Tuesday, February 24, 2015

Pengertian transaksi hubungan istimewa menurut UU PPh

Jenis Hubungan Istimewa  
1. Pengertian hubungan istimewa menurut UU PPh
Didalam praktik seringkali terjadi suatu badan usaha bertransaksi dengan badan usaha lainnya, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sedangkan keduanya masih dalam satu kelompok usaha. Dalam hal demikian, tidak menutup kemungkinan terjadi transaksi hubungan istimewa yang tidak wajar. Untuk itu, Pasal 18 ayat 4 UU PPh telah memberikan batasan tentang hubungan istimewa, yaitu hubungan istimewa dianggap ada apabila salah satu dari tiga elemen berikut ini terpenuhi.

a. Wajib Pajak mempunyai penyertaan modal langsung atau tidak langsung paling rendah 25% pada Wajib Pajak lain, hubungan antara Wajib Pajak dengan penyertaan paling rendah 25% pada dua Wajib Pajak atau lebih, demikian pula hubungan antara dua Wajib Pajak atau lebih yang disebut terakhir.

Misalnya,
PT A mempunyai 50% saham PT B. Pemilikan saham oleh PT A merupakan penyertaan langsung. Selanjutnya apabila PT B tersebut mempunyai 50% saham PT C, PT A sebagai pemegang saham PT B secara tidak langsung mempunyai penyertaan pada PT C sebesar 25%. Dalam hal demikian antara PT A, PT B dan PT C dianggap terdapat hubungan istimewa. Apabila PT A juga memiliki 25% saham PT D, antara PT B, PT C dan PT D dianggap terdapat hubungan istimewa

Hubungan kepemilikan seperti tersebut di atas dapat juga terjadi antara orang pribadi dan badan.
b. Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak langsung (melalui manajemen atau penggunaan teknologi).
c. Terdapat hubungan keluarga baik sedarah maupun semenda dalam garis keturunan lurus dan atau ke samping satu derajat.

1) Yang dimaksud dengan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah ayah, ibu, dan anak, sedangkan hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah saudara.

2) Yang dimaksud dengan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat adalah mertua dan anak tiri, sedangkan hubungan keluarga semenda dalam garis keturunan ke samping satu derajat adalah ipar.

2. Pengertian Hubungan Istimewa menurut Organization for Economic Cooperation and Development atau OECD Model (Pasal 9)

“Associated Enterprises”
Where an enterprise of a Contracting State participates directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of the other Contracting State, or the same persons participate directly or indirectly in the management, control or capital of an enterprise of a Contracting State and an enterprise of the other Contracting State, and in either case conditions are made or imposed between the two enterprises in their commercial or financial relations which differ from those which would be made between independent enterprises, then any profits which would, but for those conditions, have accrued to one of the enterprises, but, by reason of those conditions, have not so accrued, may be included in the profits of that enterprise and taxed accordingly.
 
Jika kedua pengertian di atas dipersandingkan, akan terdapat dua masalah yaitu pengertian hubungan istimewa dan apa yang harus dilakukan dalam hal transaksi tidak mencerminkan harga wajar.
 
Untuk masalah yang pertama, kedua aturan tersebut pada dasarnya sama yaitu rumusan mengenai "hubungan istimewa. Perbedaannya, pada Model OECD besarnya penyertaan tidak ditentukan secara kuantitatif, sedangkan Pasal 18 ayat 4 memberikan syarat minimum besarnya penyertaan.

Masalah yang kedua, yaitu landasan yang dipakai untuk melakukan koreksi, Pasal 18 ayat 4 dan Pasal 9 OECD sedikit berbeda dari segi rumusannya, sebagai berikut.

a. Pasal 18 (4)
Ketentuan ini tidak secara tegas merujuk terjadinya transaksi dan akan dilakukan koreksi apabila tidak menunjukkan kewajaran seperti halnya tidak ada hubungan istimewa.

b. Pasal 9, OECD Model :
Terdapat transaksi antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Dalam transaksi tersebut diciptakan syarat-syarat yang tidak sesuai dengan transaksi antara pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

3. Konsekuensi dalam Transaksi Hubungan Istimewa menurut UU PPh
a. Penentuan kembali harga transfer dan DER
Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan Pasal 18 ayat 3 UU PPh berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan dan pengurangan (transfer pricing) serta menentukan utang sebagai modal atau Debt to Equity Ratio (DER) untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan Wajib Pajak lainnya sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.

Rumusan di atas menunjukkan ada dua hal yang harus dipenuhi agar Dirjen Pajak dapat melakukan koreksi, yaitu:
1) terdapat hubungan istimewa antara pihak-pihak yang melakukan transaksi dan
2) transaksi tersebut tidak menunjukkan kewajaran dan kelaziman usaha

Contoh :
Penyertaan modal secara terselubung dengan menyatakan penyertaan modal sebagai utang. Dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan utang tersebut sebagai modal perusahaan. Penentuan tersebut dapat dilakukan, misalnya, melalui indikasi mengenai perbandingan antara modal dengan utang yang lazim (DER) terjadi antara para pihak yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa atau berdasar data atau indikasi lainnya.

Dengan demikian, bunga yang dibayarkan sehubungan dengan utang yang dianggap sebagai penyertaan modal itu tidak diperbolehkan untuk dikurangkan, sedangkan bagi pemegang saham yang menerima atau memperolehnya dianggap sebagai dividen yang dikenakan pajak.

Contoh lain tentang DER yang lebih konkret adalah DER yang diatur di dalam Kontrak Karya pertambangan umum, yaitu 5:1 atau 8:1. Dalam hal Kontrak Karya DER dikaitkan dengan jumlah investasi, yaitu investasi sampai dengan US$ 200 juta, DER-nya adalah 5:1, sedangkan untuk investasi yang melebihi US $ 200 juta, DER-nya adalah 8:1. Apabila DER sudah ditetapkan, langkah berikutnya adalah menentukan perlakuan pajak terhadap bunga yang tidak boleh dikurangkan sebagai biaya. Karena aturan tersebut diterapkan terhadap pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, sebagaimana dijelaskan di atas bunga yang tidak memenuhi DER diperlakukan sebagai dividen.

b. Advance Pricing Agreement (APA)

Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa yang berlaku selama suatu periode tertentu dan mengawasi pelaksanaannya serta melakukan renegosiasi setelah periode tertentu tersebut berakhir. Pembahasan lebih detil tentang APA diuraikan di bab lain bersamaan dengan pembahasan Transfer Pricing.

c. Non-Deductibility
Pengeluaran dengan jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (lihat Pasal 9 ayat 1 (f) UU PPh).
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com