Penilaian Kinerja Dengan Pengukuran Tradisional
Banyak
metode yang telah dikembangkan untuk melakukan pengukuran kinerja seorang
pegawai. Dalam manajemen tradisional, ukuran kinerja yang biasa digunakan
adalah ukuran keuangan, karena ukuran keuangan ini mudah dilakukan. Kinerja
lain, seperti peningkatan kepercayaan customer terhadap layanan jasa
perusahaan, peningkatan kompetensi dan komitmen personal, kedekatan hubungan
pegawai dengan pemasok, dan peningkatan cost effectiveness proses bisnis
digunakan untuk melayani customer, diabaikan oleh manajemen karena sulit
pengukurannya. Sehingga banyak kesalahan berpikir di dalam manajemen
tradisional (Lasdi, Balanced scorecard
Sebagai Kerangka Pengkuran Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif dalam
Lingkungan bisnis Global : 2002).
Penilaian
dengan pengukuran kinerja tradisional berdasarkan kinerja keuangan atau yang
biasa disebut pengukuran kinerja tradisional menekankan pengukuran kinerja
perusahaan melalui perhitungan rasio-rasio keuangan menurut (Horne dan
Wachowicz, 1997) yaitu :
1. Rasio Likuiditas, merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka
pendeknya.
2.
Rasio Utang, yaitu rasio yang
menunjukkan batasan dimana perusahaan didanai oleh utangnya.
3. Rasio Pencakupan, merupakan
rasio yang menghubungkan biaya keuangan perusahaan dengan kemampuan untuk
membayar biaya tersebut.
4. Rasio Aktivitas, yaitu rasio
yang mengukur keefektifan perusahaan dengan menggunakan aktiva yang
dimilikinya.
5.
Rasio Laba, merupakan rasio
yang menghubungkan laba dengan penjualan dan investasi.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2003),
mengandalkan aspek finansial saja tidak cukup, bahkan bisa jadi tidak berguna
karena beberapa alasan, yaitu:
a)
Hal itu mendorong kegiatan
jangka pendek yang tidak termasuk kepentingan jangka panjang perusahaan.
b) Manajer unit bisnis mungkin
tidak melakukan tindakan yang berguna untuk jangka panjang, untuk memperoleh
laba jangka pendek.
c)
Menggunakan profit jangka
pendek sebagai satu-satunya tujuan dapat mengganggu komunikasi antara manajer
unit bisnis dan manajer senior.
d)
Pengendalian finansial yang
ketat bisa memotivasi manajer untuk memanipulasi data.
Penilaian
Kinerja Dengan Pengukuran Organisasi Jasa
Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya bersifat intangible
(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Jasa
adalah tugas atau aktivitas yang dilakukan bagi seseorang pelanggan atau
aktivitas yang dijalankan seseorang pelanggan dengan menggunakan produk atau
fasilitas organisasi (Tjiptono, Manajemen Jasa : 2004). Ada empat karakteristik
pada jasa yang membedakan dengan produk berwujud (Mowen, 1997), yaitu :
1.
Ketidakberwujudan (Intangibility)
Berarti bahwa pembeli jasa tidak dapat
melihat,merasakan, mendengar, atau mencicipi suatu jasa sebelum jasa tersebut
dibeli. Jadi jasa adalah produk tidak berwujud.
2.
Tidak tahan lama (Perishability)
Berarti jasa tidak dapat disimpan untuk kegunaan
masa depan oleh pelanggan (ada beberapa kasus yang tidak umum, yaitu pada saat
barang-barang berwujud tidak dapat disimpan).
3.
Tidak dapat dipisahkan (Inseparability)
Berarti produsen dan pembeli jasa biasanya harus
melakukan kontrak langsung pada saat pertukaran.
4.
Heterogenitas
Berarti terdapat peluang variasi yang lebih besar
pada penyelenggaraan jasa daripada produksi produk.
Menurut Tjiptono(2005), terdapat lima dimensi
kualitas jasa :
a)
Reliabilitas (reliability),
berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat
sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya
sesuai dengan waktu yang disepakati.
b)
Daya tanggap (responsiveness),
berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para
pelanggan dan merespons permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa
akan diberikan dan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara
cepat.
c)
Jaminan (assurance),
yaitu perilaku para karyawan mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan yang bisa menciptakan rasa aman bagi para pelanggannya. Hal ini
berarti para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah
pelanggan.
d)
Empati (emphaty),
berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi
kepentingan pelanggaan. Memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan
memiliki jam operasi yang nyaman.
e)
Bukti fisik (tangibles),
berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan, dan material yang
digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan.
Setiap
organisasi harus memiliki faktor-faktor yang berfungsi sebagai senjata dalam
persaingan dan memperlakukan faktor- faktor tersebut secara khusus. Critical
succes factor dapat dikatakan sebagai variabel-variabel dalam mempengaruhi
kesuksesan perusahaan (Hansen dan Mowen, 1995). Masing-masing organisasi memiliki
critical succes factor yang berbeda, karena sasaran yang hendak dicapai
oleh organisasi tersebut juga berbeda dengan organisasi lain. Critical
succes factor bagi perusahaan yang berorientasi kepada konsumen pada
umumnya dikelompokkan menjadi empat kategori (Kaplan dan Norton 2000), yaitu:
1. Time
Lead time merupakan waktu yang
diperlukan organisasi untuk memenuhi kebutuhan konsumennya. Untuk organisasi
jasa, lead time dapat diukur mulai dari penerimaan konsumen sampai
dengan akhir pelayanan terhadap konsumen tersebut. Dalam hal ini lead time disebut
sebagai customer response time. Ukuran lain sering digunakan adalah cycle
time merupakan bagian dari customer response time.
2. Quality
Pengukuran terhadap kualitas diharapkan dapat
memberikan informasi tingkat kompetisi perusahaan dalam persaingan bisnis.
3. Performance and service
Merupakan sesuatu yang tidak berwujud dan
dihasilkan pada produk jasa. Pengukurannya adalah perlakuan terhadap konsumen
pada saat pengambilan keputusan waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan produk
jasa ke tangan konsumen. Service merupakan segala sesuatu tentang produk
yang berkaitan dengan penilaian konsumen.
4. Cost
Biaya produk mempengaruhi penetapan harga jual
produk, sehingga perusahaan harus peka terhadap biaya produknya. Agar dapat
menghasilkan harga yang bersaing, diperlukan biaya yang rendah. Oleh karena
itu, diperlukan usaha-usaha peningkatan efisiensi biaya tanpa mengurangi
kualitas yang dihasilkan.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.