Pengertian Pembinaan
Secara konseptual, pembinaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ’power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pembinaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dan dihubungkan dengan kemampuan individu untuk membuat individu melakukan apa yang diinginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Pembinaan menunjuk pada kemampuan orang atau kelompok masyarakat, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam :
Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kesakitan.
Menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa yang mereka perlukan.
Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka.
Menurut Wiranto (1999), pembinaan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Dengan demikian, pembinaan Olahraga pada hakekatnya diarahkan untuk meningkatkan akses bagi individu, keluarga dan kelompok masyarakat terhadap sumber daya untuk melakukan proses produksi dan kesempatan berusaha. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan berbagai upaya untuk memotivasi dalam bentuk antara lain bantuan modal dan pengembangan sumber daya manusia.
Salah satu pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat dan martabat keluarga miskin adalah pembinaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat di mobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Konsep pembinaan memberi kerangka acuan mengenai kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup arah sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan.
Menurut Dadang S. Suharmawijaya :
”inovasi program pembinaan ekonomi merupakan upaya mengatasi persoalan ekonomi masyarakat komunitas tertentu. Hanya, pada perjalanannya, yang memiliki problem ekonomi merupakan kelompok masyarakat miskin. Kenyataan itulah yang menjadikan sebagian program kabupaten/ kota menyatukan antara pembinaan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.”
Dengan demikian, pembinaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pembinaan kelompok di dalam lingkungan kehidupan masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah dalam berbagai aspek kesejahteraan dalam kehidupan. Sebagai tujuan, maka pembinaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai dalam perubahan sosial : yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi , maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
2. Tahap Tahap Pembinaan.
Menurut Sumodiningrat, Pembinaan tidak selamanya, melainkan dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pembinaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Sebagaimana disampaikan dimuka bahwa proses belajar dalam rangka pembinaan akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi :
Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
Tahap Transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan, keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
Tahap Peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan, keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemadirian.
Menurut Keiffer (1981), pembinaan yang dilakukan kemudian mencakup tiga hal pokok yakni kerakyatan, kemampuan sosial politik, dam berkompetensi partisipatif (Suharto,1997:215). Parson et.al (1994:106) juga mengajukan tiga dimensi dalam pelaksanaan pembinaan tersebut yang merujuk pada :
- Sebuah proses pembangunan yang bermula dari pertumbuhan individual yang kemudian berkembang menjadi sebuah perubahan sosial yang lebih besar.
- Sebuah keadaan psikologis yang ditandai oleh rasa percaya diri, berguna dan mampu mengendalikan diri dan orang lain.
- Pembebasan yang dihasilkan dari sebuah gerakan sosial, yang dimulai dari pendidikan dan politisasi orang-orang lemah tersebut untuk memperoleh kekuasaan dan mengubah struktur yang masih menekan.
Lebih lanjut Sedarmayanti menjelaskan, kata pembinaan (empowerment) mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh. Proses pembinaan mengandung dua kecenderungan yaitu :
- Kecenderungan Primer, proses pembinaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya (survival of the fittes) proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi.
- Kecenderungan sekunder, menekankan pada proses menstimulasi, mendorong, atau memotivasi agar individu mempunyai kemampuan/keberdayaan untuk menentukan yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dari dua kecenderungan diatas memang selain mempengaruhi dimana agar kecenderungan primer dapat terwujud maka harus lebih sering melalui kecenderungan sekunder.
Selanjutnya Tikson dalam Sani (2000) menjelaskan bahwa terdapat beberapa kegiatan yang dapat dijadikan tolak ukur dalam proses pembinaan masyarakat yaitu :
1. Pengorganisasian masyarakat
Bidang ini berkenaan dengan peningkatan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan secara efektif melalui pengorganisasian. Masyarakat dapat diorganisasikan ke dalam beberapa bentuk, seperti organisasi kewilayahan yang luas, organisasi sektoral dan jaringannya atau aliansi dan koalisi. Organisasi-organisasi ini merupakan alat masyarakat untuk menyatakan kehendak mereka dan untuk mempengaruhi proses perubahan yang diinginkan.
2. Penguatan kelembagaan
Kegiatan ini pada dasarnya merupakan penguatan kemampuan organisasi yang telah ada dengan meningkatkan unsur : pengetahuan, keterampilan, dan sumber daya yang ada termasuk didalamnya proses perguliran, manajemen, kemandirian kelompok, norma, dan nilai yang dianut organisasi agar kegiatan kolektif menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam penerapannya penguatan kelembagaan banyak dilakukan melalui pelatihan, keterampilan dan studi banding. Keterampilan dalam hal ini mencakup latihan kepemimpinan, penerapan organisasi dan manajemen keuangan, studi banding dilakukan untuk melihat kelompok di tempat lain yang telah berhasil meningkatkan produktivitas kerja organisasi.
3 Manajemen sumber daya
Kegiatan ini untuk menjamin bahwa kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan apabila mereka mampu mengelola sumber daya dengan baik, termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan pengembangan organisasi sosial yang dapat melakukan fungsi pelayanan sosial, seperti perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, transportasi, dan kegiatan lain yang dianggap perlu. Di samping itu organisasi ekonomi diperlukan untuk memformulasikan berbagai kegiatan ekonomi yang ada menjadi lebih beragam dan luas sehingga dapat memperluas lapangan kerja. Kegiatan konservasi dan rehabilitas lingkungan demi terciptanya pembangunan ekologi dan ekosistem juga menjadi perhatian.
Sejalan dengan hal tersebut, Ohama (2001) secara operasional menjelaskan dua unsur pembangunan yang sangat fundamental dalam kaitannya dengan pembinaan masyarakat lokal yaitu :
Sumber daya, dalam hal ini pemanfaatan/pengelolaan sumber daya fisik, sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan tekhnologi.
Organisasi sebagai pelaku. Norma, nilai yang membatasi/mengatur anggota dalam pencapaian tujuan
3. Strategi dan Prinsip Pembinaan
Parson et.al (1994:112-113) menyatakan bahwa proses pembinaan umumnya dilakukan secara kolektif. Menurutnya, tidak ada literatur yang menyatakan bahwa proses pembinaan terjadi dalam relasi satu lawan satu antara pekerja sosial dan klien (masyarakat) dalam setting pertolongan perseorangan. Dalam konteks pekejaan sosial pembinaan dapat dilakukan melalui :
- Asas Mikro, pembinaan melalui bimbingan tujuannya membimbing atau melatih masyarakat dalam menjalankan tugas-tugas kehidupan. Model yang sering disebut pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach).
- Asas Mezzo, pembinaan dilakukan pada sekelompok klien (masyarakat), metode ini dilakukan dengan menggunakan kelompok, media intervensi, tujuan meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam menghadapi permasalahan.
- Asas Makro, pendekatan sistem besar (large system strategy) perumusan kebijakan, perencanaan sosial, aksi sosial, pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik. Metode ini memandang kilen sebagai orang memiliki kompetensi.
Menurut beberapa penulis seperti, Solomon (1976), Rappaport (1981-1984), Pinderhughes (1983), Swift (1984), Swift and Lenn (1987), Week,Rapp,Sulivan dan kisthardt (1989), terdapat beberapa prinsip pembinaan menurut perspektif sosial (Suharto, 1997:216-217), Yaitu :
Pembinaan adalah sebuah proses kolaboratif
Proses pembinaan menempatkan masyarakat sebagai aktor subjek yang berkompeten
kompetisi diperoleh atau dipertajam melalui pengalaman hidup.
solusi-solusi yang berasal dari situasi khusus
jaringan-jaringan sosial informal sebagai sumber dukungan
masyarakat harus berpartisipasi dalam pembinaan
keberdayaan melibatkan akses terhadap sumber-sumber secara efektif dan efisien.
proses pembinaan bersifat dinamis, sinergis, evolutif.
Dari pandangan mengenai pembangunan masyarakat memperjelas bahwa sasaran dari pembangunan masyarakat adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai hidup yang lebih baik. Ada beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mencapai pembangunan masyarakat (Salman, 2005) antara lain;
- Pendekatan self help (menolong diri sendiri), masyarakat dapat meningkatkan dan memperbaiki kondisi sosialnya. Anggapan dalam pendekatan ini bahwa masyarakat dapat, akan, dan seharusnya berkolaborasi dalam memecahkan masalahnya.
- Pendekatan technical assistance (bantuan teknis), bahwa struktur dapat mempengaruhi perilaku, anggapan dalam pendekatan ini yakni dengan memberikan bantuan teknis seperti teknologi, informasi, atau cara berfikir sehingga dapat saling bekerja sama dengan masyarakat.
- Pendekatan conflict (konflik), yakni masyarakat dipolarisasikan dalam bentuk kelompok-kelompok untuk kemudian mengembangkan dirinya dalam mendapatkan sumber daya dalam rangka memperbaiki kondisi ekonominya.
4. Tujuan Pembinaan
Untuk mengetahui fokus dan tujuan pembinaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan yang menunjukkan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga ketika sebuah program pembinaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya; masyarakat kurang mampu) yang perlu dioptimalkan. Schuler, Hasmaeni dan Riley (Suharto, 2004) mengembangkan delapan indikator, yang mereka sebut sebagai empowerment index atau indeks pembinaan. Keberhasilan pembinaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu ; kekuasaan di dalam (power with in), kekuasaan untuk (power to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power within).
Menurut Sumodiningrat (2002, dalam Sulistyaningsih, 2004: 82) Pembinaan tidak selamanya, melainkan dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pembinaan melalui suatu masa proses belajar, hingga mencapai status mandiri. Meskipun demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi.
Menurut Wiranto (1999), pembinaan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dan pemberian kesempatan yang seluas-luasnya bagi penduduk kategori miskin untuk melakukan kegiatan sosial ekonomi yang produktif, sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang lebih tinggi dan pendapatan yang lebih besar. Dengan demikian, pembinaan masyarakat pada hakekatnya diarahkan untuk meningkatkan akses bagi individu, keluarga dan kelompok masyarakat terhadap sumber daya untuk melakukan proses produksi dan kesempatan berusaha. Untuk dapat mencapai hal tersebut diperlukan berbagai upaya untuk memotivasi dalam bentuk antara lain bantuan modal dan pengembangan sumber daya manusia.
Untuk mengelola sumber daya tersebut, menurut Tikson (2001), model pembangunan (community development/CD) merupakan alternatif yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat pedesaan. Di mana sasaran utama CD adalah menolong masyarakat untuk meningkatkan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di daerah dengan potensi dan sumber daya yang dimilikinya. Hasil akhir dari CD ini adalah terciptanya masyarakat yang mandiri atau masyarakat yang mampu menciptakan prakarsa sendiri (self propelling) dan pertumbuhan ekonomi yang berwawasan lingkungan (sustainable economic growth) dengan menggunakan sumber daya yang ada.
Sejalan dengan itu, Gany (2001) juga berpendapat bahwa konsep pembinaan dapat dilihat sebagai upaya perwujudan interkoneksitas yang ada pada suatu tatanan dan atau penyempurnaan terhadap elemen tatanan yang diarahkan agar suatu tatanan dapat berkembang secara mandiri. Dengan kata lain, pembinaan adalah upaya-upaya yang diarahkan agar suatu tatanan dapat mencapai suatu kondisi yang memungkinkannya membangun dirinya sendiri.
Berdasarkan pemikiran tersebut di atas, maka dalam aktivitas pembinaan terdapat tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam pengembangannya yaitu :
- Pengetahuan dasar dan keterampilan intelektual (kemampuan menganalisis hubungan sebab akibat atas setiap permasalahan yang muncul).
- Mendapatkan akses menuju ke sumber daya materi dan non materi guna mengembangkan produksi maupun pengembangan diri mereka.
- Organisasi dan manajemen yang ada di masyarakat perlu difungsikan sebagai wahana pengelolaan kegiatan kolektif pengembangan mereka.
Oleh karena itu, pembinaan adalah upaya untuk mendorong dan memotivasi sumber daya yang dimiliki serta berupaya mengembangkan dan memperkuat potensi tersebut yaitu penguatan individu dan organisasi dengan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki. Pembinaan masyarakat juga ditujukan untuk mengikis fenomena kemiskinan.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.