Thursday, June 6, 2013

“KELUARGA SAKINAH,MAWADDAH WARAHMAH”

“KELUARGA SAKINAH,MAWADDAH WARAHMAH”

Semoga menjadi keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah. 
Kata-kata itulah yang sering diucapkan atau ucapan yang diberikan kepada calon suami-istri yang akan menikah.

Peranan agama dalam membentuk keluarga Sakinah Mawaddah Warahmah sangat penting, karena agama merupakan ketentuan-ketentuan Allah Swt yang membimbing dan mengarahkan manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah Swt berperan ketika pemeluk-Nya memahami dengan baik dan benar, menghayati, dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari agama yang dianutnya, yaitu Islam.

Dalam pandangan Al-Qur’an, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan keluarga sakinah, mawaddah warahmah antara suami dan istri bersama anak-anaknya.

Hal ini tercemin dalam Al-qur’an, Allah berfirman,
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya (sakinah), dan dijadikan-Nya diantaramu mawaddah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. “ (Ar-Ruum [30]: ayat 21)

Sakinah mengandung makna ketenangan.
Setiap jenis laki-laki atau perempuan, jantan atau betina, dilengkapi Allah dengan alat serta aneka sifat dan kecenderungan yang tidak dapat berfungsi secara sempurna jika ia berdiri sendiri. Kesempurnaan eksistensi makhluk hanya tercapai dengan bergabungnya masing-masing pasangan dengan pasangannya sesuai dengan sunnatullah.

Memang benar bahwa sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuatnya lebih mampu menghadapi tantangan. Karena alasan-alasan inilah maka manusia butuh pasangan hidup dengan jalan menikah, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan berbangsa. Ketenangan hidup ini didambakan oleh suami istri setiap saat, termasuk saat sang suami meninggalkan rumah dan anak istrinya.

Sakinah terlihat pada kecerahan raut muka yang disertai kelapangan dada, budi bahasa yang halus, yang dilahirkan oleh ketenangan batin akibat menyatunya pemahaman dan kesucian hati, serta bergabungnya kejelasan pandangan dengan tekad yang kuat. Itulah makna sakinah secara umum dan makna-makna tersebut yang diharapkan dapat menghiasi setiap keluarga yang hendak menyandang Keluarga Sakinah.

Mawaddah mengandung arti rasa cinta.
Mawaddah ini muncul karena di dalam pernikahan ada faktor-faktor yang bisa menumbuhkan dua perasaan tersebut. Dengan adanya seorang istri, suami dapat merasakan kesenangan dan kenikmatan, serta mendapatkan manfaat dengan adanya anak dan mendidik dan membesarkan mereka. Disamping itu dia merasakan adanya ketenangan, kedekatan dan kecenderungan kepada istrinya. Sehingga secara umum tidak akan didapatkan mawaddah diantara manusia yang satu dengan manusia yang lain sebagaimana mawaddah (rasa cinta) yang ada di antara suami istri.

Rasa cinta yang tumbuh di antara suami istri adalah anugrah dari Allah Swt kepada keduanya, dan ini merupakan cinta yang sifatnya tabiat. Tidaklah tercela orang yang senantiasa memiliki rasa cinta asmara kepada pasangan hidupnya yang sah. Bahkan hal itu merupakan kesempurnaan yang semestinya disyukuri. Namun tentunya selama tidak melalaikan dari berdzikir kepada Allah Swt, karena Allah berfirman,

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-harta kalian dan anak-anak kalian melalaikan kalian dari dzikir kepada Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi. (Al-Munafiquun [63]: ayat 9)

Allah Swt tumbuhkan mawaddah tersebut setelah pernikahan dua insan. Padahal mungkin sebelumnya pasangan itu tidak saling mengenal dan tidak ada hubungan yang mungkin menyebabkan adanya rasa kasih sayang, apalagi rasa cinta.

Rahmah mengandung arti Rasa Sayang.

Rasa sayang kepada pasangannya merupakan bentuk kesetian dan kebahagiaan yang dihasilkannya.

Perlu digaris bawahi bahwa sakinah mawaddah warahmah tidak datang begitu saja, tetapi ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang lebih utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah, mawaddah dan rahmah bersumber dari dalam kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktifitas sehari-hari, baik didalam keluarga maupun dalam masyarakat.

NASEHAT UNTUK KELUARGA BARU
Memasuki dunia baru bagi pasangan baru, atau lebih dikenal dengan pengantin baru memang merupakan suatu yang membahagiakan. Tetapi bukan berarti tanpa kesulitan. Dari pertama kali melangkah ke pelaminan, semuanya sudah akan terasa lain. Lepas dari ketergantungan terhadap orang tua, teman, saudara, untuk kemudian mencoba hidup bersama seseorang yang mungkin belum pernah dikenal sebelumnya. Semua ini memerlukan persiapan khusus agar tidak terjebak dalam sebuah dilema rumah tangga yang dapat mendatangkan penyesalan di kemudian hari.

Beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasangan baru yang akan mengarungi bahtera rumah tangga:

- Persiapan mental. 
Perpindahan dari dunia remaja ke fase dewasa, di bawah naungan perkawinan akan sangat berpengaruh terhadap psikologis, sehingga diperlukan persiapan mental dalam menyandang jabatan baru, sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga. Ananda bisa mempersiapkan mental ananda lewat buku-buku bacaan tentang cara-cara berumah tangga, atau ananda dapat belajar dari orang-orang terdekat, yang dapat memberikan nasehat bagi rumah tangga ananda mengenali pasangan hidup. 

Kalau dulu orang dekat ananda adalah ibu, teman, atau saudara ananda yang telah ananda kenal sejak kecil, tetapi sekarang orang yang nomor satu bagi ananda adalah pasangan ananda. Walaupun pasangan ananda adalah orang yang telah ananda kenal sebelumnya, katakanlah dalam masa pendekatan, tetapi hal ini belumlah menjamin bahwa ananda telah benar-benar mengenal kepribadiannya. Keadaan sebelum dan sesudah pernikahan akan lain, apalagi jika pasangan ananda adalah orang yang belum pernah ananda kenal sebelumnya. Disini perlu adanya penyesuaian-penyesuaian. Ananda harus mengenal lebih jauh bagi pasangan ananda, segala kekurangan dan kelebihannya, untuk kemudian ananda pahami bagaimana sebaiknya ananda bersikap, tanpa harus mempersoalkan semuanya. Karena sesungguhnya ananda bersama pasangan ananda hidup dalam rumah tangga untuk saling melengkapi satu dengan yang lainnya, sehingga tercipta keharmonisan dalam berumah tangga. 

- Menyusun agenda Kegiatan. 
Kesibukan ananda sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga tentunya akan lebih banyak menyita waktu di banding ketika ananda masih sendiri. Hari-hari kemarin bisa saja ananda mengikuti segala macam kegiatan yang ananda sukai kapan saja ananda mau. Persoalannya sekarang adalah ananda tidak sendiri lagi, kehadiran pasangan ananda disamping ananda tidak boleh ananda abaikan. Tetapi ananda tak perlu menarik diri dari aktifitas atau kegiatan yang ananda butuhkan. Ananda dapat membuat agenda untuk efektifitas kerja, ananda pilah, dan ananda pilih kegiatan apa yang sekiranya dapat ananda ikuti sesuai dengan waktu yang ananda miliki dengan tanpa mengganggu tugas ananda sebagai ibu rumah tangga atau kepala rumah tangga. 

- Mempelajari kesenangan pasangan. 
Perhatian-perhatian kecil akan mempunyai nilai tersendiri bagi pasangan ananda, apalagi di awal perkawinan ananda. Ananda dapat melakukannya dengan mempelajari kesenangan pasangan ananda, mulai dari selera makan, kebiasaan, hobby yang tersimpan dan lainnya. Tidak menjadi masalah jika ternyata apa yang disenanginya tidak ananda senangi. Ananda bisa mempersiapkan kopi dan makanan kesukaannya disaat pasangan ananda yang punya hobby membaca disaat sedang membuka-buka buku. Atau ananda bisa sekali-kali menyisihkan waktu untuk sekedar mengantar pasangan ananda berbelanja, untuk menyenangkan hatinya. Atau kalau mungkin ananda bisa memadukan hobby ananda yang ternyata sama, dengan demikian ananda telah memasang saham kasih sayang di hati pasangan ananda sebagai kesan pertama, karena kesan pertama akan selalu diingatnya. Dan ananda bisa menjadikannya sebagai kebiasaan yang istimewa dalam rumah tangga ananda.

- Adaptasi lingkungan. 
Lingkungan keluarga, famili dan masyarakat baru sudah pasti akan ananda hadapi. Ananda harus bisa membawa diri untuk masuk dalam kebiasaan-kebiasaan (adat) yang ada di dalamnya. Kalau ananda siap menerima kehadiran pasangan ananda, berarti pula ananda harus siap menerimanya bersama keluarga dan masyarakat disekitarnya. Awalnya mungkin ananda akan merasa asing, kaku, tapi semuanya akan terbiasa jika ananda mau membuka diri untuk bergaul dengan mereka, mengikuti adat yang ada, walaupun ananda kurang menyukainya. Sehingga akan terjalin keakraban antara ananda dengan keluarga, famili dan lingkungan masyarakat yang baru.

Karena hakekat pernikahan bukan perkawinan antara ananda dan pasangan ananda, tetapi, lebih luas lagi antara keluarga ananda dan keluarga pasangan ananda, antara desa ananda dengan desa pasangan ananda, antara bahasa ananda dengan bahasa pasangan ananda, antara kebiasaan (adat) ananda dengan kebiasaan (adat) pasangan ananda, dan seterusnya.

- Menanamkan rasa saling percaya. 
Tidak salah jika suatu saat ananda merasa curiga dan cemburu. Tetapi harus ananda ingat, faktor apa yang membuat ananda cemburu dan seberapa besar porsinya. Tidak lucu jika ananda melakukannya hanya dengan berdasar perasaan hati. Hal itu boleh saja untuk sekedar mengungkapkan rasa cinta, tetapi tidak baik juga kalau terlalu berlebihan. Sebaiknya ananda menanamkan sikap saling percaya, sehingga ananda akan merasa tenang, tidak diperbudak oleh perasaan sendiri. Yakinkan, bahwa pasangan ananda adalah orang terbaik yang ananda kenal, yang sangat ananda cintai dan kalau perlu buktikan juga bahwa ananda sangat membutuhkan kehadirannya, kemudian bersikaplah secara terbuka.

- Musyawarah. 
Persoalan-persoalan yang timbul dalam rumah tangga harus dihadapi secara dewasa. Upayakan dalam memecahkan persoalan ananda mengajak pasangan ananda untuk bermusyawarah. Demikian juga dalam mengatur perencanaan-perencanaan dalam rumah tangga, sekecil apapun masalah yang ananda hadapi, semudah apapun rencana yang ananda susun. Ananda bisa memilih waktu-waktu yang tepat untuk saling tukar pikiran, bisa di saat santai, nonton atau dimana saja sekiranya pasangan ananda sedang dalam keadaan rilex dan segar bugar.

- Menciptakan suasana Islami. 

Suasana Islami ini bisa ananda bentuk melalui penataan ruang, hiasan kaligrafi, tingkah laku keseharian ananda dan lain-lain. Shalat berjama’ah bersama pasangan ananda, ngaji bersama (tidak perlu setiap waktu, cukup habis maghrib atau shubuh), mendatangi majlis ta’lim bersama atau membuat kegiatan yang Islami dalam rumah tangga ananda. Hal ini akan menambah eratnya ikatan bathin antara ananda dan pasangan ananda. Dari sini akan terbentuk suasana Islami, sebuah keluarga yang Sakinah, Mawaddah wa Rahmah. Insya Allah.

Demikian sekelumit artikel yang diidam-idamkan setiap keluarga agar tercapai keluarga yang Sakinah, Mawaddah warahmah…Baldatun thayyibatun warabbun ghaffur…bagagia baik di dunia maupun di akhirat..amin

Pijakan Awal di Pernikahan
Seringkali pernikahan dijadikan sebagai ajang pamer gengsi. Padahal pesta meriah bukan jaminan pernikahan langgeng.

Belakangan ini, Meidi sibuk sekali mempersiapkan acara pernikahannya. Dari mulai cincin, katering, hingga urusan gedung, semua tak luput dari perhatiannya. 

Yang paling membuatnya pusing adalah soal biaya. Sudah bolak-balik ia mengulang perhitungan biaya, tapi tetap saja jumlahnya yang harus disiapkannya tidak berkurang dan malah membengkak. Meidi seakan lupa bahwa selain acara pernikahan ia juga harus mempersiapkan fisik, mental, dan psikologisnya sebelum benar-benar menjadi seorang istri. 

Ratna Mardiati , Psikiater perkawinan menegaskan, “Saya setuju persiapan yang baik, logis dan realistis. Banyak orang yang mengeluarkan (dana) besar sekali pada saat menikah untuk sekadar menunjukan mereka orang mampu, tapi setelah itu mereka meninggalkan banyak utang. Selain itu, berharap mendulang untung dari angpau dengan mengundang banyak tamu. Itu tidak mungkin!”

Dari Fisik Hingga Tekanan 
Sebenarnya, apa yang membuat seseorang ingin menikah? Menurut Ratna, alasan seseorang ingin menikah adalah agar dapat memenuhi kebutuhannya secara fisik, sosial, dan psikologi. 

Kebutuhan fisik sendiri terdiri dari seks namun bukan nafsu belaka, melainkan dari segi hormon. Aspek lainnya adalah keinginan untuk dilindungi sehingga seseorang memutuskan melepas masa lajangnya. Wanita biasanya berharap lelaki bisa memberikan rasa aman dengan mendampinginya setiap saat. Sedangkan lelaki butuh wanita untuk “tempat pulang”. Maksudnya, dengan adanya istri, suami mempunyai alasan kuat untuk pulang ke rumah. Kebutuhan fisik lainnya adalah reproduksi alias mempunyai keturunan. 

Sementara kebutuhan sosial meliputi keuangan, status, hingga tekanan keluarga. Keuangan misalnya, biasanya para wanita merasa memiliki jaminan hidup lebih aman ketika ia menikah. Status dan tekanan keluarga juga bisa dijadikan alasan menikah. Apalagi jika keluarga termasuk konservatif, sehingga apapun pencapaian karier atau prestasi yang Anda dapatkan, tak akan ada artinya jika Anda belum menikah. 

Sedangkan kebutuhan psikologi dalam hal ini, kebutuhan untuk dicintai-mencintai dan dimiliki-memiliki. Ketika seseorang merasa ada orang lain yang mencintai serta memilikinya dan ia bisa mencintai juga memiliki orang lain, ia akan merasa sangat berharga dan dibutuhkan. Meskipun secara fisik pasangan tersebut terpisah oleh jarak, tapi dengan menikah secara psikologis, ia akan merasa nyaman karena adanya ikatan saling membutuhkan.

Pentingnya Bimbingan Pranikah 
Di antara tumpukan rincian biaya resepsi hingga desain gaun pengantin, bimbingan pranikah sering terlupakan. Padahal tujuan dan manfaatnya tak sepele, lho. Selain untuk mengetahui tujuan mereka menikah, konselor juga bisa mengetahui dan mengatakan kepada kedua pasangan seperti apa karakter mereka masing-masing. 

Bimbingan pranikah juga memberitahu strategi apa yang bisa diterapkan keduanya saat diperhadapkan pada masalah-masalah rumah tangga. Entah itu soal keuangan, keturunan, keluarga besar, atau kesehatan. Layak dicoba, kan?

Yang Harus Disiapkan 
Banyak aspek yang harus disiapkan semata-mata agar pernikahan berhasil dan kedua belah pihak bahagia. Tanyalah diri sendiri, apakah Anda dan calon suami sanggup saling menyesuaikan diri dan menerima kekurangan juga kebiasaan pasangan? 

Misalnya, istri tipe pecemburu dan mudah marah ketika tahu suaminya menawarkan membonceng teman kantor wanitanya. Siapkah suami dengan sikap pecemburu istri? Ada juga suami yang menyarankan istri tidak lagi nongkrong bersama teman-temannya agar bisa fokus mengurus pekerjaan rumah tangga. Siapkah istri dengan kebijakan itu? 

Jangan lupa, pernikahan di Indonesia biasanya terkenal dengan sebutan pernikahan kultur (kekeluargaan). Jadi sebelum menikah, pelajarilah seperti apa kultur adat-istiadat pasangan Anda. Misalnya jika suami orang Batak dan istri Jawa, siapkah istri jika di setiap akhir pekan mereka disibukkan dengan acara-acara keluarga besar suami?

Pernikahan yang ideal juga dipengaruhi dengan kesiapan kedua pasangan menjaga harkat dan martabat pasangan di tengah-tengah keluarga besar dan masyarakat. Pasalnya, banyak kemungkinan yang harus dihadapai suatu hari nanti. Dan, tak semua kemungkinan itu berupa kabar baik. Misalnya saja, belum diberikan keturunan, jabatan istri lebih tinggi di perusahaannya, suami kehilangan pekerjaan, atau pasangan bukan orang yang diinginkan keluarga kita. 

Tak Tabu Soal Uang 

Masalah keuangan memang selalu tabu dibicarakan, tapi hal ini perlu dibicarakan. Malah, sebelum Anda menikah, pun tak masalah. Asalkan memang hubungan sudah sampai ke jenjang perencanaan pernikahan.

Jika keduanya bekerja, segera bagi tugas siapa yang membiayai keperluan harian-bulanan, siapa yang membayar keperluan lain seperti cicilan rumah dan mobil, pendidikan anak, kesehatan, liburan, deposito serta keluarga besar. Jangan lupa juga, selalu sisakan sedikit dari penghasilan Anda untuk kebutuhan pribadi.

Besar kecilnya presentase pembagian keuangan tidak harus selalu sama (suami 50-istri 50), bisa juga 70-30, 100-0 atau sebagainya. Soal siapa yang mengatur keuangan, sebaiknya yang paling mampu saja, tidak harus selalu istri. Yang perlu diingat juga, harta sebelum nikah itu mutlak milik masing-masing individu. Sedangkan harta yang dihasilkan di dalam pernikahan adalah milik berdua, meskipun penghasilan istri saat itu lebih besar. Namun, Anda berdua bisa memiliki kesepakatan lain dengan perjanjian pranikah.

Selain kesepakatan mengenai uang, anak juga harus dimasukkan ke dalam pertimbangan saat memutuskan menikah. Apakah di antara keduanya, mau punya anak atau tidak. Atau, jika ingin mempunyai anak, berapa yang diinginkan. Jangan sampai kehadiran anak justru mengganggu hubungan relasi suami istri apalagi menyulitkan masa depan Si Anak. Intinya jika memutuskan untuk punya anak, pasangan harus siap melakukan investasi pendidikan, kesehatan, mental, emosional, dan sebagainya.

Pentingnya Tes Kesehatan 

Tes kesehatan tidaklah kalah penting dari persiapan-persiapan di atas. Di sini, pasangan dapat mengetahui penyakit menular dan tidak menular serta penyakit keluarga yang diidapnya yang mungkin akan mempengaruhi pola hubungan intim dan masalah reproduksi pasangan. 

Biasanya, calon suamilah yang paling sulit diajak melakukan tes kesehatan. Mereka lebih takut menerima kenyataan bila ada yang tak beres dengan kesehatannya, berbeda dengan wanita yang lebih siap. Jujurlah soal riwayat kesehatan Anda kepada pasangan. Jika tidak dibicarakan takutnya malah akan menimbulkan masalah baru saat sudah menikah nanti. 

“Dalam hal reproduksi misalnya, jika kedua calon mempelai mengidap asma mereka bisa saja menikah, tapi keduanya harus menerima kemungkinan untuk tidak memiliki anak dengan alasan Si Anak akan berisiko tinggi mengidap asma juga,” terang Ratna.

Hindari Mengancam Bercerai 
Tetapkan dalam hati kalau menikah itu untuk seumur hidup. Jangan cepat putus asa dengan mengatakan “kita cerai saja” saat Anda dan pasangan bertengkar. Tidak ada perkawinan yang mulus. “Kalau kita dihadapkan pada konflik bukankah kita akan semakin pandai dan kuat. Fakultas paling baik mendidik orang itu adalah perkawinan. Never ending story. Setiap hari penyesuaian diri. Sulit, kan?” terang Ratna. 
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com