Tuesday, March 19, 2013

Kesulitan Belajar


Kesulitan Belajar
Siswa yang mengalami kesulitan belajar dapat menunjukkan ciri-ciri siswa menjadi lamban belajar dan berprestasi rendah. Menurut Roldan dalam Wijaya (2007), ciri-ciri umum siswa lamban belajar adalah sebagai berikut :
1     Siswa lamban belajar kurang mampu menyimpan huruf dan kata pada ingatannya dalam waktu yang lama.
2     Siswa lamban belajar kurang mampu membedakan huruf, angka dan suara.
3     Siswa lamban belajar tidak sanggup mengikuti penjelasan yang bersifat ganda.
Siswa lamban belajar susah dalam memahami kata dan konsep.
Ketidaksanggupan siswa lamban belajar dalam menguasai pengetahuan itu disebabkan kerusakan-kerusakan tertentu pada diri siswa yang membuat siswa itu lamban belajar yang disebut dyscalculia.
Dyscalculia adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika. Gejala kesulitan belajar dibidang dyscalculia antara lain adalah sebagai berikut :
1        Kesulitan mengingat-ingat angka lebih dari satu yang dipelajarinya
2        Kesulitan menulis angka dengan angka yang jelas
3        Kesulitan membuat kolom-kolom angka yang lurus atau jumlah yang diharapkan
4    Kesulitan menangkap pelajaran matematika terutama materi yang disajikan melalui kata atau tulisan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Belajar
Menurut Syah (2003) faktor-faktor kesulitan siswa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

Faktor Internal Siswa
            Faktor intern siswa meliputi gangguan atau kekurang-mampuan psikofisik siswa, yakni :
1        Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/inteligensi siswa.
2        Bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
3        Bersifat psikomotorik (ranah karya), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera dan pendengar (mata dan telinga).

Faktor Eksternal Siswa
Faktor ekstern siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktifitas belajar siswa.
Faktor lingkungan meliputi :
1 Lingkungan Keluarga, contohnya : ketidakharmonisan hubungan antara ayah dan ibu seta rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2   Lingkungan perkampungan atau masyarakat, contohnya : wilayah perkampungan kumuh  (slum area) dan teman sepermainan (peer group) yang nakal.
3   Lingkungan sekolah, contohnya : kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alalt-alat yang berkualitas rendah.

Diagnosis Kesulitan Belajar
Menurut Thorndike dan Hagen dalam Makmum (2005), diagnosis dapat diartikan sebagai :
1.      Upaya atau proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang dengan melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya.
2.    Studi yang seksama terhadap fakta tentang sesuatu hal untuk menemukan karakteristik atau kesalahan-kesalahan dan sebagainya yang esensial.
3.    Keputusan yang dicapai setelah dilakukan suatu studi yang seksama atas gejala-gejala atau fakta tentang suatu hal.

Dari ketiga pengertian diatas didalam pekerjaan diagnosis bukan hanya sekedar mengidentifikasi jenis dan karekteristiknya, serta latar belakang dari suatu kelemahan atau penyakit tertentu, melainkan juga mengimplikasikan kemungkinan dan menyarankan tindakan pemecahannya.
Diagnosis  kesulitan belajar merupakan suatu proses upaya untuk memahami jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar denganmenghimpundan mempergunakan berbagai data / informasi yang lengkap dan subjektif sehingga memungkinkan untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif kemungkinan pemecahannya.
Setiap siswa hendaknya mendapat kesempatan dan pelayanan untuk berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan, kecerdasan, bakat dan minat. Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap  fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis, yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Langkah-langkah diagnosis yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah prosedur Weener & Senf (1982) sebagaimana yang dikutip Wardani dalam Makmun (2007) sebagai  berikut :
1        Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
2        Memeriksa penglihatan dan pendengaran khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
3        Mewawancarai orang tua / wali siswa untuk mengetahui  hal ikhwal keluarga yang mungkin menimbulkkan kesulitan belajar.
4        Memberikan test diagnosis bidang kecakapan tertentu untuk mngetahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
5        Memberikan test kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Menurut Ross dan Stanley dalam Makmun (2007), menggariskan tahapan-tahapan diagnosis (the level of diagnosis), 4W+ 1H sebagai berikut :
1         Siapa siswa yang mengalami gangguan (Who are the pupils having trouble) ?
2         Dimanakah kelemahan-kelemahan itu dapat dialokasikan (Where are the errors located) ?
3         Mengapa kelemahan-kelemahan itu terjadi (Why are the errors occur) ?
4         Penyembuhan-penyembuhan apakah yang diasarankan (What remedies are suggested) ?
5         Bagaimana kelemahan itu dapat terjadi (How can errors be prevented) ?

Dari  tahapan-tahapan diatas, tampak bahwa keempat langkah yang pertama dari diagnosis itu merupakan usaha perbaikan (corrective diagnosis) atau penyembuhan (curative). Sedangkan langkah yang kelima merupakan usaha pencegahan (preventive).

Burton dalam Makmum (2007) menggariskan agak lain, yaitu berdasarkan kepada teknik dan instrumen yang digunakan dalam pelaksanaannya sebagai berikut.
1        General diagnosis
Pada tahap ini lazim dipergunakan tes baku,seperti yang digunakan untuk evaluasi dan pengukura psikologis danhasil belajar. Sasarannya, untuk menemukan siapakah siswa yang diduga mengalami kelemahan tertentu.
2        Analystic diagnosis
Pada tahap ini yang lazimnya digunakan ialah test diagnostik. Sasarannya untuk mengetahui dimana letak kelemahan tersebut.
3        Psychological diagnosis
Pada tahap ini teknik pendekatan dan instrumen yang digunakan antara lain :
1        Observasi  (observation)
2        Analisis karya tulis (analysis of written work)
3        Analisis proses dan respons lisan (analysis of oral responses and accounts of procedures)
4        Analisis sebagai catatan objektif (analysis of objectives record of various types)
5        Wawancara (interviews)
6        Pendekatan laboratories dan klinis (laboratory and clinical methods)
7        Studi kasus (case studies)

Sasaran kegiatan diagnosis pada langkah ini pada dasarnya ditujukan untuk memahami karakteristik dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesulitan.
Berbagai variabel yang mempengaruhi proses belajar-mengajar itu menurut Loree dalam Makmum,terdiri atas :
1         Stimulus atau Learning variables, mencakup :
a   Learning experience, yang antara lain mengenai :
1     Method variables, yang antara lain menyangkut :
1        Kuat lemahnya motivasi untuk belajer
2        Intensif tidaknya bimbingan guru
3        Ada tidaknya kesempatan berlatih atau berpraktek
4      Ada tidaknya upaya dan kesempatan penguatan (reinforcement)
2    Task variables, yang mencakup :
1      Menarik tidaknya apa yang harus dipelajari dan dilakukan
2      Bermakna tidaknya (meaningfulness) apa yang dipelajari dan dilakukan
3      Sesuai tidaknya (appropriatness), panjang (length) atau luasnya (width) serta tingkat kesukaran apa yang harus dipelajari dan dikerjakan
2         Organismic variables, yang mencakup :
a  Characteristic of the learners, antara lain tingkatan inteligensi, usia, jenis kelamin, kesiapan dan kematangan untuk belajar.
Dengan demikian, kelemahan sering disebabkan oleh :
1      Kurangnya kemampuan dan keterampilan kognitif
2      Terbatasnya kemampuan, menghimpun dan
     mengintegrasikan informasi
3      Kurangnya gairah belajar karena kurang jelas tujuan / aspirasi
b   Mediating processes, kondisi yang lazim terdapat dalam diri siswa antara lain inteligensi, persepsi, motivasi, dorongan, lapar, takut, cemas, kesiapan konflik, tekanan batin dan sebagainya turut berperan pula dalam proses berperilaku termasuk perilaku belajar.
3         Response variables, sebagaimana kita kelompokkan berdasarkan tujuan-tujuan pendidikan yaitu 
a  Tujuan-tujuan kognitif, seperti pengetahuan, konsep-konsep, keterampilan pemecahan masalah
b    Tujuan-tujuan afektif, seperti sikap-sikap, nilai-nilai,minat dan apresiasi
c    Tujuan-tujuan pola-pola bertindak, antara lain :
1   Keterampilan psikomotorik, seperti menulis, mengetik, kegiatan pendidikan jasmani atau olahraga dan melukis
2   Kompetensi-kompetensi untuk menyelenggarakan pertemuan, berpidato, memimpin diskusi dan pertunjukan
3  Kebiasaan-kebiasaan berupa kebiasaan hidup sehat, keamanan, kebersihan, keberanian disertai kesopanan, ketegasan,   ketekunan, kejujuran, kerapian dan keserasian
Kesemuanya menuntut pelayanan yang berbeda-beda. Pola-pola respons yang diharapkan tersebut tidak akan terwujud kalau pengelolaan proses belajar-mengajarnya kurang serasi.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com