Pengertian Budaya Organisasi
Sebelum melangkah pada
pengertian tentang budaya organisasi, alangkah baiknya kita jelaskan dulu
pengertian dari budaya itu sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas dan
serba ganda dari manusia dalam alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia
menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan
dengan demikian nilai kemanusiannya menjadi lebih nyata. Melalui kegiatan
kebudayan sesuatu yang sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka diwujudkan
dan diciptakan yang baru. Dalam kebudayaan manusia mengakui alam dalam arti
yang seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya,
yang identik dengan kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya adalah penciptaan
penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian,
kebudayaan didefinisikan secara beragam. Ahli sosiologi megatakan bahwa
kebudayaan merupakan keseluruhan kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, kesenian,
ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. Ahli
sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan
sosial atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan
dan terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita. Antropologi melihat
kebudayaan sebagai tata hidup, pandangan hidup, dan kelakuan. Psikologi
mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian manusia kepada alam sekelilingnya
atas syarat-syarat hidup. Arkheologi menaksir kebudayaan sebagai hasil artefact
dan kesenian.
Berdarakan
pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu
konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic
Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value),
dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang
ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa
yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan
itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy,
keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa
itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya
dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest)
dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial.
Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk
ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar
(Schein, 1991: 14).
Budaya organisasi
merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi
dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan
oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan
bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu system nilai yang dipegang dan
dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa
membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut
dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7
karakteristik adalah:
1.
Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation
and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan
terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2.
Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan
dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision),
analisis dan perhatian kepada rincian.
3.
Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana
manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil.
4.
Orientasi pada manusia (People
orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan
efek hasil – hasil pada orang–orang anggota organisasi itu.
5.
Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan
dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu –
individu.
6.
Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana
orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif
dan bukannya santai – santai.
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana
kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada
pertumbuhan.
Perspektif
interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi sebagai proses-proses
pembentukan pemahaman yang membentuk realitas organisasi dan dengan demikian
memberi makna kepada keanggotaannya. Konsep pembentukan pemahaman ini penting
bagi perspektif interpretif, sama pentingnya dengan pemahaman yang dilaksanakan
(enacted sense making) bagi teori Weick mengenai pengorganisasian. Peraga dan
indikator budaya organisasi tidak muncul begitu saja. Semua ini harus
dikonstruksi dan makna yang diberikan kepada peraga dan indikator tersebut
harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam interaksi. Peraga dan indikator
(kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih dianggap sebagai tindakan daripada
sebagai benda. Pacanowsky da O`Donnel-Trujillo (1982) berpendapat bahwa ketika
para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini
merupakan pencapaian kecil yang termasuk dalam pencapaian yang lebih besar lagi
dalam budaya organisasi. Istilah kuncinya adalah pencapaian dalam arti bahwa
hal itu menunjukkan tindakan, dan tindakan yang terus berlangsung dalam
tindakan itu. Peraga dan indikator budaya dapat pula dimasukkan ke dalam rubrik
luas yang disebut simbolisme organisasi. Yang penting dalam konsep
pemahaman budaya ini adalah makna simbolisme untuk anggota-anggota organisasi
ketika mereka membentuk realitas organisasi dan ketika mereka dibentuk oleh
konstruk-konstruk mereka sendiri.
Seiring dengan
bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula
dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa
ahli :
a. Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391),
budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan
oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu
sendiri.
b. Menurut Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263),
budaya organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi
berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada
bagian-bagian organisasi.
c. Menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama
yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima
oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang
mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota
organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru
sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah
yang dihadapi.
e. Menurut Cushway dan Lodge (GE : 2000), budaya organisasi merupakan sistem
nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan dilakukan dan cara para
karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan budaya
organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut oleh anggota
organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku dari para
anggota organisasi.
Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Tosi, Rizzo, Carrol seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:264),
budaya organisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
- Pengaruh umum dari luar yang luas Mencakup faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh organisasi.
- Pengaruh dari nilai-nilai yang ada di masyarakat Keyakinan-keyakinan dn nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan kebersihan.
- Faktor-faktor yang spesifik dari organisasi Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar bagi tumbuhnya budaya organisasi.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.