Tuesday, May 7, 2013

Bailout Century Dari Perspektif Ekonomi dan Keuangan Negara.

1. Bailout Century Dari Perspektif Ekonomi dan Keuangan Negara. : Untuk melihat apakah bail out Century memiliki argumentasi kuat secara ekonomi, ada baiknya kita melihat komparasi situasi ekonomi antara ketika krisis 1997/98 dan krisis 2008. Biasanya, indikator yang digunakan untuk melihat adanya tekanan terhadap pasar keuangan kita adalah nilai tukar, IHSG, cadangan devisa, uang beredar, inflasi, dan indikator perbankan.

Pada tahun 1997/1998 Suku bunga SBI juga lebih tinggi dibanding suku bunga KI dan KMK. Situasi ini menyebabkan, bank lebih suka menaruh dananya pada SBI dibandingkan menyalurkan kredit. Kondisi ini, berbeda dengan situasi tahun 2008. Sekalipun terjadi peningkatan suku bunga, namun tekanan suku bunga perbankan tidak setinggi krisis 1997/1998. Disamping itu, sekalipun meningkat, suku bunga SBI juga masih lebih rendah dibanding suku bunga KI dan KMK, sehingga tidak mengurangi minat bank menyalurkan kredit.

Berdasarkan analisis di atas, terlihat bahwa situasi krisis pada tahun 2008 memang berbeda dibandingkan krisis tahun 1997/1998. Bila menggunakan ukuran “sistemik”, situasi krisis 1997/1998 jauh lebih sistemik dibandingkan krisis tahun 2008. Oleh karenanya, karena argumentasi bail out Century didasarkan pada alasan bisa menimbulkan krisis sistemik, tentunya memang harus ditelaah secara objektif bagaimana ukuran sistemik yang dipakai tersebut. Kita juga tidak tahu bagaimana suasana psikologis yang terjadi ketika bail out Century diputuskan. Patut diduga bahwa krisis 1997/1998 masih menghantui para pengambil kebijakan kita waktu itu.

Bawa Perppu JPSK Ke MA Atau MK
Untuk menentukan kebijakan bail out Century, yang kini sudah masuk wilayah politik, tepat atau tidak tepat, Pansus DPR RI tidak bisa hanya mengandalkan judgement ekonomi. Karena Pansus adalah lembaga politik, semestinya mendasarkan keputusannya pada judgement hukum. Sayangnya payung tersebut juga tidak ada. Meski UU BI, sejak 2004 telah mengamanatkan agar kita memiliki UUJPSK, ternyata hingga kini tidak berhasil diwujudkan Pemerintah dan DPR. Sementara itu, Perppu JPSK inisiatif Pemerintah, kini tidak jelas kedudukannya untuk menjustifikasi kelayakan bail out Century.

Perlu diketahui bahwa bail out Century bermula dari penetapan Century sebagai bank gagal sistemik. Penetapan ini didasarkan pada Perppu JPSK. Penulis berpendapat, secara hukum penetapan Century sebagai bank gagal sistemik yang kemudian berimplikasi pada bail out tahap pertama sebesar Rp632 milyar adalah sah, karena didasarkan pada Perppu JPSK yang diakui dalam hukum ketatanegaraan kita. Sayangnya, Perpu JPSK hanya berlaku 3 bulan. Terlebih lagi, pada Sidang Paripurna 18 Desember 2008, DPR dikabarkan juga tidak menyetujui Perppu JPSK. Akibat ketidakpastian hukum inilah yang kini menimbulkan komplikasi hukum atas bail out Century pada empat tahap selanjutnya hingga mencapai Rp6,7 trilyun.

Dana Bail Out Century Bagian Keuangan Negara
Isu lain yang juga krusial adalah status dana yang digunakan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mem-bail out Century. Sebagian berpendapat bahwa dana bail out Century bukan bagian keuangan negara, karena dibayarkan dari hasil premi nasabah. Sebagian yang lain berpendapat bahwa dana LPS adalah bagian keuangan negara.

Untuk menentukan dana LPS itu bagian dari keuangan negara atau tidak, kita bisa mengambil analogi BUMN. BUMN adalah perusahaan milik negara yang modalnya berasal dari APBN yang dipisahkan. Menurut UU Keuangan Negara, BUMN adalah bagian dari keuangan negara yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Jadi, sekalipun dana yang digunakan untuk kegiatan investasi (misalnya: BUMN Asuransi) berasal dari dana nasabah, institusi BUMN adalah bagian dari keuangan negara. Itulah sebabnya, institusi hukum dapat menetapkan status korupsi bila aktivitas investasi BUMN dilakukan dengan melanggar ketentuan.

Analogi yang terjadi di BUMN ini sesungguhnya sama dengan LPS. Cara kerja LPS itu mirip dengan BUMN Asuransi. Dimana, LPS menerima premi nasabah dan menginvestasikannya dalam jenis-jenis investasi, termasuk penyertaan modal sementara (PMS) ke Century. Jika ternyata dalam kegiatan investasi LPS tersebut terdapat kerugian negara, institusi hukum dapat menetapkan adanya unsur korupsi, bila kerugian investasi ini dilakukan karena melanggar ketentuan. Terlebih lagi, status hukum LPS bukanlah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas (PT), sebagaimana BUMN, tetapi masih menggunakan sistem APBN.

2. Aspek Hukum Kasus Bank Century
Kasus Bank Century telah menjadi bola panas yang menggelinding memasuki kawasan politik dan hukum. Kasus politik akan ditangani oleh pansus angket Bank Century sedangkan aspek hukum akan ditangani oleh KPK dan aparat hukum lainnya.

Berikut ini, sebuah kutipan dari Guru Besar Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, yang dikutip dari Harian Kompas edisi Rabu, 9 Desember 2009.

Berbagai aspek hukum bermunculan terkait dengan Bank Century. Sebagai mantan anggota Tim 8, penulis diundang Menteri Keuangan, 1 Desember. Pertemuan diisi penjelasan isu Bank Century yang disinggung dalam laporan dan rekomendasi Tim 8.

Dari identifikasi, ada delapan isu hukum terkait kasus Bank Century, yaitu :
a. Pertama, soal penalangan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Rp 6,7 triliun.

Masalah hukum muncul, apakah kebijakan yang diambil tepat dilakukan dan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

b. Isu hukum pertama ini memunculkan isu hukum kedua yang didasarkan kecurigaan publik. Publik curiga, kebijakan penalangan Bank Century dilakukan tidak untuk menyelamatkan dunia perbankan dari ketidakpercayaan masyarakat. Penalangan dicurigai sebagai pintu memanfaatkan dana guna kepentingan tertentu.Istilah ”perampokan” dan penumpang gelap pun muncul dalam kebijakan penalangan Bank Century. Guna memvalidasi kecurigaan pemanfaatan dana talangan, sejumlah pihak meminta agar Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membuka aliran dana talangan dari Bank Century. 

c. Permintaan ini memunculkan isu hukum ketiga, yaitu permintaan Kepala PPATK untuk mendapatkan landasan hukum bagi dibukanya aliran dana kepada lembaga bukan institusi penegak hukum. Ini karena UU Tindak Pidana Pencucian Uang hanya menyebutkan, hanya aparat penegak hukum yang dapat meminta informasi dari PPATK. 

d. Dalam koridor ini, bergulir wacana peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau fatwa Mahkamah Agung yang akan memungkinkan PPATK melakukan penyampaian informasi tentang aliran dana.Dalam konteks kecurigaan atas aliran dana talangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bendera mengungkap pihak-pihak yang menerima aliran dana bailout Bank Century. Pihak-pihak yang disebut Bendera merasa dicemarkan nama baiknya sehingga memunculkan isu hukum keempat.

e. Selanjutnya, Bank Century memunculkan isu hukum kelima, berupa sangkaan dan dakwaan tindak pidana yang dilakukan manajemen dan pemegang saham lama. Bahkan, diduga sejumlah aset telah dilarikan ke luar negeri. Robert Tantular dan Lila Gondokusumo telah divonis bersalah pengadilan negeri meski vonis itu belum memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara polisi berupaya menangkap pemegang saham berkewarganegaraan asing yang sempat ke luar Indonesia dan memburu aset di luar negeri yang diduga berasal dari Bank Century.

f. Isu hukum keenam adalah diperdayanya nasabah Bank Century oleh manajemen lama untuk membeli produk Antaboga. Nasabah merasa dirugikan karena produk Antaboga Bank Century bukan produk yang mendapat perlindungan.

g. Ketujuh, Bank Century memunculkan masalah hukum terkait pencairan dana yang dimiliki Budi Sampoerna. Budi Sampoerna adalah salah satu nasabah besar Bank Century yang ingin menarik dananya saat LPS telah mengambil alih Bank Century.

h. Terakhir, penyadapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas pengacara Budi Sampoerna. Penyadapan ini melibatkan Kepala Bareskrim Mabes Polri saat itu.

3. Penyelesaian Kasus Bank Century
Melihat berbagai masalah hukum yang muncul dari Bank Century, banyak pihak cenderung melakukan generalisasi. Akibatnya terjadi pencampuradukan isu, menambah kesimpangsiuran, dan mempersulit penyelesaian berbagai kasus hukum Bank Century.

Padahal, setiap isu hukum Bank Century memiliki pendekatan berbeda dalam penyelesaian secara hukum dan forum. Sanksi hukum pun bisa berbeda-beda, mulai dari administratif, ketatanegaraan, pidana, atau perdata.

Pada isu hukum pertama, karena terkait kebijakan, maka DPR berhak mempertanyakan kebijakan penalangan Bank Century kepada pemerintah. Proses ini telah dimulai dengan disetujuinya hak angket oleh DPR.

Pada isu kedua, terkait kecurigaan penalangan dimanfaatkan bukan untuk penyelamatan dunia perbankan, maka harus dilakukan penyelidikan dan penyidikan oleh penegak hukum. Kepolisian, kejaksaan, atau KPK berwenang memulai proses hukum ini.

Isu hukum ketiga pun harus mendapat jalan keluar. Instrumen hukum apa yang tepat sebagai landasan bagi Kepala PPATK untuk membuka informasi aliran dana penalangan. 

Terkait isu hukum keempat, pencemaran nama baik telah diadukan ke polisi, maka prosesnya harus diserahkan pada mekanisme yang ada.

Penyelesaian isu kelima, publik perlu mengawal proses hukum Robert Tantular dan kawan- kawan. Jika terbukti melakukan kejahatan, mereka harus mendapat hukum setimpal.

Isu keenam harus dicarikan jalan keluar yang tepat secara hukum agar kerugian nasabah akibat manipulasi manajemen lama Bank Century dapat dikembalikan.

Isu ketujuh terkait pencairan dana Budi Sampoerna juga harus mendapat penyelesaian. Bukan tidak mungkin isu hukum akan berujung gugatan perdata Budi Sampoerna kepada Bank Century.

Terakhir, penyadapan yang dilakukan KPK terhadap pengacara Budi Sampoerna harus mendapat penuntasan. KPK melakukan penyadapan karena ada proses hukum yang dijalankan.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com