Friday, April 19, 2013

POLA, STRATEGI DAN PENDEKATAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN PERTANIAN PADA PJP II


Pembangunan pertanian selama PJP I telah mengubah dunia-pertanian di Indonesia.  Bila dahulu sektor pertanian menjadi tumpuan utama perekonomian negara, maka sekarang tidak lagi. Dulu pertanian Indonesia tidak mampu memproduksi beras untuk mencukupi kebutuhan penduduk, bakhan pernah menjadi negara pengimpor beras terbesar di dunia, maka berkat pembangunan kini Indonesia telah swa-sembada dalam produksi beras. Bukan hanya di bidang perberasan saja pertanian Indonesia mengalami kemajuan, tetapi juga dalam berbagai komoditas lainnya. Namun demikian dalam komoditas tertentu lainnya kebutuhan Indonesia terus meningkat, seperti jagung dan kedelai, sehingga sangat tergantung pada luar negeri.
            Keberhasilan pembangunan perekonomian Indonesia secara keseluruhan ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan konsumsi komoditas-komoditas pertanian tertentu, seperti hortikutura, produk peternakan, produk  perikanan dan produk perkebunan. Tidak saja meningkat dalam kuantitasnya, tetapi juga meningkat tuntutan kualitasnya. Sistem pemasaran dunia yang berubah (globalisasi) membuat  pertanian Indonesia menghadapi tantangan baru untuk dapat bersaing dalam mutu, produktivitas dan efisiensi dengan dunia-pertanian negara-negara lain.

            Yang tidak boleh dilupakan ialah kenyataan bahwa para petani Indone-sia-lah yang juga telah berubah secara nyata. Pada umumnya profil populasi petani  Indonesia telah berubah secara positif.  Secara makro populasi petani telah menjadi lebih kecil jumlahnya secara persentil tetapi lebih tinggi kualitasnya, yang ditandai oleh lebih baiknya tingkat pendidikan mereka, lebih mengenal kemajuan, kebutuhannya meningkat,  harapan-harapannya juga meningkat, dan pengetahuan dan keterampilannya bertani juga telah jauh lebih baik. Berkat penyuluhan-penyuluhan pembangunan selama ini, termasuk penyuluhan pertanian, para petani telah memiliki pola komunikasi yang terbuka. Mereka telah lebih mampu berkomunikasi dengan orang-orang dari luar sistem sosialnya, dan telah lebih mampu berkomunikasi secara non-personal melalui berbagai media massa. Petani dalam melakukan usaha tani bahkan telah mampu berorientasi pada pasar.
            Prasarana fisik pertanian seperti irigasi dan jaringan jalan juga sudah jauh lebih baik kondisinya dibandingkan pada awal PJP I. Demikian pula prasarana dan sarana telekomunikasi, serta tenaga listrik telah dapat menjangkau sebagian daerah-daerah pertanian. Semua sarana itu dapat dimanfaatkan oleh siapa saja termasuk para petani, dan memang telah secara nyata menyumbang pada pertumbuhan pertanian dan perkembangan petani. Dengan prasarana-prasara-na tadi diiringi kemajuan yang pesat di bidang elektronika, komunikasi massa melalui media elektronik juga telah menjangkau daerah-daerah pertanian.
            Meskipun perubahan-perubahan itu pada umumnya terjadi di semua daerah, namun haruslah diakui bahwa tingkat perubahan dan kemajuan yang dialami tidak merata disemua daerah. Ada daerah-daerah yang sudah lebih maju dari daerah lainnya, demikian pula ada daerah-daerah yang belum begitu maju dibandingkan dengan daerah lainnya. Yunus Jarmi dalam disertasinya (1994) mengidentifikasi adanya 3 kategori wilayah pertanian yang berbeda nyata tingkat kemajuannya. Perbedaan-perbedaan itu menyangkut prasarana fisik, produktifitas perta-niannya serta tingkat kemajuan petani-petaninya. Tiga kategori wilayah pertanian itu adalah : (1) Wilayah yang prasarananya relatif memadai (karena telah dibangun sejak jaman penjajahan), teknologi yang diterapkan sudah maju secara mantap, produktivitas tinggi, berorientasi pada pasar, dan (karenanya) para petaninya telah membutuhkan dan mencari secara aktif informasi-informasi pertanian. (2) Wilayah yang prasarananya baru dibangun tetapi belum memadai, mulai mengenal dan menerapkan teknologi maju tetapi belum mantap, produktivitas sedang, belum berorientasi ke pasar, dan belum aktif mencari informasi pertanian. (3) Wilayah yang relatif belum memiliki prasarana-prasarana pertanian, teknologi tradisional masih mendominasi, produktivitas rendah, petaninya masih tradisional dan perta-niannya masih bersifat subsisten, belum merasa memerlukan informasi per-tanian.
            Perubahan lain yang tak kalah penting artinya ialah perubahan kebi-jaksanaan pemerintah tentang pembangunan pertanian dan tentang Penyuluhan Pertanian itu sendiri.  泥emokrasi pertanian” pelaksanaannya sudah semakin diperluas, dalam arti masyarakat petani semakin berperan dalam pengambilan keputusan usaha taninya dan semakin diperhatikan kebutuhan serta harapan-harapannya. Kebijaksanaan desentralisasi semakin luas pula diterapkan di bidang pemerintahan. Termasuk dalam hal ini adalah pengalihan tanggung-jawab penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Kebijakan-kebijakan pertanian dan program-program dan program-program pertanian yang bersifat 都eragam nasional” di masa lalu, telah akan diubah menjadi yang bersifat spesifik lokal. Ini terbukti dengan telah diputuskannya pembentukan 17 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian di daerah, dimana fungsi penelitian dan penyuluhan akan diintegrasikan.
            Semua perubahan yang sudah terjadi dan akan segera terjadi di dunia-pertanian itu perlu disimak dan diantisipasi secara dini dan tepat. Struktur dan mekanisme kelembagaan penyuluhan dan penelitian pertanian perlu disesu-aikan dengan kondisi dan kebutuhan baru yang ada di masyarakat pertanian. Fungsi dan peranan penyuluhan dan penelitian pertanian perlu dirumuskan kembali secara tepat; dan program-program penelitian dan penyuluhan perta-nian perlu disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan dan pengembangan di dunia-pertanian. Bagaimanapun juga pertanian akan tetap menjadi fondasi perekonomian setiap negara. Bila pertaniannya tidak kuat, pastilah pereko-nomian negara itu rapuh.


PENYULUHAN PERTANIAN DI MASA DEPAN.

            Dengan memperhatikan perubahan-perubahan dan situasi baru pada masa PJP II beserta tantangan-tantangan yang ada, sangat perlu  dipersiapkan  strategi penyuluhan pertanian yang kiranya akan efektif dalam menunjang pem-bangunan pertanian lebih lanjut. Berikut ini disampaikan beberapa pokok pikir-an sebagai masukan untuk dipertimbangkan dalam penyusunan strategi terse-but.

1. Konfirmasi definisi Penyuluhan Pertanian.
            Selama ini memang tidak pernah ada pendefinisian baru dari penyuluhan pertanian. Namun bagi banyak pengamat penyelenggaraan penyuluhan perta-nian selama PJP I, secara sadar atau tidak, telah agak menyimpang dari makna yang sebenarnya. Tanpa bermaksud mengubah maknanya, disini disampaikan definisi yang menggunakan kata-kata baru agar lebih jelas.
            Penyuluhan Pertanian adalah industri jasa yang menawarkan pelayanan
pendidikan (non-formal) dan informasi pertanian kepada petani dan pihak-pihak lain yang memerlukan.
            Definisi ini tetap melihat penyuluhan pertanian sebagai usaha pendidik-an non-formal yang bertujuan mengembangkan sumberdaya manusia pertanian  agar dengan usaha-usahanya mereka mampu meningkatkan kualitas kehidup-annya. Definisi ini ingin 杜emisahkan” penyelenggaraan penyuluhan pertanian dari program-program pertanian. Di masa lalu para pengamat memperoleh ke-san bahwa penyuluhan hanya merupakan pelengkap dari suatu program perta-nian. Padahal sebenarnya program penyuluhan pertanian dapat berdiri dan ber-jalan sendiri tanpa harus ada program pertanian pemerintah, sebab program pertaniannya adalah milik dan dijalankan oleh masyarakat petani sendiri. Dalam hal ini penyuluhan diselenggarakan sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat petani yang memerlukan.
            Penyuluhan bisa juga diselenggarakan hanya dengan  menyediakan in-formasi-informasi pertanian yang diperlukan dan yang sekiranya akan diperlu-kan oleh masyarakat petani. Pelayanan ini akan sangat terasa kebutuhannya di wilayah yang petaninya telah maju dan telah berorientasi pada pasar.
            Kalau penyuluhan dipandang sebagai indusri jasa yang menawarkan pe-layanan, maka jelas harus ada fihak-fihak yang dilayani, yaitu masyarakat peta-ni pada umumnya.  Definisi ini berimplikasi pada dilaksanakannya pelayanan yang memuaskan fihak yang dilayani. Pemuasan kebutuhan petani harus menja-di perhatian utama dalam penyelenggaraan penyuluhan. Pelayanan harus dida-sari oleh kebutuhan dan harapan masyarakat petani. Ini membuka kesempatan bagi partisipasi petani dalam menyusun program-program penyuluhan. Penyuluhan yang bermutu baik adalah penyuluhan yang  memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan fihak yang disuluh.

2. Pewilayahan daerah penyuluhan.
            Di masa lalu progam penyuluhan pertanian dan penyelenggaraannya cenderung sama atau seragam di semua daerah di Indonesia. Kenyataannya tingkat keberhasilan program-program itu beragam. Strategi, pola dan pende-katan penyuluhan pertanian seharusnya berbeda untuk wilayah-wilayah yang berbeda tingkat kemajuan pertaniannya dan petaninya. Disarankan agar hasil penelitian Dr.Ir. Yunus Jarmi ditindak-lanjuti untuk keperluan ini.

3.  Penyuluhan Pertanian atas dasar Hasil Pengkajian Lokal.                      
            Beragamnya kondisi sumberdaya alam dan ekosistem di negara ini me-nuntut adanya teknologi-teknologi yang didasari oleh hasil pengkajian lokal sebagai sarana untuk pembangunan pertanian. Hasil-hasil pengkajian lokal itulah yang akan dijadikan dasar pengembangan materi penyuluhan. Pengkajian lokal itu sendiri haruslah memiliki kaitan dengan kebutuhan dan harapan petani lokal, sehingga pengkajian itu sendiri sejak awal memang dimaksudkan untuk melayani kebutuhan dan harapan petani. Bila hal ini dapat diselenggarakan dengan semestinya dapatlah diharapkan BPTP akan benar-benar berfungsi me-madukan peneliti dan penyuluh, dan bahkan para petanipun akan merasa ikut memiliki da berkepentingan dengan BPTP. Kondisi semacam itu harus di-jadikan salah satu tujuan dibangunnya BPTP. 
            Penyuluhan yang diselenggarakan  untuk mendukung program pertanian untuk mendukung program pertanian (program based extension) perlu diganti de-ngan penyuluhan yang dimaksud untuk memecahkan masalah dengan menggu-nakan hasil-hasil penelitian dan pengkajian lokal (research based extension).

4. Penyuluhan Pertanian dengan Sistem Kafetaria.
            Bentuk usaha tani di Indonesia umumnya tidak monokultur, kecuali per-kebunan dan semacamnya. Pola pertanian multikultur semacam itu memerlukan sistem  penyuluhan yang sesuai.  Kebutuhan materi penyuluhan dan informasi dari para petaninya sangat beragam. Demikian pula para petani yang telah ber-orientasi pada pasar akan memerlukan bermacam-macam informasi agar bisa membuat keputusan dan perencanaan yang tepat, rasional dan menguntungkan. Untuk dapat memenuhi kebutuhan penyuluhan dan informasi semacam itu,    akan sangat sulit untuk bisa dilayani dengan memuaskan bila penyuluhannya menggunakan pendekatan program  seperti yang selama ini banyak dilakukan. Strategi yang disarankan adalah memberi pelayanan informasi dengan sistem kafetaria yang dikombinasikan dengan program penyuluhan yang revevan. Bermacam-macam informasi  dikemas secara baik dan disajikan secara kafetaria,  untuk bisa dipilih sendiri oleh petani sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Apabila dalam menerapkan informasi itu petani menghadapi kesulitan dan ke-kurang mampuan, maka para penyuluh siap dengan pelayanan penyuluhan sampai informasi yang dipilih tadi dapat ditransformasikan menjadi tindakan o-leh para petani yang bersangkutan.
            Konsekuensi dari strategi ini adalah dilakukannya berbagai macam pene-litian dan pengkajian secara lokal sesuai dengan ekosistemnya yang menghasil-kan berbagai paket teknologi yang dikemas menjadi paket-paket informasi, yang kemudian disajikan secara kafetaria kepada para petani dalam bentuk modul-modul penyuluhan yang tercetak atau terrekam dalam media audio dan/ atau visual. Bagaimanapun juga pertanian yang semakin maju tidak akan lepas dari kebutuhan informasi semacam itu.

5. Pemanfaatan media massa secara lebih luas.
            Telah dikemukakan di atas bahwa petani Indonesia sudah banyak beru-bah dan berkembang. Pendidikannya sudah lebih baik, berwawasan kosmopolit
dan telah lebih mampu berkomunikasi secara impersonal melalui media. Selain itu keadaan media massa di negara ini juga sudah berkembang jauh lebih baik dibanding keadaan pada awal PJP I, baik media cetak maupun media elektro-nik.
            Kondisi baru yang lebih baik ini membuka kesempatan ditingkatkannya usaha-usaha penyuluhan pertanian melalui media massa di samping pengguna-an metoda penyuluhan lainnya. Selama ini penggunaan media massa masih sa-ngat minim, tetapi kondisi yang lebih baik seperti sekarang ini harus bisa di-manfaatkan untuk keperluan penyuluhan. Televisi dan video pada umumnya merupakan media yang sangat efektif untuk masyarakat sasaran yang telah mampu berkomunikasi secara impersonal dan prasarananya telah tersedia dalam bentuk saluran-saluran TV.

6. Pembinaan Kelompok Tani Dinamis.
            Selama ini sudah banyak diketahui, bahkan diyakini, bahwa kelompok-kelompok masyarakat dapat menjadi wahana belajar dan kemajuan yang ber-gerak secara mandiri. Ini terbukti dengan telah begitu banyaknya kelompok-ke-lompok yang muncul ataupun dibentuk di masyarakat, termasuk kelompok tani. Namun menurut pengamatan kelihatannya kelompok-kelompok itu sebagian dibentuk dari atas dan hanya dimanfaatkan sebagai media komunikasi untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan pemerintah. Hal itu tidak salah, tetapi sebenarnya kelompok mempunyai potensi yang jauh lebih besar dari hanya sebagai media komunikasi. Mereka dapat menjadi sistem sosial yang dinanamis, yang dengan kekuatannya sendiri dapat berusaha mencapai apa yang mereka inginkan yaitu kemajuan dan perkembangan dan kemajuan diri dan kehidupan mereka. Kondisi semacam ini tidak dengan sendirinya akan muncul, tetapi dalam banyak hal harus dengan sengaja ditumbuhkan agar kelompok tani dapat tumbuh menjadi kelompok yang dinamis, yang dengan ke-kuatan dan kemampuannya sendiri meraih kemajuan-kemajuan yang diingin-kan. Dengan lain kata mereka perlu secara sistematis ditumbuhkan dan dibina kearah kemandirian, agar dengan kekuatan dan memampuannya sendiri dapat berupaya bekerya-sama mencapai segala apa yang dibutuhkan dan diinginkan, termasuk mencari informasi-informasi dan merencanakan kerja-sama dalam pe-rencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan.
            Selama ini kelihatannya pembentukan dan pembinaan kelompok-kelom-pok tani belum secara sengaja dan sistematis diarahan ke tujuan semacam itu. Banyak kelompok tani yang umurnya telah panjang tidak menunjukkan keman-dirian, tetapi justru menunjukkan ketergantungannya yang sangat kuat pada ke-kuatan-kekuatan dari luar. Ketergantungan ini termasuk ketergantungan kepada para Penyuluh Pertanian, tidak hanya dalam hal mendapatkan informasi, tetapi juga dalam membuat keputusan-keputusan.  Pada hal mereka memiliki potensi dan perlu untuk mandiri dan menjadi kelompok yang dinamis. Akhir-akhir ini program Sekolah Lapangan yang telah diterapkan, merupakan contoh pemben-tukan dan pembinaan kelompok mandiri. Hendaknya program semacam itu ti-dak hanya sarat dengan pembinaan teknik pertanian, tetapi ditambah dengan kadar pembinaan keorganisasiannya (dinamika kelompok), agar dalam waktu yang relatif singkat dapat menjadi kelompok yang mandiri dan dinamis. Bila kondisi ini tercapai, maka yang perlu dilakukan dalam penyuluhan adalah pela-yanan informasi ekstensif dan intensif.
            Pembinaan kelompok tani semacam itu perlu dirancang dan direncana-kan programnya secara khusus, dan tidak hanya sebagai pelengkap dan pendu-kung dari sesuatu program pertanian tertentu. Lebih-lebih di wilayah yang peta-ninya telah maju, pembinaan kelompok tani semacam itu benar-benar telah merupakan kebutuhan.

7. Fasilitasi Kelompok-Kelompok Tani.
            Bila strategi penyuluhan pertanian akan bertumpu pada upaya memandi-rikan kelompok tani, maka perlu kiranya difikirkan fasilitas-fasilitas apa saja yang diperlukan untuk bisa tumbuhnya kelompok-kelompok tani yang mandiri itu. Kekeliruan dan kekurangan yang terjadi di masa lalu dalam pembentukan dan pembinaan kelompok tani (plus Kontak Tani) perlu dihindari agar tidak ter-ulang kembali. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud bukan hanya fasilitas fisik, tetapi juga fasilitas non-fisik yang memungkinkan terjadi dan berkembangnya interaksi dan kerjasama antar petani.
            Fasilitas fisik yang kiranya sangat diperlukan oleh kelompok tani adalah fasilitas pertemuan berupa balai pertemuan yang dapat mereka gunakan sebagai tempat berkumpul dan berinteraksi yang dapat mereka gunakan setiap saat mereka perlukan. Sangat ideal bila balai semacam itu milik mereka sendiri dan mereka kelola sendiri. Bisa juga berupa fasilitas umum milik masyarakat yang dikelola bersama oleh masyarakat, dan yang dapat digunakan oleh kelompok tani secara relatif 澱ebas” setiap saat, baik untuk pertemuan-pertemuan formal maupun yang informal. Yang penting fasilitas itu bukan milik sesuatu instansi pemerintah atau organisasi atas desa, sehingga masyarakat petani/kelompok tani dapat berinteraksi secara bebas dengan menggunakan fasilitas itu.  Contoh yang baik barangkali adalah Balai Banjar di Bali. Balai itu bukan milik pemerintah desa, tetapi milik masyarakat adat Bali setempat. Dalam satu desa bisa terdapat satu atau lebih Balai Banjar, yang menjadi tempat pertemuan dan sekaligus sebagai lambang kesatuan masyarakat setempat. Kegiatan-kegiatan penyuluhan tentu saja bisa bertempat di balai itu.
            Fasilitas yang lebih penting sebenarnya adalah 徒ebebasan” untuk ber-kumpul untuk saling belajar melalui tukar-menukar pengalaman dan informasi, 徒ebebasan” untuk secara bersama melakukan usaha-usaha yang mereka anggap baik untuk meningkatkan kehidupan mereka.

L A I N - L A I N

 1. Undang-Undang Penyuluhan Pertanian.
            Telah lama dirasakan perlu adanya Undang-Undang Penyuluhan Perta-nian (UUPP), namun sampai sekarang belum terlaksana. UUPP ini diperlukan terutama untuk mendapatkan kepastian tentang penyelenggaraan penyuluhan pertanian secara berencana dan berkelanjutan. Kepastian itu antara lain me-nyangkut  fihak-fihak yang bertanggung-jawab dalam penyelenggaraannya, dan kepastian tentang besarnya anggaran yang tersedia untuk penyelenggaraan pe-nyuluhan (misalnya sekian persen dari hasil kotor bidang pertanian secara nasional). Dalam menentukan fihak-fihak yang bertanggung jawab menye-lenggarakan penyuluhan kiranya perlu dipertimbangkan lembaga-lembaga yang bidang tugasnya relevan dan memiliki potensi ikut bersama menyelengga-rakan penyuluhan. Keterkaitan antara bidang penelitian, pengkajian dan penyuluhan perlu kiranya diatur dengan UU; demikian pula garis pisah dan hu-bungan antara penyuluhan pertanian dengan bidang-bidang pengaturan dan pelayanan pertanian. Kedudukan , peranan dan tanggung jawab organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat perlu pula kiranya diatur melalui UUPP itu.

2. Manajemen Organisasi/Instansi Penyuluhan Pertanian.
            Seperti telah dikemukakan pada awal makalah ini bahwa penyuluhan pertanian haruslah dilaksanakan sebagai jasa pelayanan pendidikan dan informasi dengan masyarakat petani sebagai fihak yang dilayani pemenuhan ke-butuhan-kebutuhannya. Pelayanan yang bermutu adalah yang memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pelanggan”-nya.  Manajemen organisasi yang diharapkan bisa memberi pelayanan yang bermutu semacam itu adalah Manaje-men Mutu Terpadu atau Total Quality Management (TQM).  Disarankan agar MMT ini dapat diterapkan dalam mengelola organisasi/instansi penyuluhan pertanian.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com