Pengelolaan Hutan Berwawasan Agroforestry
Program
pengelolaan hutan yang dilakukan pemerintah selama ini dilakukan bedasarkan
asumsi bahwa hutan merupakan kekayaan alam yang harus diarahkan untuk
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap
menjaga kelestarian dan kelangsungan funsi hutan. Dalam usaha itu pelestarian
sumberdaya alam merupakan kegiatan utama juga memelihara tataguna air,
memperluas lapangan pekerjaan juga untuk meningkatkan sumber pendapatan negara.
Dalam pengelolaan itu peran
pemerintah dan masyarakat sekitar hutan sangat strategis sebagai obyek utama
dalam pengelolaan hutan.
Selain itu peningkatan pengusahaan hutan
produksi, hutan tanaman produksi serta hutan alam juga harus dilakukan untuk
meningkatkan produksi hutan. Hutan
rakyat juga dikembangkan melalui penyediaan bibit bagi hutan yang baru dipanen
juga pengamanan arus kayu dan penjagaan keharusan melakukan reboisasi bagi
perusahaan dan rakyat apabila melakukan pengambilan terhadap hasil hutan.
Seluruh pengusahaan hutan tersebut harus di arahkan untuk mencegah kerusakan
hutan dan pengelolaan yang lestari terhadap hutan.
Selain
asumsi bahwa hutan harus dikelola untuk kemakmuran, hutan juga harus dikelola
sebagai bagian yang integral dari ekosistem. Pengelolaan harus mampu untuk
menjaga fungsi tanah, air, udara, iklim, dan lingkungan hidup. Setiap perubahan
fungsi kawasan hutan harus diikuti dengan pengalihan fungsi lain agar hutan
tetap lestari. Keseimbangan alampun tidak akan mengalami perubahan sehingga
tidak mengganggu kehidupan masyarakat. Dengan kondisi itu maka plasma nuftah
sebagai kekayaan lama yang tidak ternilai harganya selain fungsi lain dapat
terjaga.
Selain
itu dalam pengelolaan hutan pemerintah juga mengasumsikan bahwa kondisi hutan
kita saat ini perlu untuk segera ditangani apabila tidak ingin semakin rusak.
Mendangkalnya banyak waduk dan semakin banyaknya lahan kritis merupakan
fenomena actual yang perlu diperhatikan. Oleh karena itu berbagai usaha perlu
untuk segera dilakukan untuk melakukan konservasi terhadap lahan, hutan rawa,
hutan alam, penataan DAS serta penyelamatan sumber sumber air alam dengan
melakukan reboisasi pada daerah hulu sungai dan daerah sekitar sungai.
Pemerintah
selama ini juga menganggap bahwa pengelolaan hutan untuk kepentingan
pembangunan harus selalu di sesuaikan dengan daya dukung sumberdaya alam yang
ada. Diversifikasi hasil hutan dengan mengusahakan jenis tanaman hutan baru dan
kompetitif serta berharga baik di dunia perlu dilakukan. Selain itu pengolahan
kayu bagi ekspor sangat diperlukan agar ada nilai tambah. Ekspor kayu
gelondongan tanpa sentuhan pengolahan terbukti sangat besar kerugian potensial
yang kita dapatkan. Oleh karena itu pengelolaan hutan perlu didukung oleh
analisis yang baik tentang kemampuan lahan dan melakukan sentuha teknologi pada
hasil hutan agar memiliki daya saing tinggi dan nilai tambah.
Pengelolaan
hutan dengan mengikutkan masyarakat sekitar hutan tidak akan pernah berhasil
apabila tidak didukung oleh pemahaman yang benar tentang fungsi dan peranan
hutan bagi kehidupan. Program pendidikan untuk masyarakat menjadi sangat
penting dilakukan guna meningkatkan kualitas dan empati masyarakat akan
pentingnya fungsi hutan. Pada sisi lain kemapuan teknis pemerintah dan
masyarakat dalam mengelola hutan juga perlu ditingkatkan. Selain itu perangkat
hukum dan penegakan hukum perlu diwujudkan dalam mengawal pengelolaan hutan.
Hal
menarik yang perlu kita lihat adalah asumsi tentang kesia-siaanprogram apapun
dalam mengusahakan hutan apabila tidak melibatkan penuh peran penduduk sekitar
hutan. Meski kesadaran itu telah ada dan tercantum dalam tiap perencanaan akan
tetapi hingga saat ini kita tidak pernah menemui bentuk yang ideal pada
keikutsertaan masyarakat. Kedepan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
hutan tidak hanya memperbesar akses mereka kepada hutan saja seperti yang
dilakukan dalam pembinaan masyarakat hutan saat ini namun lebih pada pemberian
peran pada penduduk bahwa hutan adalah milik mereka sehingga harus dijaga dan
dibudidayakan bersama.
Melihat
kondisi demikian, maka pemerintah dalam
pengelolaan hutan telah mencoba melibatkan masyarakat di sekitar hutan secara
aktif sebagai mitra kerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui
kegiatan : tumpangsari, subsidi temak dan pembinaan industri rumah tangga.
Program pembinaan masyarakat pedesaan di sekitar butan yang telah dilaksanakan
selama ini meskipun telah berhasil memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga
petani di sekitar masyarakat pedesaan, akan tetapi masih banyak kekurangan dan
masih belum mampu mengangkat masyarakat
miskin.
Sampai
saat ini dalam pengelolaan hutan banyak dijumpai permasalahan yang berkaitan dengan masyarakat sekitar hutan. Pada dasarya masalah yang dihadapi di
desa-desa dekat hutan tidak banyak berbeda dengan masalah di desa-desa lainnya
di Indonesia, khususnya di Jawa dan Madura. Perum Perhutani (1995) mengemukakan
beberapa permasalahan desa-desa yang berada di sekitar wilayah hutan adalah :
kondisi lahan pertanian yang marginal; kurangnya lapangan pekerjaan dan
terbatasnya keterampilan. Kondisi yang
demikian tersebut menyebabkan rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat dan
mendorong masyarakat untuk ekspansi ke dalam hutan secara tidak bertanggung
jawab dalam bentuk pencurian kayu. Sedangkan Hadi Pumomo (1985) mengemukakan
permasalahan di daerah pedesaan yang berbatasan dengan hutan (dengan mengambil
kasus di DAS Konto) sebagal berikut :
(1) Tanah subur akan tetapi sangat peka terhadap erosi ,(2) Topografi
berbukit dengan lereng gunung yang curam dan curah hujan yang cukup tinggi,
sehingga faktor penyebab erosi sangat tinggi. (3) Angka pemilikan tanah sangat
kecil. Sekalipun tanah subur tetapi
belum mencukupi kebutuhan hidup petani.
Kehadiran hutan yang relatif luas menimbulkan kecenderungan untuk
berekspansi ke dalam hutan secara ilegal dalam bentuk pencurian kayu dan hasil
hutan lainnya.
Masalah yang selalu
dihadapi Perum Perhutani dalam mengelola hutan di Pulau Jawa dan Madura antara
lain kerusakan hutan yang disebabkan oleh pencurian kayu. Tingkat kerusakan hutan akibat pencurian kayu
ini, disinyalir oleh Menteri Kehutanan akibat adanya kemiskinan masyarakat
pedesaan di sekitar hutan. Sehingga untuk mengurangi tingkat kerusakan hutan
harus diupayakan pengurangan kemiskinan. Nilai kerugian akibat pencurian kayu
cukup besar, sebagai contoh yang terjadi
di Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Bojonegoro menunjukkan tingkat kerugian pada
tahun 1991 sebesar Rp. 101.179.000,- dan pada tahun 1995 meningkat menjadi Rp.
141.982.790,-
Untuk mengatasi permasalahan
tersebut diatas, Perum Perhutani melibatkan masyarakat di sekitar hutan secara
aktif sebagai mitra kerja untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melaui
kegiatan : tumpangsari; subsidi temak dan pembinaan industri rumah tangga.
Upaya yang dilakukan Perum Perhutani tersebut di kenal dengan istilah Prosperity
Approach yang kemudian dikembangkan menjadi program Pembangunan
Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada tahun 1982. PMDH disini adalah semua kegiatan
yang ditujukan untuk dan berdampak meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitar wilayah hutan dalam rangka keberhasilan pembangunan perhutanan. Program ini meliputi kegiatan di kawasan
hutan dan di luar kawasan hutan berupa perbaikan biofisik pedesaan, peningkatan
pendapatan, keterampilan dan pengetahuan masyarakat melalul berbagai penyuluhan
dan pelatihan (Bratamihada, 1990). Komponen PMDH terdiri dari program perhutanan
sosial dan program bantuan teknis, ekonomi.
Program perhutanan sosial meliputi program agroforestry
Hasil penelitian
Universitas Brawijaya (1996) ditemukan beberapa kelemahan program Pembangunan
Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang dilaksanakan Perum Perhutani sebagai berikut:
(1) Sistem agroforestry yang ada pada saat ini belum layak secara sosial
ekonomi, (2) Bantuan sosial ekonomi yang dilaksanakan pada saat ini belum
efektif menyentuh kelompok sasaran, (3) Dalam mengelola program PMDH, Perum Perhutani
masih bekerja sendirian (one man show) belum dapat bekerja sama secara
terintegrasi dengan lembaga (instansi sektoral) yang lain.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Novita
Lestanti (1998) di KPH Bojonegoro menunjukkan bahwa program PMDH masih menunjukkan
beberapa kelemahan antara lain : (1) usahatani tanaman pangan di kawasan hutan,
dengan memperhitungkan secara perusahaan temyata tidak efisien; (2) penggunaan
faktor-faktor produksi belum mencapai tingkat optimal; (3) sistem pemasaran
komoditas pangan belum effisien hal ini ditunjukkan dengan distribusi margin
yang belum merata; (4) infonnasi harga di tingkat konsumen belum ditransmisikan
sepenuhnya kepada petani produsen.
Berdasarkan
kelemahan-kelemahan yang dikemukakan diatas, dalam usaha meningkatkan secara
maksimal kegiatan pembinaan masyarakat di sekitar hutan, diperlukan suatu
kegiatan penelitian dan percontohan yang berkelanjutan untuk menghasilkan hutan yang produktif, lestari serta mampu memberdayakan masayarakat di sekitar
hutan.
Sejalan
dengan terjadinya pergeseran paradigma pembangunan ke arah demokratisasi
ekonomi serta adanya krisis ekonomi,
dilain pihak banyaknya jumlah penduduk
miskin di kawasan hutan, telah menimbulkan kesan dan pergeseran penilaian
masyarakat di sekitar hutan bahwa
pengelolaan hutan bersifat footlose industry (tidak berdampak
ekonomi pada wilayah disekitarnya). Akibatnya apabila tidak ada upaya -upaya mengantisipasinya, maka
dalam jangka panjang menimbulkan
permasalahan pokok yakni: kerusakan hutan; tingkat erosi yang cukup tinggi dan
kemiskinan masyarakat di sekitar hutan.
Secara konseptual hubungan antara pemerintah dan
desa hutan dalam manajemen hutan dapat dilihat dalam bagan berikut :
Decisions
|
|
Planting
|
-
where
-
when
-
who
-
what
n
trees
n
crops
-
how
n
spasing
-
soil management
|
Maintenance
Protection
|
|
Harvesting
|
-
Crops
-
Animals
-
Non – timbers
Tree products
+
timbers
|
Environmental
impact, soil & water conser.
|
Konsep agroforestry sebagai
bagian dari konsep penguhatan sosial secara umum dijelaskan dalam frame work
untuk analisis strategi sosial forestry ( K.F. Wiersum, 1994 ) sebagai berikut
:
2. Strategi
Pemberdayaan Masyarakat Hutan
Usaha untuk mengembangkan
hutan pada masa datang mendapat tantangan sejalan dengan tuntutan paradigma baru yang berkaitan dengan : (a) efisiensi
pengelolan hutan dan kelestarian
sumberdaya, (b) tuntutan otonomi daerah,
(d) dan tuntutan pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu dalam
manajemen pengelolaan hutan ada
tiga pihak yang terkait, yakni pihak
Perum Perhutani selaku pengelolaan hutan khususnya dijawa,
pemerintah daerah, serta masyarakat di
kawasan hutan. Pihak pengelola hutan berkeinginan untuk meningkatkan
efisiensi usahanya serta
tetap terjaga kelestariannya baik secara alami maupun terjaga dari
pencurian oleh masyarakat di sekitar hutan.
Dari sisi masyarakat di sekitar
hutan adanya hutan mempunyai harapan untuk tumpuan mencari pekerjaan ssehingga
mampu memperbaiki keadaan sosial ekonominya, sedangkan dari sisi pemerintah
daerah mempunyai harapan agar pengelolaan hutan berdampak terhadap pembangunan pedesaan di kawasan hutan.
Dari permasalahan yang ada dan
besarnya fungsi hutan bagi masyarakat maka model pengelolaan hutan secara
kemitraan yang mampu menjawab tantangan
paradigma baru yakni: efisiensi pengelolaan dan kelestarian sumberdaya dengan
lebih memberdayakan masyarakat sekitar
hutan sekaligus berdampak terhadap
pembangunan wilayah disekitar hutan.
Rancangan model pengelolaan
hutan harus mempunyai manfaat sebagai berikut :
bagi Pemerintah/Perhutani : (1)
meningkatkan efesiensi pengelolaan hutan
oleh Perhutani, (2) memperbaiki dan
mempertahankan kelestarian sumberdaya hutan, (3.) memperkecil resiko pencurian
hutan. Bagi Masyarakat manfaat yang
diperoleh adalah : (1) memperluas
lapangan kerja masyarakat, (2) meningkatkan pendapatan masyarakat Sedangkan manfaat bagi pemerintah daerah setempat adalah : (1) menumbuhkan
per-ekonomian wilayah, dan (2) menumbuhkan
rasa memiliki hutan dari
masyarakat.
Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai
ekternalitas lingkungan, apabila
pengelolaannya tidak dilakukan secara hati-hati maka akan menimbulkan
kerusakan lingkungan (air, tanah, dan udara). Sehingga dengan demikian sumberdaya hutan tergolong public investment dimana
pengelolaannya tidak saja dirorientasikan meningkatkan produksi hasil
hutan tetapi harus dirorientasikan untuk
memperbaiki kualitas lingkungan.
Kenyataan ini membawa konsekuensi pengelolaannya harus dilakukan oleh
pemerintah (diawasi pemerintah) yang ditujukan tidak saja pada inter generasi
namun juga antar generasi. Kebijakan
ini ditempuh dimana pengelolaan hutan di Jawa diserahkan
pada perusahaan negara Perhutani sedangkan di luar Jawa melalui Inhutani.
Berdasarkan pendekatan diatas, maka ada empat kosep yang perlu diperhatikan dalam perumusan
model pengelolaan hutan yang memberdayakan masyarakat dan wilayah, yakni: (1)
pengelolaan hutan dengan model agroforestry melalui sistem mixed farming, (2)
pengembangan agribisnis, (3)
pengembangan aktifitas off farm, dan
(4) pembangunan pedesaan. Secara
rinci keempat aspek tersebut diuraikan sebagai berikut
Apabilala
konsep agroforestry diterima sebagai sistem pengelolaan hutan, maka perlu
dirumuskan kebijaksanaan dasar pengelolaan hutan yang dapat menunjang
keberhasilan konsep tersebut. Agus
Pakpahan dan Erwidodo (1981) mengemukakan beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam penyusunan kebijaksanaan sistem perhutanan adalah : (1)
Pola pengusahaan hutan perlu dikaitkan dengan pola pengembangan wilayah
terutama dengan industri dan pasar, (2)Tujuan pengusahaan hutan yang berasaskan
basil yang maksimurn dan lestari perlu diperluas dengan memasukkan suatu
prinsip maksimisasi kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat, (3)Tujuan
pengusahaan hutan perlu memasukkan asas maksimisasi lingkungan hidup.
Secara
teoritis pembangunan masyarakat pedesaan di sekitar hutan, merupakan subsistem
dari pembangunan desa. Mosher dalam
bukunya Thinking About Rural Development (1976) mengemukakan bahwa kegiatan esssensial yang harus ditangani
yaitu:(1) Program yang berkaitan dengan pertanian meliputi :
(a) penyediaan
pasar untuk memasarkan hasil produksi pertanian,
(b) penyediaan fasilitas pelayanan kebutuhan sarana
produksi pertanian,
(c)
penyediaan fasilitas kredit pertanian,
(d)
pengadaan percobaan-percobaan lokal (verification Trials),
(e)
pengadaan jalan, untuk fasilitas transport dari wilayah usahatani;
(2) Program yang berkaitan dengan kegiatan di luar
sektor pertanian, meliputi :
(a)
pengembangan industri pedesaan,
(b) penyediaan fasilitas kesehatan,
c) pelayanan masalah Keluarga Berencana,
(d)
penyediaan sarana dan prasarana pendidikan,
(e)
penyediaan fasilitas kegiatan keagamaan,
(f) kegiatan penyuluhan tentang keluarga
sejahtera,
(g)
penyediaan fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
Pada umumnya pembangunan pertanian
dipandang sebagai tujuan utama dari perkembangan kehidupan pedesaan,
setidak-tidaknya dilihat dalam kerangka nasional. Tujuan pembangunan pertanian pada dasamya
bertujuan untuk meningkatkan posisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan.
Faktor-faktor terpenting yang pengaruhnya menentukan dalam realisasi tujuan di
atas adalah (Schoorl, 1980):
(1) perbandingan manusia dan tanah,
(2) kepadatan dan pertambahan penduduk,
(3) perkembangan industri dan urbanisasi,
(4) sistem kebudayaan,
(5) struktur sosial,
(6) struktur Agraria,
(7) penggunaan metode dan teknik baru,
(8) adanya fasilitas informasi dan komunikasi yang baik,
(9) faktor infrastruktur pertanian yang baik.
Apabila faktro-faktor tesebut terpenuhi maka kita akan dapat melakukan perbahan
yang dinamis dalam upaya mengangkat kesejahteraan masyarakat.
Berdasarkan pendekatan tersebut diatas, maka perlu untuk
menyusun sebuah strategi, instrumen dan kelompok sasaran dalam perumusan model pengelolaan hutan yang memberdayakan rakyat
dan wilayah di sekitar hutan. Perumusan itu perlu dilakukan mengingat kebijakan pemerintah dan tuntutan
sosial dan ekonomi masyarakat pada hutan semakin besar. Strategi ini akan
melahirkan berbagai pilihan alternative pengelolaan hutan dan dengan tetap akan
menentukan kelompok sasaran yang akan dituju.
Strategi merupakan
bentuk rekayasa sosial yang dikenakan pada masyarakat sekitar hutan agar dapat
memanfaatkan keberadaan hutan dan melakukan penjagaan terhadap kelestariannya.
Paling tidak harus ada tiga strategi utama dalam pemberdayaan masyarakat hutan
yakni pengelolaan hutan system agroforestry dengan system agribisnis,
pengembangan usaha di luar hutan, dan pengembangan pedesaan yang meliputi
fasilitas umum kawasan hutan. Ketiga strategi ini selanjutnya akan di jabarkan
pada berbagai kegiatan yang akan dilakukan pada kelompok sasaran.
Pengelolaan hutan
system agroforestry dengan system agribisnis meliputi kegiatan penyediaan paket
teknologi agroforestry berdasarkan karakteristik lahan hutan yang ada,
management kerjasama antar kelompok tani dalamm pengelolaan hutan serta penanganan pasar hasil dari agroforestry.
Selain itu penyediaan fasilitas kridit pertanian, pembinaan dan penyuluhan
serta penanganan paska panen dan pengolahan hasil. Kegiatan ini ditujukan pada
petani kecil dan buruh tani yang ada disekitar hutan agar dapat lebih meningkat
kesejateraannya. Dari kegiatan ini akan terbina kelompok tani sekitar hutan
yang produktif bagi pengembangan agroforestri. Kegiatan ini diarahkan pada
usaha tani terutama pada pengelolaan hutan system agroforestry yang
dikembangkan.
Kemungkinan
pengembangan lain adalah pada usaha di luar usaha tani terutama pada penunjang
usaha tani terkait dengan input pertanian dan permodalan. Karena bagian ini
tidak terkait dengan penyediaan lahan maka sangat cocok diberikan pada pemuda
desa sekitar hutan. Merka diarahkan pada usaha diluar produksi namun pada
bagian pendukung usaha tani. Selain itu usaha yang tidak terkait dengan
pertanian juga dapat diberikan pada kelompok ini. Hampir sama dengan kegiatan
pada pengelolaan hutan maka strategi ini perlu ditunjang oleh paket teknologi,
permodalan, penanganan pasar pembinaan juga memerlukan pembinaan kelompok usaha
kecil of farm yang mandiri. Dari usaha ini akan terbentuk kelompok usaha di
luar usaha tani dengan pemuda sebagai basis pembinaan. Bisa jadi usaha ini bisa
digerakan perempuan atau ibu – ibu PKK disekitar hutan.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.