (3) yang artinya "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita­-wanita (lain) yang kamu senangi "dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya".
Firman Allah SWT dalam Al-Qur'an dinyatakan : "Dalam hal perempuan dua, tiga, atau empat, jika kamu sekalian khawatir tidak bisa berbuat adil maka cukup satu, atau pada budak kamu sekalian, demikian itu lebih baik untuk tidak menyimpang
Kemudian apa yang tersirat dari makna firman Allah SWT yang disebutkan di atas dijadikan dasar pengaturan berpoligami yang diatur dalam Kompilasi Hukum Islam, yakni Pasal 55 yang menyatakan :
  1. Beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang berlainan pada waktu yang sama terbatas sampai empat orang.
  2. Syarat ulama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
  3. Apabila syarat utama yang disebut dalam ayat 2 tidak mungkin terpenuhi oleh suami, dilarang beristeri lebih dari seorang.
 Sedangkan dalam Undang-undang perkawinan poligami tidak ada diatur, hanya saja dibenarkan. Oleh karena dalam undang-undang perkawinan pada dasamya dianut asas monogami. Sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yang menyebutkan : bahwa pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Dan demikian juga sebaliknya seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami. Hanya apabila dikehendaki oleh para pria yang bersangkutan karena hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan seorang suami dapat beristeri lebih dari seorang. Dengan demikian mengenai asas monogami selain Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 dengan tegas diatur dalam Pasal 3 ayat (1). Jadi pada asasnya monogami yaitu pada yang bersamaan hanya boleh mempunyai seorang isteri atau sebaliknya. Akan tetapi perbuatan Undang-undang masih menghayati pernikahan yang realistik dalam soal perkawinan, sehingga pada ayat 2 Pasal 3 UU No. 1 Tahun 1974 memberi kemungkinan untuk beristeri lebih dari satu orang dengan syarat harus ada izin dari Pengadilan dan hal poligami itu dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dengan demikian dasar monogami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tidak bersifat mutlak.

Poligami Menurut Hukum Yang Berlaku
         Di Indonesia masalah poligami diatur dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Peraturan Pemerintah RI. No .9 Tahun 1975 tentang Aturan Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974. Bagi Pegawai Negeri Sipil aturanya dibedakan yakni melalui Peraturan Pemerintah No.10 1983 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. Adapun sebagai hukum materil bagi orang islam, terdapat ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam.
Poligami pada hakekatnya merupakan salah satu upaya untuk membimbing wanita dalam mengentaskan suasana kegelisahan, kehinaan keterlantaran hidup karena belum melaksanakan perkawinan, padahal perkawinan itu sendiri merupakan Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, juga merupakan kodrat dan iradat manusia yang hidup berpasang-pasangan.
Dalam Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Perkawinan juga menunjukkan bahwa kedudukan isteri (wanita) seimbang dengan kedudukan suami, artinya dalam hak kebendaan isteri dapat bertindak sendiri melakukan tindakan hukum atau menerima hak kebendaan atas suatu benda tanpa harus meminta izin dari suami.
Berkaitan dengan kedudukan isteri dan suami; Retno Wulan Sutantrio berpendapat bahwa: "Kedudukan seimbang dengan turut sertanya isteri dalam menanggung beban hutang suami yang telah terjadi selain dalam perkawinan”
Dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 90 Undang-undang Perkawinan yang menyatakan bahwa: "isteri bertanggung jawab menjaga harta bersama maupun harta suami yang ada padanya" isi Pasal ini mengandung makna bahwa :
  1. Isteri berbakti kepada suami secara lahir dan bathin di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh Agama Islam.
  2. Isteri mengatur keperluan rumah tangga dengan sebaik-baiknya
  3. Menjaga harta dan memelihara diri.
Cita-cita yang indah dalam perkawinan yaitu menuju kehidupan berkeluarga yang mulia, dianugrahi kesucian dan kebahagiaan serta kemuliaan tersebut ternyata sulit dicapai bila kedudukan wanita sebagai isteri kedua, ketiga dan keempat kurang terjamin, oleh karenanya poligami ini biasanya tidak dapat terjadi bila seorang wanita tidak menghendaki menjadi isteri kedua, ketiga atau ke empat.
Untuk menjamin kedudukan isteri kedua, ketiga atau keempat dalam pandangan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menentukan bahwa kedudukan isteri adalah seimbang dengan kedudukan suami sebagaimana dalam hukum maupun dalam masyarakat.
Undang-undang tidak mengatur atau membedakan tentang Hak dan kewajiban antara isteri pertama dan isteri selanjutnya, namun undang-undang hanya mengisyaratkan membolehkan seorang suami beristeri lebih dari satu dengan syarat-syarat yang berkaitan dengan alasan-alasan dalam berpoligami.
Artinya tidak ada undang-undang yang mengatur bahwa isteri pertama lebih berkuasa atau berhak dari isteri selanjut nya. Dalam hal harta perkawinan, bagi seorang yang melakukan poligami, harta bawaan masing-masing isteri harus dipisahkan dari pencampuran harta suami isteri hal ini sebagaimana di maksud dalam Pasal 94 Kompilasi Hukum Islam yang menyebut kan bahwa:
  1. Harta bersama dari perkawinan seorang yang mempunyai lebih dari seorang, isteri, masing-masing harta terpisah dan berdiri sendiri.
  2. Pemilikan harta bersama dari perkawinan seorang suami yang mempunyai isteri lebih dari dari seorang sebagaimana isteri dalam ayat 1 dihitung mulai pada saat berlangsung akad perkawinan yang kedua, ketiga dan keempat.
Sebaliknya kedudukan isteri kedua dan selanjutnya tidak boleh mengurangi hak-hak dari isteri yang pertama, mereka masing-masing tidak boleh bertindak sewenang-wenang satu sama lain karena kedudukan mereka satu sama lain dalam haknya mempunyai kekuatan dan ketentuan yang sama.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com