Pendahuluan
Kecenderungan dewasa ini penelitian kualitatif semakin mendapat tempat di
hati para peneliti karena beberapa alasan yang antara lain bahwa ilmu-ilmu
fisik memang dapat ditentukan di laboratorium karena memiliki uniformitas fisis
yang tetap, sebaliknya perilaku sosial merupakan gejala unik yang
uniformitasnya tidak dapat ditentukan sebelumnya; selain itu tingkah laku
sosial terdapat bukan hanya seperangkat penilaian yang seragam tetapi setumpuk
kecenderungan, kepentingan dan cita-cita yang kacau dan saling bersaingan;
akhirnya dunia ini merupakan sesuatu yang komplek dan ganda. Pendekatan
kuantitatif terasa ada ketidak sesuaian paradigma untuk menangani
masalah-masalah empiris sosial seperti ini. Muncullah paradigma baru yakni
pendekatan kualitatif.
Pendekatan kualitatif dilandasi oleh filsafat fenomenologis yang
implementasinya mengenal berbagai istilah seperti naturalistik, etnometodologi,
dan interaksi simbolik. Dalam mendisain penelitian kualitatif yang perlu
diingat bahwa selain jenis kasusnya harus jelas, studinya apakah kasus tunggal
ataukah multi kasus atau multi situs, demikian pula landasan teori yang
digunakan sebagai pendekatan apakah fenomenologis, interaksi simbolik,
kebudayaan, dan etnometodologi sebagai arah bagi pengumpulan dan analisis
datanya.
1.
Jenis dan
Ciri Metode Penelitian Kualitatif
Beberapa karekterisitik penelitian kualitatif,
antara lain dapat disebutkan :
a) Pengungkapan makna (meaning) merupakan hal yang esensial;
b)
Latar alami (natural
setting) sebagai sumber data langsung;
c)
Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci.
d)
Data kualitatif untuk mengungkap realitas ganda antara
peneliti dan informan.
e)
Sampel bertujuan (purposive sampling) sehingga
mengutamakan data langsung.
f)
Analisis data induktif, lebih memudahkan pendeskripsian
konteks yang muncul.
g)
Teori mendasar (grounded theory), yaitu mengarahkan
penyusunan teori yang mendasar dan dari lapangan langsung.
h)
Disain bersifat sementara karena pola lapangan sulit
dibakukan terlebih dahulu, disain tampil dalam proses penelitian (emergent,
evolving, developing).
i)
Pensepakatan
hasil terhadap makna dan tafsir atas data langsung dari sumbernya.
j)
Modus laporan studi kasus agar terhindar dari bias
akibat interaksi peneliti dengan responden.
k)
Penafsiran idiografik atau keberlakuan khusus yang
diarahkan dalam penafsiran data kualitatif, bukan nomotetik (keberlakuan umum).
l)
Aplikasi tentatif akibat realitas ganda dan
berbeda-beda.
m) Ikatan konteks terfokus, karena tuntutan
pendekatan holistik.
n)
Kreteria keabsahan, meliputi kredibilitas,
transferbilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas.
Dalam penelitian kualitatif, peneliti sewajarnya harus masuk kelatar tertentu yang
sedang diteliti karena concern nya
dengan konteks. Bagi peneliti kualitatif fenomena dapat dimenegrti maknanya
secara baik apabila dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara
mendalam dan diobservasi pada latar dimana fenomena tersebut sedang
berlangsung. Oleh karena itu teknik wawancara dan observsi dalam penelitian kualitatif
merupakan teknik yang digunakan. Disamping itu peranan teknik dokumentasi
sangat penting, karena bahan-bahan yang di tulis oleh atau tentang subyek
seringkali digunakan untuk melengkapi data yang diperlukan.
Data yang
sedang dan telah dikumpulkan melalui teknik-teknik diatas harus dilacak,
diorganisasi, dipilah, disintesis, dicari polanya, diinterpretasi dan disajikan
agar peneliti dapat menangkap makna
fenomena serta dapat mengkomunikasikan kepada orang lain. Proses ini dalam
penelitian kualitatif merupakan rangkaian analisis data.
Dalam uraian
selanjutnya akan disajikan tentang teknik pengumpulan data yang meliputi
wawancara, observasi, dan dokumentasi serta teknik dan model analisis data.
2.
Teknik
Pengumpulan Data
2.1 Teknik Wawancara
Menurut Lincoln
dan Guba (1985) dalam A. Sonhadji K.H (1994) wawancara dinyatakan sebagai suatu
percakapan dengan bertujuan untuk memperoleh kontruksi yang terjadi sekarang tentang orang, kejadian, aktivitas,
organisasi, perasaan, motivasi, pengakuan, kerisauan dan sebagainya ;
selanjutnya rekonstruksi keadaan tersebut dapat diharapkan terjadi pada masa yang akan datang ; dan
merupakan verifikasi, pengecekan dan pengembangan informasi
( konstruksi, rekonstruksi dan
proyeksi) yang telah didapat sebelumnya.
Tahap-tahap
wawancara meliputi :
·
Menentukan siapa yang diwawancarai
·
Mempersiapkan wawancara
·
Gerakan awal
·
Melakukan wawancara dan memelihara agar
wawancara produktif
·
Menghentikan wawancara dan memperoleh rangkuman
hasil wawancara
Pada tahap
pertama peneliti menentukan dimana dan dari siapa data akan dikumpulkan .
Kegiatan ini juga meliputi penentuan bahan-bahan dan identifikasi informan yang
diperlukan dalam wawancara. Pada tahap kedua
mencakup pengenalan karakteristik
dari responden. Semakin elite responden, maka makin penting untuk
mengetahui informasi lebih banyak tentang responden. Selain itu peneliti harus
menyiapkan urutan pertanyaan, peran, pakaian, tingkat formalitas, dan
konfirmasi waktu dan tempat. Tahap ketiga adalah gerakan awal, dimana penelti
melakukan semacam “Warming Up” yaitu mengajukan pertanyaan yang bersifat “grand tour”
agar responden dapat memperoleh kesempatan dan mengalami dalam suasana
yang santai tetapi mampu memberikan
informasi yang berharga., juga berkemampuan untuk mengorganisasikan jalan
pikirannya sendiri., dengan mengajukan pertanyaan secara umum yang akan dirinci
pada waktu wawancara selanjutnya.
Pada tahap keempat pertanyaan
diajukan secara khusus (spesifik), agar dipelihara produktifitas proses
wawancara. Tindakan menhentikan wawancara, apabila peneliti telah banyak
mendapatkan informasi yang melimpah; serta baik peneliti maupun responden sudah
capai. Tindakan berikutnya peneliti harus merangkum dan mencek kembali yang
telah dikatakan oleh responden dan barang kali responden ingin menambah
informasi yang telah diberikannya.
Menurut Seidnan (1991) terdapat tiga rangkaian
wawancara :
·
Wawancara yang mengungkap konteks pengalaman
partisipan (responden)
·
Wawancara yang memberi kesempatan partisipan
untuk merekonstruksi pengalamannya.
·
Wawancara yang mendorong partisipan untuk
merefleksi makna dari pengalaman yang dimiliki.
Pada wawancara
pertama, pewawancara mempunyai tugas membawa pengalaman partisipan kedalam konteks dengan meminta partisipan
bercerita sebanyak mungkin tentang dirinya
sesuai dengan topik pembicaraan , dalam kurun waktu sampai sekarang.
Kegiatan ini disebut wawancara sejarah
hidup terfokus (focused life history). Adapun tujuan wawancara kedua adalah untuk
mengkonsentrasikan rincian konkret tentang rincian pengalaman partisipan
sekarang, sejalan dengan topik studi. Misalnya dalam penelitian tentang guru
dan mentor dalam suatu situs klinis, kita bertanya pada mereka tentang apa yang
sebenarnya dilakukan dalam pekerjaannya. Wawancara ketiga adalah refleksi
makna. Dalam hal ini partisipan diminta merefleksi makna pengalaman yang
dimilikinya. Pertanyaan “makna” bukan merupakan
pertanyaan yang memuaskan, sekalipun isi ini memegang peran yang penting
untuk mengungkap pikiran partisipan. Pertanyaan – pertanyaan seperti ini mungkin muncul, menurut anda
memberi kesan apa kehidupan anda sebelum menjadi guru, dan kehidupan anda
sekarang seperti yang anda katakan ?. Kemudian dapat diteruskan “pengalaman-pengalaman” anda tersebut apa bermanfaat untuk menghadapi
kehidupan yang akan datang.
Apabila suatu penelitian melibatkan wawancara yang ekstensif, atau
wawancara merupakan teknik utama, direkomendasikan untuk menggunakan tape
recorder. Tulisan lengkap dari rekaman
ini dinamakan transkrif wawancara.
Transkrif wawancara merupakan data pokok
dari penelitian wawancara.
Contoh
Transkrif Wawancara
P
K
P
K
|
:
:
:
:
|
(Pewawancara).
(Pak Bakri) Ya kita memang mempunyai anggota tetap. Mereka itu yang selalu datang pada hari-hari
latihan. Sebagai ikatan keanggotaanya, mereka di pungut iuran perbulan. Dulu
Rp. 2.500,- tetapi sekarang sisa Rp. 1.500,- karena lapangannya itu milik
kantor sendiri , ya kita tidak perlu bayar lagi . Anggotanya itu, Pak Aris
bisa lihat diatas (sambil menunjuk ruangan Sub Bagian Keuangan dan Kepegawaian).
Di lapangan tennis ; Bapak sering disebut-sebut “manager”.
Bagaimana prosesnya sehingga muncul sebutan itu ?
Sebenarnya ya, tidak pernah diangkat secara resmi bahwa saya manager.
Cuma mungkin dari asal mulanya terbentuk kelompok B. Saya kan yang mula-mula
mengajak teman-teman pergi main, juga urus bola, dan sebagainya. Mungkin
dari situ sehingga saya disebut sebagai manager.
|
Sumber : Arismunandar (1992 : 209)
dalam A. Sonhadji KH. (1994 : 65)
Teknik
transkrif wawancara model lain, yang dibuat oleh Arifin (1992) dengan
mengadopsi teknik Danandjaja (1994) yang pernah dibuat meneliti folklere dan
kebudayaan petani desa Trunyan di Bali.
Teknik ini tidak memasukan unsur peneliti (sebagai
pewawancara). Melainkan langsung
dari hasil wawancara yang dituangkan dalam formulasi kalimat (teknik
seperti ini biasanya dilakukan peneliti yang sering menggunakan kaset perekam
dalam mewawancarai responden), selanjutnya pertanyaan peneliti dianggap sebagai
otobiografi peneliti lapangan. Pertanyaan bisa dengan menggunakan kode-kode.
Contoh
adalah Kode : 43/11-W/PP/26-VII/91 dapat dibaca sebagai berikut :
Nomor transkrif 43, responden berkode 11, hasil
wawancara, topik proses pendidikan, tanggal 26 Juli 1991.
FORMAT
RINGKASAN HASIL WAWANCARA
Sumber data
Peneliti
Peringkas
|
: ----------------------------------
: ----------------------------------
: ----------------------------------
|
Tanggal :
-----------
Mulai s/d
Jam:
|
|||
Kode
Masalah
|
Kode
|
Data
|
Kode
Teknik
|
Isi Ringkasan Data
|
|
Isi
|
Sifat
|
||||
|
|
|
|
|
|
Keterangan :
Kode Masalah :
diisi kemudian, setelah data terkumpul
Kode Isi Data : S = berkenaan dengan
substansi masalah
K = berkenaan dengan koteks/latar masalah
Kode Sifat Data :
F = faktual, R = refleksi, FD = faktual diragukan
RD = refleksi diragukan
Kode Teknik :
W = wawancara, O = observasi, D = dokumentasi
(kemungkinan gabungan beberapa teknik)
Komentar Peneliti :
…………………………………………………………….
……………………………………………………………..
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.