BISMILLAH RRAHMAAN IRRAHIM
Assalam Walaikum,
Pertama tama kami panjatkan puji dan syukur atas kehadiran Allah SWT, dIjmaa dengan izinyalah kami kelompok IV dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Akidah Dan Peranya Dalam Agama Islam”.
Semoga makalah ini dapat bermamfaat dan berkenan di hati Bapak Pembimbing mata kuliah Agam Islam ini , atas segala kekurangan kami, kami mohon maaf karena sesungguhnya itu hanya milik Allah dan segala kesalahan datang dari kami.
Wassalam Wr. Wb.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ni1ai suatu ilmu itu ditentukan ofeh kandungan ilmu tersebut. Semakin besar dan bermanfaat nilainya semakin penting untuk dipelajarinya. Ilmu yang paling penting adalah ilmu yang mengenakan kita kepada Allah SWT, Sang Pencipta. Sehingga orang yang tidak kenal Allah SWT disebut kafir meskipun dia Profesor Doktor, pada hakekatnya dia bodoh. Adakah yang lebih bodoh daripada orang yang tidak mengenal yang menciptakannya?
Allah menciptakan manusia dengan seindah-indahnya dan selengkaplengkapnya dibanding dengan makhluk/ ciptaan lainnya. Kemudian Allah bimbing mereka dengan mengutus, para Rasut-Nya (Menurut hadits yang disampaikan Abu Dzar bahwa jumlah para Nabi sebanyak 124.000 semuanya menyerukan kepada Tauhid (dikeluarkan oleh AI-Bukhari di At-Tarikhul Kabir 51447 dan Ahmad di A(-Musnad 5/178-179). Sementara dari jalan sahabat Abu Umamah disebutkan bahwa jumlah para Rasul 313 (dikeluarkan oleh Ibnu Hibban di Al-Maurid 2085 dan Thabrani di AI-Mu'jamul Kabir 8/139)) agar mereka berjalan sesuai dengan kehendak Sang Pencipta melalui wahyu yang dibawa oleh Sang Rasut. Namun ada yang menerima disebut mu'min ada pula yang menolaknya disebut kafir serta ada yang ragu-ragu disebut Munafik yang merupakan bagian dari kekafiran. Begitu pentingnya Aqidah ini sehingga Nabi Muhammad, penutup para Nabi dan Rasul membimbing ummatnya selama 13 tahun ketika berada di Mekkah pada bagian ini, karena aqidah adafah landasan semua tindakan. Dia dalam tubuh manusia seperti kepatanya. Maka apabila suatu ummat sudah rusak, bagian yang harus direhabilitisi adalah kepalanya lebih dahulu. Disinitah pentingnya aqidah ini. Apalagi ini menyangkut kebahagiaan dan keberhasilan dunia dan akherat. Dialah kunci menuju surga.
Aqidah secara bahasa berarti sesuatu yang mengikat. Pada keyakinan manusia adalah suatu keyakinan yang mengikat hatinya dari segala keraguan. Aqidah menurut terminologi syarat (agama) yaitu keIjmaan kepada Allah, Malaikat-malaikat, Kitab-kitab, Para Rasul, Hari Akherat, dan keIjmaan kepada takdir Allah baik dan buruknya. lni disebut Rukun Ijma.
Dalam syarat Islam terdiri dua pangkal utama. Pertama : Aqidah yaitu keyakinan pada rukun Ijma itu, letaknya di hati dan tidak ada kaitannya dengan cara-cara perbuatan (ibadah). Bagian ini disebut pokok atau asas. Kedua : Perbuatan yaitu cara-cara amal atau ibadah seperti sholat, puasa, zakat, dan seluruh bentuk ibadah disebut sebagai cabang. Nilai perbuatan ini baik buruknya atau diterima atau tidaknya bergantung yang pertama. Makanya syarat diterIjmaya ibadah itu ada dua, pertama : ikhias karena Allah SWT yaitu berdasarkan aqidah islamiyah yang benar. Kedua : Mengerjakan ibadahnya sesuai dengan petunjuk Rasululiah SAW. ini disebut amal sholeh. Ibadah yang memenuhi satu syarat saja, umpamanya ikhlas saja tidak mengikuti petunjuk Rasuluflah SAW tertolak atau mengikuti Rasuiullah SAW saja tapi tidak ikhlas, karena faktor manusia, umpamanya, maka amal tersebut tertolak. Sampai benar-benar memenuhi dua kriteria itu. Inilah makna yang terkandung dalam AI-Qur'an surah AI-Kahfii 110 yang artinya : "Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia me.mpersekutukan. seorangpun cialam befibadah kepada Tuhannya. “
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal hal sebagai berikut :
1. Apakah Aqidah itu ?
2. BagaIjmaa Implementasi Aqidah saat ini ?
3. BagaIjmaa cara mengantisipasi bahaya penyimpangan aqidah ?
C. Tujuan
Dari rumusan masatah di atas maka kita dapat mengambil tujuan sebagai berikut
1. Untuk mengetahui pengertian dari aqidah
2. Untuk mengetahui pembagian aqidah
3. Untuk mengetahui perkembangan aqidah
4. Untuk mengetahui perkembangan aqidah saat ini
5. Untuk mengetahui penyimpangan aqidah saat ini
D. Manfaat Mempelajari Aqidah
Karena Aqidah Islamiyah bersumber dari Allah yang mutlak, maka kesempurnaannya tidak diragukan lagi. Berbeda dengan filsafat yang merupakan karya manusia, tentu banyak kelemahannya. Makanya seorang mu'min harus yakin kebenaran Aqidah lslamiyah sebagai poros dari segala pola laku dan tindakannya yang akan menjamin kebahagiannya dunia akherat. Dan merupakan keserasian antara ruh dan jasad, antara siang dan malam, antara burni dan langit dan antara ibadah dan adat serta antara dunia dan akherat. Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah lslamiyah adalah :
1. Membebaskan dirinya dari ubudiyah/ penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta, pimpinan maupun lainnya.
2. Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta, keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal kepad Allah (outer focus of control).
4. Aqidah memberikan kekuatan kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap segala ketentuan Allah.
Aqidah Islamiyah adalah asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya, antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
BAB II
K1AN PUSTAKA
A. Pengertian Aqidah
`Aqidah ( ) menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al`aqdu tautsiiqu( ) ynng berarti ikatan, at-tautsiiqu( ) yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu { ) yang artinya mengokahkan {menetapkan}, dan ar-rabthu biquw-wah ( ) yang berarti mengikat dengan kuat.
[1] Sedangkan menurut istiiah (terminalogi}: `aqidah adalah Ijma yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang meyakininya.
Jadi, `Aqidah Islamiyyah adalah keIjmaan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid [2] dan taat kepada-Nya, berIjma kepada Malaikat-malaikat-Nya. Rasul–rasulnya kitab-kitab-Nya, hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengIjmaai seluruh apa apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, berIjma kepada apa yang menjadi Ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seturuh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah datetapkan menurut A!-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma' Salafush Shalih.
"Dan hararngralapa yang menta ’ati Allah dan Rasul-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nab, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahrd dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-barknya” (QS. An-Nisa':69
B. Pembagian Aqidah
Wafaupun masalah qadha' dan qadar menjadi ajang persetisihan di kalangan umat Islam, tetapi Allah telah membukakan hati para hambaNya yang berIjma, yaitu para Salaf Shalih yang mereka itu senantiasa rnenempuh jaian kebenaran dafam pemaharnan dan pendapat. Menurut mereka qadha' dan qadar adaiah termasuk rububiyah Allah atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk ke dalam salah satu di antara tiga maoam tauhid menurut pembagian ulama:
Pertama: Tauhid AI-Ufuhiyyah, ialah mengesakan Allah dalam ibadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
Kedua: Tauhid Ar-Rububiyyah, ialah rneng esakan Allah dalam perbuatanNya, yakni mengIjmai dan meyakini bahwa hanya Allah yang Mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
Ketiga: Tauhid Al-Asma' was-Sifat, ialah mengesakan Allah dalam asma dan sifatNya. Artinya mengIjmai bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Subhanahu wa Ta'a(a. dafam dzat, asma maupun sifat.
Ijma kepada qadar adaiah termasuk tauhid ar-rububiyah. oleh karena itu Imam Ahmad berkata: "Qadar adafah kekuasaan Allah". Karena, tak syak lagi, qadar (takdir) termasuk qudrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh. Di samping itu, qadar adalah rahasia Allah yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahui kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorarangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecua!i setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar
Tauhid itu ada tiga macam, seperti yang tersebut di atas dan tidak ada istitah Tauhid Mulkiyah ataupure Tauhid Hakimiyah karera istilah ini adalah istilah yang baru. Apabiia yang dimaksud dengan Hakimiyah itu adalah kekuasaan Allah Azza wa Jalla, maka hal ini sudah masuk ke dalam kandungan Tauhid Rububiyah. Apabila yang dikehendaki dengan hal ini adalah pelaksanaan hukum Allah di muka bumi, maka hal ini sudah masuk ke dalam Tauhid Uluhiyah, karena hukum itu milik Allah Subhanahu wa Ta'ata dan tidak boleh kita beribadah melainkan hanya kepada Allah semata. Lihatlah firman Allah pada surat Yusuf ayat 40. [Al-Ustadz Yazid Bin Abdu! Qadir Jawas]
C. Perkembangan Aqidah
Pada masa Rasulullah SAW, aqidah bukan merupakan disiplin ilmu tersendiri karena masalahnya sangat jelas dan tidak terjadi perbedaanperbedaan faham, kaiaupun terjadi langsung diterangkan oleh beliau. Makanya kita dapatkan keterangan para sahabat yang artinya berbunyi : "Kita diberikan keIjmaan sebelum AI-Qur'an"
Nah, pada masa pemerintahan khalifah Ali bin Abi Thaiib timbul pemahaman -pemahaman baru seperti kelompok Khawarij yang mengkafirkan Ati dan Muawiyah karena melakukan tahkim lewat utusan masing-masing yaitu Abu Musa Al-Asy'ari dan Amru bin Ash. Timbul pula kelompok Syiah yang menuhankan Ali bin Abi Thalib dan timbul pula kelompok dari Irak yang menoiak takdir dipelopori oleh Ma'bad A!-Juhani (Riwayat ini dibawakan ofeh Imam Muslim, lihat Syarh Shohih Muslim oleh Imam Nawawi, jilid 1 hal. 126) dan dibantah oleh Ibnu Umar karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Para ulama menulis bantahan-bantahan dalam karya mereka. Terkadang aqidah juga digunakan dengan istilah Tauhid, ushuluddin (pokok-pokok agama), As-Sunnah (jalan yang dicontohkan Nabi Muhammad), A!-Fiqhul Akbar (fiqih terbesar), Ahlus Sunnah waf Jamaah (mereka yang menetapi sunnah Nabi dan berjamaah) atau terkadang menggunakan istilah ahlul hadits atau salaf yaitu mereka yang berpegang atas jaian Rasulullah SAW dari generasi abad pertama sampai generasi abad ketiga yang mendapat pujian dari Nabi SAW.
Ringkasnya : Aqidah lslamiyah yang shahih bisa disebut Tauhid, fiqih akbar, dan ushuiuddin. Sedangkan manhaj (metode) dan contohnya adalah ahlul hadits, ahlul sunnah dan salaf.
D. Bahaya Penyimpangan Aqidah
Penyimpangan pada aqidah yang dialami oleh seseorang berakibat fatal dafam seluruh kehidupannya, bukan saja di dunia tetapi berlanjut sebagai kesengsaraan yang tidak berkesudahan di akherat kefak. Dia akan berjafan tanpa arah yang jelas dan penuh dengan keraguan dan menjadi pribadi yang sakit personatiti. Biasanya penyimpangan itu disebabkan oleh sejumlah faktor diantaranya :
1. Tidak menguasainya pemahaman aqidah yang benar karena kurangnya pengertian dan perhatian. Akibatnya berpaling dan tidak jarang menyalahi bahkan menentang aqidah yang benar.
2. Fanatik kepada peninggalan adat dan keturunan. lCarena itu dia menolak aqidah yang benar. Seperti firman Allah SWT tentang ummat terdahulu yang keberatan menerima aqidah yang dibawa oleh para Nabi dalar~ Surat AI-Baqarah 170 yang artinya : "Dan apabila dikatakan kepada mereka, "lkutlah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang tetah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. " (Apabila mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”
3. Taklid buta kepada perkataan tokoh-tokoh yang dihormati tanpa melalui seleksi yang tepat sesuai dengan argumen A!-Qur'an dan Sunnah. Sehingga apabila tokoh panutannya sesat, maka ia ikut tersesat.
4. Berlebihan (ekstrim) dalam mencintai dan mengangkat para wali dan orang shofeh yang sudah meningga! dunia, sehingga menempatkan mereka setara dengan Tuhan, atau dapat berbuat seperti perbuatan Tuhan. Ha! itu karena menganggap mereka sebagai penengahlarbiter antara dia dengan Allah. Kuburan-kuburan mereka dijadikan tempat meminta, bernadzar dan berbagai ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Allah. Demikian itu pernah dilakukan oleh kaumnya Nabi Nuh AS ketika mereka mengagungkan kuburan para sholihin. Lihat Surah Nuh 23 yang artinya : "Dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan) wadd, dan jangan pula Suwa ; Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. "
5. Lengah dan acuh tak acuh dalam mengkaji ajara Islam disebabkan silau terhadap peradaban Barat yang materialistik itu. Tak jarang mengagungkan para pemikir dan ilmuwan Barat serta hasil teknologi yang telah dicapainya sekaligus menerima tingkah laku dan kebudayaan mereka.
6. Pendidikan di dalam rumah tangga, banyak yang tidak berdasar ajaran Islam, sehingga anak tumbuh tidak mengenal aqidah Islam. Pada ha! Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan yang artinya : "Setiap anak terlahirkan berdasarkan hthrahnya, maka kedua orang tuanya yang meyahudikannya, menashranikannya, atau memajusikannya" (HR: Bukhari).
Apabita anak tertepas dari bimbingan orang tua, maka anak akan dipengaruhi oleh acara l program televisi yang menyimpang, lingkungannya, dan lain sebagainya.
7. Peranan pendidikan resmi tidak memberikan porsi yang cukup dalam pembinaan keagamaan seseorang. Bayangkan, apa yang bisa diperoleh dari 2 jam seminggu dalam pelajaran agama, itupun dengan informasi yang kering. Ditambah lagi mass media baik cetak maupun elektronik banyak tidak mendidik kearah aqidah bahkan mendistorsinya secara besar-besaran.
Tidak ada jalan lain untuk menghindar bahkan menyingkirkan pengaruh negatif dari ha!-ha! yang disebut diatas adalah mendalami, memahami dan mengaplikasikan Aqidah Islamiyah yang shahih agar hidup kita yang sekali dapat berjalan sesuai kehendak Sang Khalik demi kebahagiaan clunia dan akherat kita, Allah SVVT berfirman dalam Surah An-Nisa' 69 yang artinya : "Dan barangsiapa yang menta'ati Allah dan Rasu!-Nya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni'mat Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiqin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. "
Dan juga dalam Surah An-Nahl 97 yang artinya : "Barangsiapa yang mengerjakan amal shaleh baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. "
BAB III
PENUTUP
Akidah Islam adalah prinsip utama dalam pemikiran Isiami yang dapat membina setiap individu muslim sehingga memandang alam sernesta dan kehidupan dengan kaca mata tauhid dan melahirkan konotasi-konotasi valid baginya yang merefleksikan persfektif Islam mengenai berbagai dimensi kehidupan serta menumbuhkan perasaan-perasaan yang murni dalam dirinya.
Atas dasar ini, akidah mencerminkan sebuah unsur kekuatan yang mampu menciptakan mujizat dan merealisasikan kemenangan-kemenangan besar di zaman permulaan Islam.
Demi membina setiap individu muslim, perlu kiranya kita mengingatkannya tentang sumbangsih-sumbangsih akidah yang telah dimiliki oleh orang-orang sebelumnya dan rneyakinkannya akan validitas akidah itu dalam setiap zaman dan keselarasannya dengan segala era.
Kita bisa menyimpulkan peranan penting akidah dalam membina manusia di berbagai sisi dan dimensi kehidupan dalam poin-poin berikut :
1. Dalam Sisi Pemikiran.
Akidah menganggap manusia sebagai makhluk yang terhormat. Adapun kesalahan yang terkadang menimpa manusia, adalah satu hal yang biasa dan bisa diantisipasi dengan taubat. Atas dasar ini, akidah meyakinkannya bahwa ia mampu untuk meningkatkan diri dan tidak membuatnya putus asa dari rahmat Allah dan ampunan-Nya
Akidah tetah berhasil memerdekakan manusia dari penindasan politik para penguasa zalim dan membebaskannya dari tradisi menuhankan manusia lain.
Akidah juga memberikan kebebasan penuh kepadanya. Namun ia membatasi kebebasan itu dengan hukum-hukum syariat, pengharnbaan kepada Allah supaya hal itu ticlak menimbulkan kekacauan.
Begitu juga, akidah telah berhasil membebaskannya dari jeratan hawa nafsu, menyembah fenomena-fenomena alarn di sekitarnya dan dongengan-dongengan yang ticlak benar.
Melalui proses pembebasn pemikiran ini, akidah melakukan proses pembinaan manusia. la memberikan kedudukan yang layak kepada akal, mengakui peranannya dan membuka cakrawala pemikiran yang luas baginya. Di samping itu, akidah juga membuka jendela keghaiban baginya, membebaskannya dari jeratan ruang lingkup indra yang sempit dan mengarahkan daya ciptanya yang luar biasa untuk merenungkan tanda-tanda kekuasaan Allah di segenap cakrawala raya dan diri mereka, serta menjadikan renungan (tafakkur) ini sebagai ibadah yang paling utarna.
Tidak sampai di situ saja, akidah juga mengarahkan daya akal untuk menyingkap rahasia - rahasia sejarah yang pernah terjadi pada umat dan bangsa-bangsa terdahulu, dan merenungkan hikmah yang tersernbunyi di batik syariat guna mengokohkan keyakinan muslim terhadap syariat dan valiclitasnya untuk setiap masa dan tempat.
Dari sisi lain, akidah menclorong manusia untuk menuntut ilmu pengehhuan dan mengikat ilmu pengetahuan itu dengan Ijma. Karena mernisahkan ilmu pengetahuan dan Ijma akan menimbulkan akibat jelek.
Akidah juga memerintahkan akal untuk meneliti dan merenungkan dengan teliti untuk menyimpulkan sebuah Ushuluddin dan melarangnya untuk bertaklid dalarn hat itu.
2. Dalam Sisi Sosial
Akidah telah berhasit melakukan perombakan besar datam sisi ini. Di saat masyarakat Jahiliah hanya mementingkan diri mereka dan kemaslahatannya, dengan mengenal akidah, mereka relah mengorbankan segala yang mereka miliki demi agama dan kepentingan sosial.
Akidah telah berhasil menghancurkan tembok pemisah yang memisahkan antara ketamakan manusia akan kemasiahatan-kemaslahatan pribadinya dan jiwa berkorban demi kemaslahatan umum dengan cara menumbuhkan rasa peduli sosial dalam diri setiap individu.
Akidah telah berhasil menumbuhkan rasa peduli sosial ini dalam diri setiap individu dengan cara-cara berikut: menumbuhkan rasa ikut bertanggung jawab terhadap kepentingan orang lain, menanamkan jiwa berkorban dan mengutamakan orang lain dan mendorong setiap individu mushn untuk hidup bersama.
Dari sisi lain, akidah telah berhasil merubah tolok ukur hubungan sosial antar anggota masyarakat, dari tolok ukur hubungan sosil yang berlandaskan fanatisme, suku, warna kulit, harta dan jenis kelamin menjadi hubungan yang berdasarkan asas-asas spritual. Yaitu takwa, fadhillah dan persaudaraan antar manusia.
Akidah telah berhasif merubah kondisi pertentangan dan pergolakan yang pernah melanda masyarakat insani menjadi kondisi salang mengenal dan tolong menolong. Dengan ini, mereka menjadi sebuah umat bersatu yang disegani oleh bangsa lain.
Di samping itu, akidah Islam juga telah berhasil merubah tradisi-tradisi Jahiliah yang menodai kehormatan manusia dan menimbulkan kesusitan.
3. Dalam Sisi Kejiwaan
Akidah dapat mewujudkan ketenangan dan ketentraman bagi manusia meskipun bencana sedang menimpa_ ,
Dalam hal ini akidah telah menggunakan berbagai cara dan metode untuk meringankan bencana-bencana itu di mata manusia. Di antara caracara tersebut adalah menjelaskan kriteria dunia;bahwa dunia ini adalah tempat derita dan ujian yang penuh dengan bencana dan derita yang acap kali menimpa manusia. Oleh karena itu, tidak mungkin bagi manusia untuk rnencari kesenangan dan ketentraman di dunia ini.
Atas dasar ini, hendaknya ia berusaha sekuat tenaga demi meraih kesuksesan dalam ujian Allah di dunia.
Dan di antara cara-cara tersebut adalah akidah menegaskan bahwa setiap musibah pasti membuahkan pahala, dan menyadarkan manusia bahwa musibah terbesar yang adalah musibah yang menimpa agama.
Dari sisi lain, akidah juga membebaskan jiwa manusia dari segala ketakutan yang dapat melumpuhkan aktifitas, membinasakan kemampuan dan menjadikannya cemas dan bingung.
Begitu juga akidah memotivasi manusia untuk mengenai dirinya. Karena tanpa tanpa itu, sulit baginya untuk dapat menguasai jiwa dan mengekangnya, dan tidak mungkin baginya dapat mengenal Allah secara sempurna.
Dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat kita simpulkan bahwa penyakit-penyakit jiwa yang berbahaya seperti fanatisme, rakus dan egoisme jika tidak diobati, akan menimbulkan akibat-akibat sosiai dan potitik yang berbahaya, seperti fitnah yang pernah menimpa muslimin di Saqifah, sebagaimaa telah dijelaskan oieh Imam Ali a.s.
4. Dalam Sisi Akhlak.
Akidah memiliki peranan yang besar dalam membina akhlak setiap individu muslim sesuai dengan prinsip-prinsip agama yang pahala dan siksa disesuaikan dengannya, dan bukan hanya sekedar wejangan yang tidak menuntut tanggung-jawab. Lain halnya dengan aliran-aliran pemikiran hasil rekayasa manusia biasa yang memusnahkan perasaan diawasi oleh Allah dalam setiap gerak dan rasa tanggung jawab di hadapan-Nya. Dengan demikian, musnahlah tuntunan-tuntunan akhhk dad kehidupan manusia. Karena akhlak tanpa Ijma tidak akan pernah teraktualkan dalam kehidupan seharhhari.
Demi mendorong masyarakat berakhlak terpuji dan meninggalkan akhlak yang tidak mulia, akidah mengikuti bermacam-macam metode dalam hat ini: pertama, menjelaskan efek-efek uhkrawi dan duniawi dari akhlak yang terpuji dan tidak terpuji.
Kedua, memperlihatkan sud tekdan yang baik kepada mereka dengan tujuan agar mereka terpengaruh oleh akhlaknya yang mulia dan mengikuti langkahnya
DAFTAR PUSTAKA
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdu! Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
[1]. Lisaanul `Arab (IX/31 1: ) karya Ibnu Nlanzhur (wafat th. 7111 H) t dan Mu'jamul Wasiith (Il/614: ).
[2]. Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat Allah.
[3]. Lihat Buhuuts fii `Aqiidah Ahtis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql, cet. II/ Daarul `Ashimah/th. 1419 H, `Aqiidah Ahiis Sunnah wal Jamaa'ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa'ah fil `Aqiidah oleh Dr. Nashir bin `Abdul Karim al-`Aql.
[Disalin dari kitab AI-Qadha wal Qadar, edisi Indonesia Qadha & Qadhar, Penyusun Syaikh Muhammad Shalih AI-Utsaimin, Penerjemah A.Masykur Mz, Penerbit Daru( Haq, Cetakan Rabi'ul Awwal 1420HI/ Juni 1999M]
[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wai Jama'ah Oleh Yazid bin Abdui Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001 , Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.