Thursday, September 24, 2009

Pengertian Hukum Gereja

Hukum Gereja adalah hukum dari gereja, atau rumpunan kaidah-kaidah yang bersifat memaksa yang diadakan oleh gereja untuk anggota-anggotanya dan dilaksanakan dengan alat-alat pemaksanya.

Apakah yang dinamakan gereja ?

Ditinjau dari sudut yuridis - dan di sini kita hendak meninjau segi yuridis dari masalah ini, dan bukan dari segi agama - gereja adalah suatu masyarakat umat yang beragama, ialah sebuah korporasi yang harus dianggap sehagai sebuah lembaga (zedelijk-lichaam) utau badan hukum (rechstpersoon) dan sebagai sedemikian dapat menjadi subjek dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban. 

Makanya kita bisa mengatakan tentang persekutuan gereja (kerkgenootscharp), tetapi tidak semua masyarakat umat yang beragama, dalam pengertian bahasa Belandanya, dapat dianggap sebagai persekutuan gereja. 

Perkataan gereja adalah suatu pengertian Masehi yang khas ; maka dari itu yang merirpakan dasar dari pada suatu persekutuan gereja, ialah masyarakat umat yang beragama yang percaya akan janji keselamatan Yesus Kristus.

Pokok pangkal ini mengakibatkan baltwa pengertian “gereja” sangat terikat pada pendapat-pendapat tradisionil meurut hukum Nederland yang dapat dianggap sebagai persekutuan gereja, adalah masyarakat-masyarakat yang terjadi dari pemecahan dan penyendirian dari dan dalam Gereja Masehi, yang pada pokoknya ialah Katolik Romawi, Gereja Katolik Yunani, Gereja Luther dan Gereja Rcformasi (yang terakhir ini kemudian terpecah dalam Gereja Reformasi Nederland dan Gereja-gereja Reformasi).

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tradisionil, persekutuan­-persekutuan Gereja yahudi dipersamakan dengan gereja-gereja Masehi. Sementara masyarakat agarrra lainya, karena tidak adanya salah saiu atau lebih anasir tersebut diatas, bukarlah persekutuan gereja, tetapi adalah persidangan (gemeente), perkurnpulan (verenigingen), persaudaraan (broederschappen) atau sositet (societeiten).

2. Setiap organisasi rnenetapkan susunan dan peraturan-peraturannya sendiri bagi para anggotanya. Demikian pula setiap perkumpulan menetapkannya dengan jalan anggaran-anggarannya. Ditinjau dari sudut ini, maka tak ada bedanya, apakah perkurnpulan itu adalah sebuah badan hukum atau bukan. Peraturan­-peraturan tersebut mengikat para anggotanya dan dilaksanakart derrgan alat­-alat pemaksa : denda, Pemecatan sementara (schorsing), pencabutan keanggotaan. Tetapi berlakunya peraturan-peraturan dan alat-alat memaksa itu, hanya berlaku dalam tata-tertib masyarakat perkumpulan itu. Dengan jalan keluar setiap orang dapat menghindarinya.

Juga persekutuan gereja, sebagai suatu organisasi dari umat yang seagama, mengadakan peraturan-peraturan bagi dirinya dan bagi para anggotanya. Gereja membutuhkan susunan pengurus, keuangan harta benda. Mengenai semuanya itu gereja mengadakan peraturan-peraturan hukumnya, menyusun pengurus, mengadakan sumber-sumber penghasilan Ian mengurus harta bendanya, ia mengerjakan hak itu sebagaimana setiap organisasi, besar ataupun kecil.

Tetapi gereja tidak mengerjakan itu saja; ia mengadakan peraturan-­peraturan hidup bagi para anggotanya, sekali ini bukan sebagai pengawas perintah- perintah Tuhan, tetapi atas kekuasaan sendiri untuk mencapai tujuan­ tujuan yang dikehendaki. Dalam hal ini sama dengan organisasi-organisasi lain; juga organisasi olah-raga mengadakan peraturan-peraturan bagi lelaksanaan tujuannya. Pendek kata hukum gereja pada hakekatnya adalah hukum persekutuan.

Sekarang timbullah pertanyaan : mengapakah hukum persekutuan ini demikian pentingnya ? Dapatkah dengan segera diajukan sebagai jawaban pertama, dari semua persekutuan yang ada dan mungkin ada, gereja adalah yang terpenting. Tujuan dari gereja dibandingkan dengan asosiasi-asosiasi lain adalah demikian tingginya, usaha gereja mencakup penghidupan manusia dan bangsa-­bangsa demikian dalamnya, sehingga bila diukur dengan tarif kepentingan, terdapat suatu perbedaan kwantitatif yang hampir tak terjangkau antara hukum gereja dan hukum persekutuan lainnya.

Tetapi perbedaan tidak hanya itu saja, sebab juga ada perbedaan kwalitatif. Hukum Gereja sebagai hukum persekutuan selainnya sangat penting juga mempunyai arti yang sangat istimewa yang khas baginya.

Dimanakah letaknya kekhasan itu ?
Antara hukum persekutuan atau tata persekutuan dan tata hukum umum mungkin timbul suatu perselisihan. Peraturan dari kedua-duanya mungkin mengenai suatu pokok yang sama, sedangkan peraturan-peraturan itu mungkin berlainan. Belum berapa lama misalnya, organisasi penjagaaan pereman (burgerwacht) diusahakan oleh perkumpulan pereman. Perkumpulan­-perkumpulan tersebut mungkin bertindak lebih jauh lagi, misalnya dengan jalan mengharuskan para anggotanya untuk tetap bersenjata.

Maka peraturan perkumpulan itu akan berselisih dengan undang-undang negara, yang melarang orang pereman bersenjata. Atau suatu persekutuan agama mungkin memerintahkan poligami (permaduan). Undang-undang negara melarang poligami itu dengan ancaman hukuman.

Maka timbulah perselisihan antara hukum persekutuan dan tata tertib umum. Penyelesaian perselisihan itu mudah sekali. Tata hukum umum bernilai lebih tinggi dan lebih kuat dan maka karena itu hukum perkumpulan harus mengalah terhadapnya. Tata hukum umum dapat membiarkan tata hukum - tata hukum dan lingkungan-lingkungan hukum khusus itu dapat mengakuinya,ataupun memajukannya, tetapi ia tidak akan menyampingkan atau nembawakan dirinya oleh tata hukum atau lingkungan hukum khusus itu, kesuatu arah yang tidak dikhendakinya.

Dengan gereja duduknya perkara adalah lain. Tujuan dara pada gereja ialah rnembawakan manusia kepada Tuhan dan sesuai dengan itu mendidik manusia menjadi anggota-anggota masyarakat, yang baik dalam masa maupun dalam pikirannya bersusila. Tujuan dari pada gereja ini tidak hanya dibenarkan dan dihormati oleh negara, tetapi sangat dihargai sehingga negara mempunyai sikap lain terhadap gereja dari pada terhadap persekutuan-persekutuan lainnya. Apa yang tidak diperbolehkan bagi hukum persekutuan biasa, diperbolehkan bagi hukurn gereja.

Tata hukum umurn mencekau hukum persekutuan tlainya tetapi terhadap gereja ia membiarkan dirinya dipengaruhi dan setidak-tidaknya bersedia memberikan suatu otonomi tertentu kepada gereja, yang tidak diberikan kepada persekutuan-persekutuan biasa. Apabila akan atau telah tirnbul suatu perseiisihan dengan gereja atau apabila kehendak dari gereja berjalan kesuatu arah yang tidak diingini oleh negara, maka tata hukum umum berhenti sebentar dan mempertimbangkan apakah usaha atau penyelesaian yang diberikan oleh gereja itu akan diperhatikan atau tidak. Sekali-kali hasil dari pada pertintbangan itu adalah suatu penolakan, kadang-kadang penghormatan, kadang-kadang juga pengaruh. Di sinilah letaknya kekhasan hukum gereja sebagai hukum persekutuan, yang memberikan kepadanya kedudukan yang istimewa dalam hukum persekutuan.

3. Sebagaimana telah diuraikan diatas, untuk melaksanakan dan memperkembangkan tugasnya, gereja mengadakan berbagai peraturan bagi anggota-anggotanya. Dengan demikian berbagai kepentingan dari gereja terlindungi, tetapi tingkah laku dalam banyak lapangan diatur yang di samping itu diatur pula oleh kaidah-kaidah negara. Di satu pihak, pertautan dan perselisihan dengan tata hukum umum dengan jalan demikian tidak dapat dicegah, dilain pihak banyak bahan hukum telah mengalami pengaruh dari hukum gereja dan masih saja dipengaruhi olehnya.

Terutama dalam masalah ini usaha dari gereja Katolik dimasa yang lampau sangat besar artinya dan diberbagai negara masih saja sangat besar artinya.
a. Gereja Katolik menuntut seluruh peradilan atas pendeta-Pendeta baik atas peradilan pidana, ialah apabila seorang pendeta menjadi terdakwa maupun atas peradilan perdata, ialah apabila salah satu hihak sengketa adalah seorang pendeta. Selain dari itu di dalam banyak hal ia rnengadili pula orang-arang pereman, baik dalam soal perdata rnaupun pidana. Di sini kita menjumpai suatu contoh yang baik sekali dari pertumbukan antara hukum gereja dengan tata hukarn umum. Di dalarn zaman kita, terutama di negara-negara bukan Katolik, tuntutan tersebut dikesampingkan dan gereja dapat dikatakan mengalah juga.

Tetapi dalam abad-abad pertengahan tuntutan-tuntutan itu diakui oleh semua bangsa di Eropah Barat. Jadi ketika itu hukum gereja mendesak dengan hebatnya tata hukum umum.

b. Sebagai akibat darinya diakui pula hukum acara gereja, ialah hukum acara perdata, sebagai cara untuk melaksanakan pengadilan gereja adalah. hukum acara Eropah Barat, yang terlama adalah di Jerman ialah hingga 1 Oktober 1879. Tetapi sekarang di negara itupun telah dihapuskan juga. Tetapi hal ini tidak dapat mencegah bahwa berbagai peraturan dan lembaga dari hukum acara kita di daput dari hukum gereja.

c. Peraturan Hukum mengenai hukum milik tenggap waktu dan larangan riba hingga lama sekali dipengaruhi oleh peraaturan gereja. Hukum milik diberbagai negara, dan juga di negara kita, masih banyak menunjukkan bekas-bekasnya.

d. Pendapat gereja mengenai kejahatan sebagai dosa telah mempercepat dan memajukan penghukuman kejahatan-kejahatan oleh penguasa yang kini telah dianuti secara umum.

e. Sejak berabad-abad gereja telah menetapkan, baik bagi seluruh harta benda gereja maupun bagi pendeta-pendeta, pembebasan dari pajak dan menurut pengakuannya dari penguasa negara. Dan sejak berabad­-abad negara mengiakan tuntutan itu untuk sebagian atau seluruhnya.

Sekarang pembebasan itu tidak berlaku lagi bagi pendeta-pendeta, tetapi masih berlaku bagi harta bendanya yang langsung dipergunakan bagi upacara agama.

f. Gereja memisahkan harta benda suci dari masyarakat, ialah res sacrae dan res ecclesiaticae menuntut hukum Katolik, res dedicatae menurut hukum protestan. Pada zaman dulu hukum perdata sipil menerima hal ini. Dalam setiap susunan hukum terdapat harta benda yang dipisahkan dari perhubungan perniagaan pada kita, misalnya bangunan-bangunan pertahanan dan kuda-kuda kavileri, sekolah-­sekolah, jalan-jalan dan saluran-saluran air. Pemisahan itu beserta segala akibatnya diatur oleh hukum perdata. Di waktu dulu hukum perdata menambahkan suatu daftar harta benda pada perincian tentang harta benda di luar perniagaan, yang oleh hukum gereja dikehendaki dikeluarkan dari perhubugan perniagaan.

g. Gereja terutama ikut campur dengan hukum perkawinan. Gereja Katolik menganggap perkawinan sebagai suatu sakramen (soal suci) dan makanya mengadakan peraturan hukum bagi perkawinan, sebagai suatu peraturan mengenai soal gereja. Turut campurnya meliputi peraturan perkawinan dalam segala keseluruhannya; syarat-syarat untuk dapat diadakannya perkawinan dan karena itu juga rintangan-­rintangan perkawinan dan penghapusan rintangan-rintangan itu;dilangsungkannya upacara-upacara perkawinan oleh penguasa gereja dan tidak boleh penguasa lain; pembatalan perkawinan dan penghapusan kewajihan-kewajiban yang timbul dari perkawinan.

Untuk semuanya itu gereja Katolik telah mengadakan kaidah-kaidah hukumnya. Reformasi tidak menganggap lagi perkawinan sebagai salah satu sakramen, makanya tidak mengadakan peraturan-peraturan yang mengenai hal itu. Sungguhpun demikian gereja Luther tetap memegang tuntutan, bahwa gereja harus ikut serta dalarn peradilan mengenai soal-soal perkawinaa ( konsistori-­konsistori sebagai pengadilan-pengadilan perkawinan ).

Hingga lama sekali hukum perdata, yang pada azasnya harus mengatur bahan ini, rnenyerahkan semua itu kepada hukum gereja atau menjadikan peraturan-peraturan gereja sebagai peraturan-peraturannya sendiri. Dan ketika, sesudahnya abad-abad pertengahan, timbul perlawanan terhadap keadaan itu dan hukum perdata mengadakan peraturan tersendiri bagi perkawinan, penyelesaiannya adalah belum sedemikian rupa, sehingga pengaruh gereja dipatahkan sama sekali.

Peraturan perkawinan lama sekali bersifat konfensi; para warganegara diperlakukan dengan berbeda, sesuai dengan agama maisng-masing, orang Katolik, orang Protestan berdasarkan peraturan-peraturan hukumnya. Baru pada tahun 1875 sistem ini dihapuskan untuk seluruh Jerman ( hukum Prusia telah mendahuluinya ).

Jadi sejarah dari peraturan perkawinan hukum perdata di negara Barat pada permulaan adalah sejarah dari pengaruh yang mendalam dari hukum perdata oleh hukum, gereja; kernudian sejarah dari suatu perselisihan yang terus menerus antara tata hukum umum dan tata hukum gereja, dimana seringkali tata hukum gereja membuat tata hukum umum bertekuk lutut dan menyerah.

4. Hubungan antara gereja dau negara.
Bahwa hubungan itu ada, dalam arti bahwa negara harus mengindahkan gereja dan peraturan-peraturannya, setelah uraian diatas tak usahlah dikatakan lagi. tetapi di samping itu menjadi teranglah bagi kita, bahwa pengaruh gereja terhailap tata 17 ukuran umum terjadi di dalam berbagai taraf dan dengan berbagai cara. Hubungan antara lain dapat digambarkan sebagai berikut :

Sedemikian rupa, hingga gereja dan negara adalah satu, satu kekuasaan penguasa yang (raja dan pendeta) tidak terpisah, menunaikan satu tugas, pembimbing dari kepentingan-kepentingan duniawi dan yang abadi dari orang. Demikian usaha permulaan dalam awal abad-abad pertengahan, yang mendapat pelaksanaannya dalam negara Karel Agung:

Sedemikian rupa, hingga gereja merangkumi negara, tata gereja meliputi tata Negara. Dengan demikian semua kekuasaan dinnggap sebagai kekuasaan gereja, raja diangkat oleh gereja dan semua pegawai negara adalah pegawai gereja.

Inilah yang diusahakan orang dalam abad-abad pertengahan terakhir. Kemudian sistem ini antara lain dilaksanakan di Republik Jenewa yang bersifat theokratis.
Sedemikian rupa, hingga sebaliknya dengan yang diatas, negara merangkumi gereja. Dengan demikian pegawai-pegawai gereja menjadi pegawai negara, diangkat oleh kekuasaan duniawi dan semua hukum gereja ditetapkan oleh tata hukum umum. Kearah inilah usaha kaisar­-kaisar dari keluarga Saksen di Jerman, dari Philips de Schone dan Lodewijk X1V di Perancis. Sistem ini terlaksana dibanyak negara Jerman di Skandinavia, ketika gereja-gereja negara Luther didirikara di sana.
Sedernikiarr rupa, hingga gereja memang adalah di bawah kekuasaan negara, tetapi diberikan kepadanya suatu otonomi yang dinyatakan di dalarn suatu kekuasaan pengundang-undang yang terbatas. Dengan cara inilah kedudukan dari gereja Reformasi diatur, semasa Republik Nederland Serikat.
Menurut azas pemisahan yang sempurna, sehingga gereja tidak mendapat keistimewaan apapun juga, tetapi juga tidak ada campur tangan sama sekali dari pihak negara ialah sistem gereja merdeka dalam negara merdeka. Di masa sekarang sistem ini dipakai di Nederland, Belgia, Perancis, Italia, dan Amerika Serikat.

Pada kita azas ini mengakibatkan bahwa peraturan-peraturan persekutuan­-persekutuan gereja tidak mempunyai kekuatan hukum, sekedar mereka bertentangan dengan undang-undang yang berlaku.

Dari hal ini peradilan kita menarik kesimpulan, bahwa persoalan apakah seseorang mempunyai hubungan hukum perdata dengan suatu persekutuan gereja tertentu, tidak dapat diputuskan dengan peraturan-peraturan persekutuan gereja tersebut, tetapi hanya dengan ketentuan-ketentuan dalam kitab undang-undang hukum perdata.

Kernerdekaan dari persekutuan-persekutuan gereja terhadap negara selanjutnya dijamin dalam wet op de Kerkgenootschappen dan tahun 1853 dimana hanya diajukan sebagai syarat, bahwa peraturan-peraturan yang sedang berlaku dan yang akan diadakan, yang mengenai susunan dan pengurus harus diberitahukan kepada Mahkota.

5. Akhirnya sumber-sumber dari hukum gereja meminta perhatian kita
a. Hukum dari gereja Katolik yang biasa disebut pula dengan istiiah hukum kegerejaan atau dengan perkataan asing hukum kanonik didasarkan atas Injil, Fatwa-fatwa dari pemimpin-pemimpin gereja, keputusan-keputusan dari sidang-sidang gereja umum dan khusus canones, keputusan­-keputusan dan perintah-perintah paus ( decretales atau epistolae ).

Dalam lampaunya zaman peraturan-peraturan ini berkali-kali dikumpulkan Gratiani dimana keputusan dan Kensil-kensil dan decretales dari Paus disusun dengan teratur yang telah dilakukan kurang lebih di dalam pertengahan abad ke - XII oleh pendeta Gratianus guru besar di Bologna.

Lama kelamaan orang menganggap dan memperhatikan Decretum Gratiani bersama-sama dengan peraturan-peraturan lainnya sebagai suatu keseluruhan, suatu himpunan yang merangkum segala himpunan.Demikianlah oleh kebiasaan para kanonis dan penerbit timbul sebutan Corpus iorius canonici, yang dalam tahun 1580 secara resmi diterima oleh pads Gregorus XlI. Sungguhpun belum pernah diresmikan oleh kekuasaan perundang-undangan gereja menjadi kitab , ndang-undang yang sempurna, Corpus tersebut lambat laun diperlakukarr juga sebagai kitab undang-undang. Peraturan-peraturan baru, canines baru dan dccretales bararti sesudah itu, masih banyak lagi yang dikeluarkan. Tetapi selain beberapa kekecualian, mereka tidak lagi dimasukkan dalam Corpus tersebut.

Disamping itu, naluri (traditie), kebiasaan, sekali-kali juga konkordat-konkordat menimbulkan hukum baru. Di bawah ini pemerintahan gereja Pius X suatu kodifikasi baru dari hukum canonik telah dipertimbangkan dan dipersiapkan,yang kemudian menjadi Codex iurus caninici yang dalao tahun 1917 diundangkan oleh P'aus Benedictus XV dan mulai berlaku tahun kemudiannya.

b. Hukum Gereja Protestan, biasa disebut Hukum Gereja terdiri dari sejumlah keputusan dari raja-raja, konsistori-konsistori dan synode.

Untuk Nederland adalah penting sekali Hukum Gereja dari Gereja reformasi Nederland. Gereja ini baru pada tahun 1816 berdiri menjadi atau organisasi seluruh negeri; sebelumnya itu ia terdiri dari sejumlah gereja-gereja (Reformasi) setempat, yang pada azasnya diberikan kebebasan sepenuhnya. Tetapi sistem desentralisasi ini dihapuskan dengan Reglement van de Nederlandse Hervormde Kerk ( Peraturan Umum bagi gereja Reformasi Nederland ) yang ditetapkan dengan Koninklijk Besluit dari 7 Januari 1816. Peraturan iiu ditinjau kembali dalam tahun 1851, sedangkan baru-baru saja telah ditetapkan suatu tata gere,ja baru oleh Synode Umum (Generale Synode) yang mulai berlaku pada 1 Mei 1951. Berlawanan dengan tata gereja dari Gereja Reformasi Nederland, ialah tata gereja dari Gereja-gereja Reformasi di Nederland yang senantiasa masih didasarkan atas Kerkenordening der Gereformeerde Kerken ( Peraturan Gereja-gereja Reformasi) yang telah ditetapkan oleh Synode di Dordt, dalam tahun-tahun 1618 dan 1619.

Pe.rsekutuan Gereja Evangelie-Luther berdiri dalam tahun 1614; juga persekutuan gereja ini didasarkan atas suatu peraturan umum yang telah dirubah berkali-kali. Akhirnya dapat disebut pula Kerkorde derRemonstrantse Broederschap (Tata gereja dari Persaudaraan Remonstran) yang mulai berlaku pada 1 Januari 1950.

HUKUM GEREJA NEDERLAND
6. Bagaimanakah istilah " Hukum Gereja Nederland " harus diartikan ?
HukumGcreja Nederland dapat diartikan hukum, yang diadakan oleh sebuah Gereja Nederland untuk diririya sendiri dari dan untuk para anggotanya. Jadi adanya suatu hukum Gereja Nederland hanya mungkin sekedar ada gereja-gereja Nederland. Maka dari itu tak mungkin adanya hukurn gereja Katolik-Romawi Nederland. Suatu gereja Katolik-Romawi Nederland tidak ada dan tak rnungkin ada, karena justru berdasarkan azas kekatolikan, gereja meliputi seluruh dunia. Maka dari itu semua hukum gereja Katolik-Romawi adalah umum universal.

Di dalam organisasi gereja Katolik-Romawi, Nederland merupakan sebuah propinsi gereja. Jadi memang ada hukum gereja Katolik-Romawi di Nederland tetapi hukum gereja Katolik Romawi Nederland tidak ada.

Lain halnya dengan gereja-gereja Protestan. Mereka tidak internasional, tetapi arganisasinya justru nasional. Persatuannya hanya didapatkan atas azas kepercayaan yang mengikat.

Jadi terdapat gereja Reformasi Nederland, gereja-gereja Reformasi dan gereja luther dan gereja Remonstran. Mereka mengadakan peraturan bagi dirinya sendiri dan bagi para anggotanya. jadi kita dapat mengatakan tentang hukum gereja Reformasi Nederland, hukum gereja Reformasi, hukum gereja luther dan hukum gereja Remonstran dalam arti nasional.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com