Hakikat Pendidikan Agama Islam Menurut
Quraish Shihab
Memahami Pendidikan Agama Islam
berarti harus menganalisis secara pedagosis suatu aspek utama dari misi agama
yang diturunkan kepada umat manusia melalui Muhammad, SAW, 14 abad yang lalu.
Al-Qur’an sebagai petunjuk Ilahi mengarahkan manusia menjadi seorang mukmin,
muslim, muhsin dan muttaqin melalui proses tahap demi tahap.
Pendidikan Agama Islam pada dasarnya
adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun
rohani, menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah,
manusia dan alam semesta. Potensi jasmaniah manusia adalah yang berkenaan
dengan seluruh organ fisik manusia. Sedangkan potensi rohaniah manusia itu
meliputi kekuatan yang terdapat dalam bathin manusia, yakni akal, qalbu, nafsu,
ruh.
Semua potensi ini ada pada bathin
manusia sejak manusia itu lahir dan menyatu dalam diri pribadi manusia. Atas dasar demikianlah
apabila dikaitkan hakikat pendidikan yang berperan untuk mengembangkan potensi
manusia maka sudah pada tempatnya seluruh potensi manusia itu dikembangkan
semaksimal mungkin.
Melihat dari potensi manusia
tersebut maka paling tidak ada beberapa aspek pendidikan yang perlu dididikkan
kepada manusia yaitu aspek pendidikan ke-Tuhanan dan akhlak, pendidikan, akal
dan ilmu pengetahuan, pendidikan kejasmaniahan, kemasyarakatan, kejiwaan,
keindahan dan keterampilan. Kesemuanya diaplikasikan secara seimbang.
Keseimbangan itu dipandang sebagai
perujudan dari fungsi manusia di bumi sebagai khalifah Allah dan sebagai ‘abd.
Keseimbangan antara kehidupan dunia dan ukhrawi, kehidupan jasmani dan rohani,
dan kehidupan individu dan sosial. Fungsi kekhalifahan sebagai perujudan dari
peran manusia di bumi ini untuk mengolah dan memanfaatkan alam semesta untuk
kemaslahatan mereka. Sedangkan fungsi ‘abd adalah penghambaan dan kepatuhan
serta penyerahan diri kepada Allah SWT.
Islam sebagai ajaran yang mengandung
sistem nilai dimana proses pendidikan Agama Islam berlangsung dan dikembangkan
secara konsisten untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan
pilosofis dari pemikir-pemikir pedagosis muslim, maka sistem nilai itu kemudian
dijadikan dasar pembangunan (struktur) Pendidikan Agama Islam yang memiliki
daya fleksibilitas normatif menurut kebutuhan dan kemajuan masyarakat dari
waktu ke waktu.
Keadaan demikian dapat kita saksikan
di negara-negara dimana Islam dikembangkan melalui berbagai kelembagaan formal
dan non formal kecendrungan itu sesuai dengan sifat yang dinyatakan dalam suatu
ungkapan “Islam adalah agama yang sesuai dengan waktu dan tempat”.
Pendidikan Agama Islam adalah usaha
orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhannya dan perkembangannya.
Pendidikan secara teoritis
mengandung pengertian “mencari makan” (Opvoeding) kepada jiwa anak didik
sehingga mendapatkan kepuasan rohaniah, juga sering diartikan dengan
menumbuhkan kemampuan dasar manusia. Bila ingin diarahkan kepada pertumbuhan
sesuai dengan ajaran Islam, maka harus berproses melalui sistem kependidikan
Islam, baik melalui kelembagaan maupun melalui sistem kurikuler.
Esensi dari potensi dinamis dalam
setiap diri manusia itu terletak pada keimanan atau keyakinan, ilmu
pengetahuan, akhlak, (moralitas) dan pegalamannya. Dan keempat potensi esensial
ini menjadi tujuan fungsional Pendidikan Agama Islam.
Dalam strategi Pendidikan Agama
Islam keempat potensi dinamis yang esensial tersebut menjadi titik pusat dari
lingkaran proses kependidikan Islam sampai kepada tercapainya tujuan akhir
pendidikan yaitu manusia dewasa yang mukmin atau muslim, muhsin dan mukhlisin muttaqin.
Sebahagian ulama ada yang merumuskan
tujuan Pendidikan Agama Islam yang didasarkan atas cita-cita hidup umat Islam
yang menginginkan kehidupan duniawi dan ukhrawi yang bahagia secara harmonis,
maka tujuan Pendidikan Agama Islam secara teoritis dibagikan menjadi dua :
1. Tujuan Keagamaan (Al-Ghardud Diny)
Setiap
orang Islam pada hakikatnya adalah insan
agama yang bercita-cita, berpikir, beramal untuk hidup akhiratnya,
berdasarkan atas petunjuk dari wahyu Allah melalui Rasulullah, kecendrungan hidup
keagamaan ini merupakan ruh agama yang benar berkembangnya dipimpin oleh ajaran
Islam yang murni, bersumber pada kitab suci yang menjelaskan serta menerangkan
tentang perkara benar (haq), tentang tugas kewajiban manusia untuk mengikuti
yang benar.
Menjauhi
yang bathil dan sesat atau mungkar yang semuanya telah diwujudkan dalam syariat
agama yang berdasarkan nilai-nilai mutlaq dan norma-normanya telah ditetapkan
oleh Allah yang tidak berubah-ubah menurut selera nafsu manusia.
Tujuan
Pendidikan Agama Islam penuh dengan nilai rohaniah Islam dan berorientasi
kepada kebahagiaan hidup di akhirat. Tujuan ini dipokuskan pada pembentukan
pribadi muslim yang sanggup melaksanakan syariat Islam melalui proses
pendidikan spiritual manuju makrifat kepada Allah SWT.
2. Tujuan Keduniaan (Ghardud Duniawi)
Tujuan
ini lebih mengutamakan kepada upaya untuk mewujudkan kehidupan sejahtera di
dunia dan kemanfaatannya. Tujuan pendidikan jenis ini dapat dibedakan menjadi
bermacam-mcam tujuan, misalnya tujuan pendidikan menurut paham pragmatisme,
hanya menitik beratkan pada suatu kemanfaatan hidup manusia di dunia dan dimana
ukurannya sangat relatif, bergantung kepada kebudayaan atau peradaban manusia,
nilai-nilai kehidupan didasarkan atas kecendrungan hidup sosial budaya yang berbeda-beda
menurut tempat dan waktu.
Tujuan
pendidikan menurut paham pragmatisme ini selalu berubah-ubah menurut tuntutan
waktu dan tempat di mana manusia berpacu mecapai kepuasan hidupnya.
Tujuan
pendidikan menurut tuntutan hidup ilmu dan teknologi modern seperti masa kini
dan akan datang meletakkan nilai-nilainya pada kemampuan menciptakan kemajuan
hidup manusia berdasarkan ilmu dan teknologi, tanpa memperhatikan nilai-nilai
rohaniah dan keagamaan yang berada di balik kemajuan ilmu dan teknologi.
Tujuan
pendidikan semacam ini adalah gersang dari nilai-nilai kemanusiaan dan agama,
sehingga terjadilah suatu bentuk kemajuan hidup manusia yang lebih mementingkan
hidup materialistis dan atheistis, karena faktor manusia merupakan hasil dari
proses pendidikan ini.
Tujuan
Pendidikan Agama Islam jika diarahkan kepada uapaya menjadikan umat manusia
dengan ilmu dan teknologi modern, tidaklah sama dengan tujuan pendidikan
pragmatis dan teknologis di atas, melainkan lebih megutamakan pada upaya meningkatkan
kemampuan berilmu pengetahuan dan berteknologi manusia dengan iman dan taqwa
kepada Allah sebagai pengendalinya.
Nilai
iman dan taqwa tidak lepas dari manusia yang beriptek, sehingga menjadi manusia
muslim. Dari hasil proses Pendidikan Agama Islam agar berwujud sosok manusia.
Sedangkan keberhasilan pelaksanaannya didasarkan atas petunjuk Allah dan
melalui ikhtiar yang sungguh-sungguh. Tujuan tersebut harus mengandung ciri
khas Islam. Yaitu merealisasikan keseimbangan hidup di dunia dan di akhirat.
Kedua ilmu duniawi dan ukhrawi menjadi sasarannya.
Menurut
pandangan Islam pada hakikatnya kehidupan duniawi mengandung nilai ukhrawi
karena dengan mengamalkan ilmu dan teknoogi manusia mampu berbuat lebih banyak
atas amal-amal kebajikan di dunia dibanding dengan orang-orang yang tidak
berilmu pengetahuan dan teknologi. Amal baik itulah yang kemudian menjadi faktor
penentu bagi hidup di akhirat.
Merumuskan
tujuan Pendidikan Agama Islam secara filosofis yang ideal seharusnya menetapkan
rumusan konsepsional yang bersifat komprehensif dan logis dalam bentuk yang
padat dan meliputi seluruh Aspek kehidupan manusia yang diciptakan oleh Islam.
Dengan
membedakan rumusan tujuan keagamaan dan kerduniaan di atas tampak antara
cita-cita kehidupan duniawi dan ukhrawi merupakan suatu kesatuaan yang tak
dapat dipisahkan.
Salah
satu krisis yang sedang melanda bangsa kita adalah krisis akhlak. Krisis itu
telah melanda hampir seluruh lapisan masyarakat. Penanganan yang serius
terhadap krisis ini nmpaknya belum ada yang sungguh-sungguh. Di satu sisi akhlak itu disanjung-sanjung
dan ditempatkan pada tempat yang ideal. Misalnya dicantumkan dalam tujuan
pendidikan nasional untuk pengembangan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia. Tetapi dalam prakteknya akhlak terabaikan. Ada sikap mendua terhadap
pendidikan Agama Islam.
Hal
ini membuat pendidikan agama itu tidak berdaya dan tidak begitu kompetitif
dalam menghadapi berbagai tantangan yang muncul. Ada beberapa persoalan
mendasar yang menyebabkan pendidikan agama itu kurang berdaya.
Pertama,
kurang terkoordinirnya pelaksanaan pendidikan di sekolah antara orang tua, guru
dan pimpinan sekolah, pemerintah, dan masyarakat. Pendidikan agama di sekolah
itu seolah-olah hanya bulat-bulat diserahkan kepada guru agama.
Kedua,
masih adanya anggapan bahwa pendidikan agama itu kurang penting bila
dibandingkan dengan pendidikan lainnya. Anggapan ini berimplikasi banyak
terhadap pelaksanaan pendidikan agama di sekolah. Keadaan yang seperti inilah
yang penulis maksudkan di atas adanya sikap mendua tersebut. Di satu sisi (dalam konsep dan teori) pendidikan agama dan
akhlak mulia sangat dipentingkan, tetapi ketika pelaksanaannya di lapangan kelihatan
betul seolah-olah kurang mendapat perhatian serius.
Ketiga,
permasalahan pokok yang ada di sekitar faktor pendidikan yang bersifat inter
yang berada pada peserta didik, pendidikan, kurikulum sarana dan fasilitas,
metode dan evaluasi.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.