Wednesday, April 24, 2013

PENGELOLAAN HUTAN BERWAWASAN AGROFORESTRY


 Pengelolaan Hutan Berwawasan Agroforestry
                 Program pengelolaan hutan yang dilakukan pemerintah selama ini dilakukan bedasarkan asumsi bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang harus diarahkan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian dan kelangsungan funsi hutan. Dalam usaha itu pelestarian sumberdaya alam merupakan kegiatan utama juga memelihara tataguna air, memperluas lapangan pekerjaan juga untuk meningkatkan sumber pendapatan negara. Dalam pengelolaan itu peran pemerintah dan masyarakat sekitar hutan sangat strategis sebagai obyek utama dalam pengelolaan hutan.
                Selain itu peningkatan pengusahaan hutan produksi, hutan tanaman produksi serta hutan alam juga harus dilakukan untuk meningkatkan  produksi hutan. Hutan rakyat juga dikembangkan melalui penyediaan bibit bagi hutan yang baru dipanen juga pengamanan arus kayu dan penjagaan keharusan melakukan reboisasi bagi perusahaan dan rakyat apabila melakukan pengambilan terhadap hasil hutan. Seluruh pengusahaan hutan tersebut harus di arahkan untuk mencegah kerusakan hutan dan pengelolaan yang lestari terhadap hutan.
                Selain asumsi bahwa hutan harus dikelola untuk kemakmuran, hutan juga harus dikelola sebagai bagian yang integral dari ekosistem. Pengelolaan harus mampu untuk menjaga fungsi tanah, air, udara, iklim, dan lingkungan hidup. Setiap perubahan fungsi kawasan hutan harus diikuti dengan pengalihan fungsi lain agar hutan tetap lestari. Keseimbangan alampun tidak akan mengalami perubahan sehingga tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Dengan kondisi itu maka plasma nuftah sebagai kekayaan lama yang tidak ternilai harganya selain fungsi lain dapat terjaga.
                Selain itu dalam pengelolaan hutan pemerintah juga mengasumsikan bahwa kondisi hutan kita saat ini perlu untuk segera ditangani apabila tidak ingin semakin rusak. Mendangkalnya banyak waduk dan semakin banyaknya lahan kritis merupakan fenomena actual yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu berbagai usaha perlu untuk segera dilakukan untuk melakukan konservasi terhadap lahan, hutan rawa, hutan alam, penataan DAS serta penyelamatan sumber sumber air alam dengan melakukan reboisasi pada daerah hulu sungai dan daerah sekitar sungai.
                Pemerintah selama ini juga menganggap bahwa pengelolaan hutan untuk kepentingan pembangunan harus selalu di sesuaikan dengan daya dukung sumberdaya alam yang ada. Diversifikasi hasil hutan dengan mengusahakan jenis tanaman hutan baru dan kompetitif serta berharga baik di dunia perlu dilakukan. Selain itu pengolahan kayu bagi ekspor sangat diperlukan agar ada nilai tambah. Ekspor kayu gelondongan tanpa sentuhan pengolahan terbukti sangat besar kerugian potensial yang kita dapatkan. Oleh karena itu pengelolaan hutan perlu didukung oleh analisis yang baik tentang kemampuan lahan dan melakukan sentuha teknologi pada hasil hutan agar memiliki daya saing tinggi dan nilai tambah.
                Pengelolaan hutan dengan mengikutkan masyarakat sekitar hutan tidak akan pernah berhasil apabila tidak didukung oleh pemahaman yang benar tentang fungsi dan peranan hutan bagi kehidupan. Program pendidikan untuk masyarakat menjadi sangat penting dilakukan guna meningkatkan kualitas dan empati masyarakat akan pentingnya fungsi hutan. Pada sisi lain kemapuan teknis pemerintah dan masyarakat dalam mengelola hutan juga perlu ditingkatkan. Selain itu perangkat hukum dan penegakan hukum perlu diwujudkan dalam mengawal pengelolaan hutan.
                Hal menarik yang perlu kita lihat adalah asumsi tentang kesia-siaanprogram apapun dalam mengusahakan hutan apabila tidak melibatkan penuh peran penduduk sekitar hutan. Meski kesadaran itu telah ada dan tercantum dalam tiap perencanaan akan tetapi hingga saat ini kita tidak pernah menemui bentuk yang ideal pada keikutsertaan masyarakat. Kedepan peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan tidak hanya memperbesar akses mereka kepada hutan saja seperti yang dilakukan dalam pembinaan masyarakat hutan saat ini namun lebih pada pemberian peran pada penduduk bahwa hutan adalah milik mereka sehingga harus dijaga dan dibudidayakan bersama.
                Melihat kondisi demikian, maka pemerintah  dalam pengelolaan hutan telah mencoba melibatkan masyarakat di sekitar hutan secara aktif sebagai mitra kerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui kegiatan : tumpangsari, subsidi temak dan pembinaan industri rumah tangga. Program pembinaan masyarakat pedesaan di sekitar butan yang telah dilaksanakan selama ini meskipun telah berhasil memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani di sekitar masyarakat pedesaan, akan tetapi masih banyak kekurangan  dan  masih belum mampu mengangkat masyarakat  miskin.
                Sampai saat ini  dalam  pengelolaan hutan banyak dijumpai permasalahan  yang berkaitan dengan   masyarakat sekitar hutan.  Pada dasarya masalah yang dihadapi di desa-desa dekat hutan tidak banyak berbeda dengan masalah di desa-desa lainnya di Indonesia, khususnya di Jawa dan Madura. Perum Perhutani (1995) mengemukakan beberapa permasalahan desa-desa yang berada di sekitar wilayah hutan adalah : kondisi lahan pertanian yang marginal; kurangnya lapangan pekerjaan dan terbatasnya keterampilan.  Kondisi yang demikian tersebut menyebabkan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat dan mendorong masyarakat untuk ekspansi ke dalam hutan secara tidak bertanggung jawab dalam bentuk pencurian kayu. Sedangkan Hadi Pumomo (1985) mengemukakan permasalahan di daerah pedesaan yang berbatasan dengan hutan (dengan mengambil kasus di DAS Konto) sebagal berikut :   (1) Tanah subur akan tetapi sangat peka terhadap erosi ,(2) Topografi berbukit dengan lereng gunung yang curam dan curah hujan yang cukup tinggi, sehingga faktor penyebab erosi sangat tinggi. (3) Angka pemilikan tanah sangat kecil.  Sekalipun tanah subur tetapi belum mencukupi kebutuhan hidup petani.  Kehadiran hutan yang relatif luas menimbulkan kecenderungan untuk berekspansi ke dalam hutan secara ilegal dalam bentuk pencurian kayu dan hasil hutan lainnya.
                Masalah yang selalu dihadapi Perum Perhutani dalam mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura antara lain kerusakan hutan yang disebabkan oleh pencurian kayu.  Tingkat kerusakan hutan akibat pencurian kayu ini, disinyalir oleh Menteri Kehutanan akibat adanya kemiskinan masyarakat pedesaan di sekitar hutan. Sehingga untuk mengurangi tingkat kerusakan hutan harus diupayakan pengurangan kemiskinan. Nilai kerugian akibat pencurian kayu cukup besar,  sebagai contoh yang terjadi di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro menunjukkan tingkat kerugian pada tahun 1991 sebesar Rp. 101.179.000,- dan pada tahun 1995 meningkat menjadi Rp. 141.982.790,-
                Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas, Perum Perhutani melibatkan masyarakat di sekitar hutan secara aktif sebagai mitra kerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melaui kegiatan : tumpangsari; subsidi temak dan pembinaan industri rumah tangga. Upaya yang dilakukan Perum Perhutani tersebut di kenal dengan istilah Prosperity Approach yang kemudian dikembangkan menjadi program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada tahun 1982. PMDH disini adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk dan berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah hutan dalam rangka keberhasilan pembangunan perhutanan.  Program ini meliputi kegiatan di kawasan hutan dan di luar kawasan hutan berupa perbaikan biofisik pedesaan, peningkatan pendapatan, keterampilan dan pengetahuan masyarakat melalul berbagai penyuluhan dan pelatihan (Bratamihada, 1990). Komponen PMDH terdiri dari program perhutanan sosial dan program bantuan teknis, ekonomi.  Program perhutanan sosial meliputi program agroforestry
                Hasil penelitian Universitas Brawijaya (1996) ditemukan beberapa kelemahan program Pembangunan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang dilaksanakan Perum Perhutani sebagai berikut: (1) Sistem agroforestry yang ada pada saat ini belum layak secara sosial ekonomi, (2) Bantuan sosial ekonomi yang dilaksanakan pada saat ini belum efektif menyentuh kelompok sasaran, (3) Dalam mengelola program PMDH, Perum Perhutani masih bekerja sendirian (one man show) belum dapat bekerja sama secara terintegrasi dengan lembaga (instansi sektoral) yang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Novita Lestanti (1998) di KPH Bojonegoro menunjukkan bahwa program PMDH masih menunjukkan beberapa kelemahan antara lain : (1) usahatani tanaman pangan di kawasan hutan, dengan memperhitungkan secara perusahaan temyata tidak efisien; (2) penggunaan faktor-faktor produksi belum mencapai tingkat optimal; (3) sistem pemasaran komoditas pangan belum effisien hal ini ditunjukkan dengan distribusi margin yang belum merata; (4) infonnasi harga di tingkat konsumen belum ditransmisikan sepenuhnya kepada petani produsen.
                Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang dikemukakan diatas, dalam usaha meningkatkan secara maksimal kegiatan pembinaan masyarakat di sekitar hutan, diperlukan suatu kegiatan  penelitian  dan percontohan yang berkelanjutan  untuk menghasilkan  hutan yang produktif, lestari serta  mampu memberdayakan masayarakat di sekitar hutan.
                Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma pembangunan ke arah demokratisasi ekonomi serta  adanya krisis ekonomi, dilain pihak  banyaknya jumlah penduduk miskin di kawasan hutan, telah menimbulkan kesan dan pergeseran penilaian masyarakat di sekitar hutan bahwa  pengelolaan hutan  bersifat footlose industry (tidak berdampak ekonomi pada wilayah disekitarnya). Akibatnya apabila tidak  ada upaya -upaya mengantisipasinya, maka dalam jangka panjang  menimbulkan permasalahan pokok yakni: kerusakan hutan; tingkat erosi yang cukup tinggi dan kemiskinan masyarakat di sekitar hutan.

Secara konseptual hubungan antara pemerintah dan desa hutan dalam manajemen hutan dapat dilihat dalam bagan berikut :


Decisions
Planting
-          where
-          when
-          who
-          what
n       trees
n       crops
-          how
n       spasing
-          soil management
Maintenance
Protection
Harvesting
-          Crops
-          Animals
-          Non – timbers
Tree products
+ timbers


Environmental impact, soil & water conser.


                Konsep agroforestry sebagai bagian dari konsep penguhatan sosial secara umum dijelaskan dalam frame work untuk analisis strategi sosial forestry ( K.F. Wiersum, 1994 ) sebagai berikut :

2. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Hutan

                Usaha untuk  mengembangkan  hutan   pada masa datang  mendapat tantangan  sejalan dengan tuntutan  paradigma baru  yang berkaitan dengan : (a) efisiensi pengelolan hutan  dan kelestarian sumberdaya, (b) tuntutan  otonomi daerah, (d) dan  tuntutan pemberdayaan masyarakat.  Oleh karena itu  dalam  manajemen  pengelolaan hutan ada tiga  pihak  yang terkait, yakni  pihak  Perum Perhutani  selaku  pengelolaan hutan khususnya dijawa, pemerintah daerah, serta  masyarakat di kawasan hutan. Pihak pengelola hutan berkeinginan untuk  meningkatkan  efisiensi  usahanya  serta  tetap terjaga kelestariannya baik secara alami maupun terjaga dari pencurian oleh masyarakat di sekitar hutan.  Dari sisi  masyarakat di sekitar hutan adanya hutan mempunyai harapan untuk tumpuan mencari pekerjaan ssehingga mampu memperbaiki keadaan sosial ekonominya, sedangkan dari sisi pemerintah daerah mempunyai harapan agar pengelolaan hutan berdampak terhadap  pembangunan pedesaan di kawasan hutan.
                Dari permasalahan yang ada dan besarnya fungsi hutan bagi masyarakat maka model pengelolaan hutan secara kemitraan yang  mampu menjawab tantangan paradigma baru yakni: efisiensi pengelolaan dan kelestarian sumberdaya dengan lebih memberdayakan masyarakat  sekitar hutan  sekaligus berdampak terhadap pembangunan wilayah disekitar hutan.
                Rancangan model pengelolaan hutan harus mempunyai manfaat sebagai berikut :  bagi  Pemerintah/Perhutani : (1) meningkatkan efesiensi pengelolaan  hutan oleh Perhutani, (2) memperbaiki  dan mempertahankan kelestarian sumberdaya hutan, (3.) memperkecil resiko pencurian hutan. Bagi Masyarakat  manfaat yang diperoleh adalah : (1)  memperluas lapangan kerja masyarakat, (2) meningkatkan pendapatan masyarakat  Sedangkan manfaat bagi pemerintah  daerah setempat adalah : (1) menumbuhkan per-ekonomian wilayah, dan (2) menumbuhkan  rasa memiliki  hutan dari masyarakat.
                Sumberdaya hutan  merupakan sumberdaya alam yang mempunyai ekternalitas lingkungan, apabila  pengelolaannya tidak dilakukan secara hati-hati maka akan menimbulkan kerusakan lingkungan (air, tanah, dan udara). Sehingga dengan demikian  sumberdaya hutan tergolong public investment dimana pengelolaannya  tidak saja  dirorientasikan meningkatkan produksi hasil hutan  tetapi harus dirorientasikan untuk memperbaiki kualitas lingkungan.  Kenyataan ini membawa konsekuensi pengelolaannya harus dilakukan oleh pemerintah (diawasi pemerintah) yang ditujukan tidak saja pada inter generasi namun juga antar generasi.  Kebijakan ini  ditempuh  dimana pengelolaan hutan di Jawa diserahkan pada perusahaan negara Perhutani sedangkan di luar Jawa melalui  Inhutani.               
                Berdasarkan  pendekatan diatas, maka  ada empat kosep   yang perlu diperhatikan dalam perumusan model pengelolaan hutan yang memberdayakan masyarakat dan wilayah, yakni: (1) pengelolaan hutan dengan model agroforestry melalui sistem mixed farming, (2) pengembangan  agribisnis, (3) pengembangan  aktifitas  off farm, dan  (4) pembangunan pedesaan.  Secara rinci  keempat aspek tersebut  diuraikan sebagai berikut
                Apabilala konsep agroforestry diterima sebagai sistem pengelolaan hutan, maka perlu dirumuskan kebijaksanaan dasar pengelolaan hutan yang dapat menunjang keberhasilan konsep tersebut.  Agus Pakpahan dan Erwidodo (1981) mengemukakan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan kebijaksanaan sistem perhutanan adalah : (1) Pola pengusahaan hutan perlu dikaitkan dengan pola pengembangan wilayah terutama dengan industri dan pasar, (2)Tujuan pengusahaan hutan yang berasaskan basil yang maksimurn dan lestari perlu diperluas dengan memasukkan suatu prinsip maksimisasi kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, (3)Tujuan pengusahaan hutan perlu memasukkan asas maksimisasi lingkungan hidup.
                Secara teoritis pembangunan masyarakat pedesaan di sekitar hutan, merupakan subsistem dari pembangunan desa.  Mosher dalam bukunya Thinking About Rural Development (1976) mengemukakan bahwa kegiatan esssensial yang harus ditangani yaitu:(1) Program yang berkaitan dengan pertanian meliputi :
(a) penyediaan pasar untuk memasarkan hasil produksi pertanian,
(b) penyediaan fasilitas pelayanan kebutuhan sarana produksi pertanian,
(c) penyediaan fasilitas kredit pertanian,
(d) pengadaan percobaan-percobaan lokal (verification Trials),
(e) pengadaan jalan, untuk fasilitas transport dari wilayah usahatani;

(2) Program yang berkaitan dengan kegiatan di luar sektor pertanian, meliputi :
(a) pengembangan industri pedesaan,
(b)  penyediaan fasilitas kesehatan,
c)  pelayanan masalah Keluarga Berencana,
(d) penyediaan sarana dan prasarana pendidikan,
(e) penyediaan fasilitas kegiatan keagamaan,
(f)  kegiatan penyuluhan tentang keluarga sejahtera, 
(g) penyediaan fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. 

             Pada umumnya pembangunan pertanian dipandang sebagai tujuan utama dari perkembangan kehidupan pedesaan, setidak-tidaknya dilihat dalam kerangka nasional.  Tujuan pembangunan pertanian pada dasamya bertujuan untuk meningkatkan posisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan. Faktor-faktor terpenting yang pengaruhnya menentukan dalam realisasi tujuan di atas adalah (Schoorl, 1980):

(1)     perbandingan manusia dan tanah,
(2)     kepadatan dan pertambahan penduduk,
(3)     perkembangan industri dan urbanisasi, 
(4)     sistem kebudayaan,
(5)     struktur sosial,
(6)     struktur Agraria,
(7)     penggunaan metode dan teknik baru,
(8)     adanya fasilitas informasi dan komunikasi yang baik, 
(9)     faktor infrastruktur pertanian yang baik. Apabila faktro-faktor tesebut terpenuhi maka kita akan dapat melakukan perbahan yang dinamis dalam upaya mengangkat kesejahteraan masyarakat.

                Berdasarkan  pendekatan tersebut diatas, maka perlu untuk menyusun sebuah strategi, instrumen dan kelompok sasaran  dalam perumusan model  pengelolaan hutan yang memberdayakan rakyat dan wilayah di sekitar hutan. Perumusan itu perlu dilakukan mengingat kebijakan pemerintah dan tuntutan sosial dan ekonomi masyarakat pada hutan semakin besar. Strategi ini akan melahirkan berbagai pilihan alternative pengelolaan hutan dan dengan tetap akan menentukan kelompok sasaran yang akan dituju.
                Strategi merupakan bentuk rekayasa sosial yang dikenakan pada masyarakat sekitar hutan agar dapat memanfaatkan keberadaan hutan dan melakukan penjagaan terhadap kelestariannya. Paling tidak harus ada tiga strategi utama dalam pemberdayaan masyarakat hutan yakni pengelolaan hutan system agroforestry dengan system agribisnis, pengembangan usaha di luar hutan, dan pengembangan pedesaan yang meliputi fasilitas umum kawasan hutan. Ketiga strategi ini selanjutnya akan di jabarkan pada berbagai kegiatan yang akan dilakukan pada kelompok sasaran.
                Pengelolaan hutan system agroforestry dengan system agribisnis meliputi kegiatan penyediaan paket teknologi agroforestry berdasarkan karakteristik lahan hutan yang ada, management kerjasama antar kelompok tani dalamm pengelolaan hutan serta  penanganan pasar hasil dari agroforestry. Selain itu penyediaan fasilitas kridit pertanian, pembinaan dan penyuluhan serta penanganan paska panen dan pengolahan hasil. Kegiatan ini ditujukan pada petani kecil dan buruh tani yang ada disekitar hutan agar dapat lebih meningkat kesejateraannya. Dari kegiatan ini akan terbina kelompok tani sekitar hutan yang produktif bagi pengembangan agroforestri. Kegiatan ini diarahkan pada usaha tani terutama pada pengelolaan hutan system agroforestry yang dikembangkan.
                Kemungkinan pengembangan lain adalah pada usaha di luar usaha tani terutama pada penunjang usaha tani terkait dengan input pertanian dan permodalan. Karena bagian ini tidak terkait dengan penyediaan lahan maka sangat cocok diberikan pada pemuda desa sekitar hutan. Merka diarahkan pada usaha diluar produksi namun pada bagian pendukung usaha tani. Selain itu usaha yang tidak terkait dengan pertanian juga dapat diberikan pada kelompok ini. Hampir sama dengan kegiatan pada pengelolaan hutan maka strategi ini perlu ditunjang oleh paket teknologi, permodalan, penanganan pasar pembinaan juga memerlukan pembinaan kelompok usaha kecil of farm yang mandiri. Dari usaha ini akan terbentuk kelompok usaha di luar usaha tani dengan pemuda sebagai basis pembinaan. Bisa jadi usaha ini bisa digerakan perempuan atau ibu – ibu PKK disekitar hutan.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com