Praktek
Pertanian Organik
Masalah penurunan kandungan bahan
organik tanah diketahui menyebabkan kemerosotan kesuburan tanah sehingga
mengakibatkan lebih lanjut terhadap kebutuhan pupuk buatan yang semakin meningkat (Aphani, 2001). Manajemen
terhadap kandungan bahan organik ini adalah salah tujuan dalam praktek pertanian organik (Mashima, et al.,
1999). Praktek pertanian organik menjadi
prioritas sekaligus untuk mengatasi masalah degradasi lingkungan lahan
pertanian akibat penerapan yang keliru dalam penggunaan pupuk dan perbaikan
lahan-lahan marginal.
Akhir-akhir ini pertanian organik tumbuh
pesat, terutama di negara berkembang. Di
negara-negara Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Jepang,
pertanian dengan manajemen organik telah
berkembang dengan cepat. Hal ini nyata dari laporan bahwa areal lahan yang
dikelola secara organik di Eropa meningkat dari 250 000 menjadi 2 juta ha pada
akhir-akhir ini (1990-1997) (Lampkin, 1997 dalam Widjajanto dan Miyauchi, 2002).
Dalam periode yang sama, sertifikasi lahan pertanian organik meningkat
dari 258,974 to 2,102,209 ha dengan
peningkatan areal pertanian organic dari 12,735 menjadi 81,783 petani (Zanoli,
1999). Di Italy, salah satu negara Uni
Eropa telah maju dalam praktek pertanian organik, areal pertanian organik
meningkat dari 13,000 to 641,149 ha (Zanoli, 1999). Lebih lanjut, telah
dilaporkan bahwa sebagian produksi pangan secara organik dalam sistem pangan
telah dikembangkan dibanyak megara seperti Amerika Serikat, Perancis dan Japan
yang meningkat lebih dari 20 % per tahun (FAO, 1999).
Keamanan pangan, lingkungan yang lebih baik
dan pasar yang baik dari produk pangan organik telah dipercaya sebagai faktor dimulainya meledaknya
pertanian organik di dunia, terutama di negara berkembang. Sebaliknya, praktek pertanian organik di
negar-negara Asia masih terbatas. Hal
ini dilaporkan bahwa kegiatan pertanian yang dikelola secara organik hanya dicatat di Cina, Japan,
Israel, Korea dan Lebanon. Gambaran
terhadap areal lahan pertanian secara organik yang meliputi wilayah ini antara
100 ha (Lebanon) sampai 14,000 ha (China) (IFOAM, 2001). Bagi
pertanian di Indonesia mendorong berkembangnya pertanian organik menjadi salah
satu cara untuk menerapkan konsep LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture) sehingga dapat diperoleh efisiensi agroekosistem yang tinggi
melalui Integrated Farming System berbasis Zero Waste (Suharto, 2004).
Peranan Umum Pupuk Organik
Praktek pertanian organik atau
pengurangan penggunaan bahan kimia telah dilaporkan di Jawa Tengah, dengan
hasil yang yang memuaskan. Sebagi
contoh, penerapan pupuk organik seperti biokom dan bio guano super meningkatkan penampilan tanaman padi. Penggunaan biokom pada
padi di Wonogiri meningkat dari 6.0 menjadi
8.5 ton ha-1 (Widjajanto dan Miyauchi, 2002). Di Karang Anyar produksi padi
meningkat dari 5.0 menjadi 8.3 ton ha-1 akibat penerapan pupuk
organik pada areal pertanian. Penggunaan pupuk organik seperti bio
guano super yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik meningkatan produksi
padi di Klaten dari 5.5 menjadi 7.3 ton ha-1 (Widjajanto dan Miyauchi, 2002).
Penelitian Fuskhah (1992) menunjukkan
bahwa penggunaan seresah eceng gondok mampu meningkatkan produksi bahan kering Centrosema
pubescens Benth (Sentro) dibandingkan dengan seresah plastik dan tanpa
seresah. Seresah eceng gondok dapat juga
digunakan untuk menghambat pertumbuhan tanaman pengganggu. Penggunaan seresah eceng gondok dengan
kandungan air 20 % sebanyak 60 kg/plot (3 x 3,7 m) selama 3 minggu dapat
menekan pertumbuhan Cyperus rotundus dan menambah kelembaban pada
permukaan tanah sebesar 33 % (Abdalla dan Hafeez, 1969 yang dikutip oleh
Soewardi dan Utomo, 1975).
Telah banyak diketahui bahwa bahan
organik seperti limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran ternak dalam sistem
tanah-tanaman dapat memperbaiki struktur tanah dan membantu perkembangan
mokroorganisme tanah (Yaacob et al.,
1980; Kerley et al., 1996; Matsushita et al., 2000; Widjajanto et
al., 2001; 2002; 2003). Kondisi ini
sebagai awal mula proses transformasi N secara biologis dalam tanah dan,
menghasilkan konversi bentuk N organik
menjadi bentuk an organik yang tersedia bagi tanaman.
Telah banyak diketahui bahwa bahan
organik seperti limbah tanaman, pupuk hijau dan kotoran ternak dalam sistem
tanah-tanaman dapat memperbaiki struktur tanah dan membantu perkembangan
mokroorganisme tanah (Yaacob et al.,
1980; Sumarsono, 1983, Kerley et al., 1996; Matsushita et al., 2000;
Widjajanto et al., 2001; 2002; 2003). Kondisi ini sebagai awal mula proses
transformasi N secara biologis dalam tanah dan, menghasilkan konversi bentuk
N organik menjadi bentuk an organik yang
tersedia bagi tanaman.
Kotoran ternak memainkan peranan yang penting
sebagai sumber pupuk organik. Dilaporkan bahwa ternak menghasilkan 19 - 40 kg hari- . Sekitar 3.5 kg
ternak- bahan organik
dikeluarkan oleh sapi Jersey yang dikandangkan, sedangkan kira-kira
0.045 kg N day-1 dikeluarkan oleh sapi muda yang digemukkan (Kerley et al., 1996). Pupuk organik ternak sebagai pupuk kandang,
mempunyai pengaruh meningkatkan produksi tanaman lamtoro (Dewi, Widjayanto dan
Sumarsono, 1998),
juga pada pertanaman campuran
setaria dan Sentro (Sumarsono, 2001).
Tanaman Pakan Toleran Pada Tanah Salin
Kelebihan suatu unsur pada
media tumbuh tanaman dapat mengganggu pertumbuhan melalui : kompetisi dengan
unsur esensial lain dalam penyerapan, menonaktifkan enzim, mengantikan
unsur-unsur esensial dari tempat berfungsinya atau mengubah struktur air
(Marschner, 1986). Oleh karena itu agar
tanaman toleran terhadap kelebihan NaCl
pada media tumbuhnya, harus mengurangi absorbsi ion Na dan atau ion Cl oleh
akar atau mempunyai berbagai cara menetralkan (buffer) pengaruh NaCl
dilingkungan perakaran atau setelah diserap tanaman.
Morfologi dan fisiologi
toksisitas cekaman NaCl pada tanaman tampak pada reduksi pertumbuhan akar
(Kusmiyati et al., 2000), penurunan
serapan unsur hara (Sopandie, 1990 dan Kusmiyati et al 2000), dan perubaan struktur tanaman seperti reduksi ukuran
daun dan jumlah stomata, penebalan kutikula daun dan terbentuknya lapisan lilin
pada permukaan daun serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya,
1988).
Perbaikan mutu genetik
tanaman dapat dilakukan melalui introduksi galur-galur unggul, seleksi,
persilangan dan manipulasi genetik. Di
Indonesia, tanaman rumput pakan mempunyai kendala perbanyakan secara
generatif karena kendala penyediaan
benih fertil, sehingga sampai saat ini perbanyakan melalui cara vegetatif lebih
banyak dilakukan. Oleh karena itu pada
tanaman rumput pakan, maka perbaikan genetik yang memungkinkan adalah dengan
introduksi, seleksi dan manipulasi tanamannya atau menggabungkan ketiganya.
Salah satu perbaikan mutu
genetik tanaman rumput pakan yang telah dilakukan adalah melalui seleksi
tanaman terhadap salinitas yang mewakili zona agroekosisten lahan pantai, dilanjutkan
dengan penggandaan kromosom terhadap tanaman terpilih hasil seleksi (Anwar,
Karno, Kusmiyati dan Sumarsono, 2003). Spesies hasil pengandaan kromosom atau
tanaman poliploid mempunyai kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang kurang
menguntungkan dibandingkan tanaman diploidnya akibat adanya penambahan alel
pada sistem kromosomnya (Baataout, 1999).
Salah satu manipulasi
lingkungan tumbuh tanaman rumput pakan yang telah dilakukan adalah melalui
perbaikan kandungan bahan organik tanah pada kondisi salinitas yang mewakili
zona agroekosisten lahan pantai (Sumarsono, Anwar
dan Budianto 2005). Bahan organik di dalam tanah dapat
berperan sumber unsur hara, memelihara kelembaban tanah, sebagai buffer dengan
mengkhelat unsur-unsur penyebab salinitas
sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan unsur-unsur hara
(Buckman dan Brady, 1982).
Hasil
Penelitian yang telah dicapai
Hasil penelitian yang terkait dengan
penelitian ini adalah (1) Telah berhasil mengidentifikasi respon pertumbuhan
dan produksi tanaman pakan terhadap salinitas (Kusmiyati dan Anwar, 1997,
Kusmiyati et al, 2000) (2) Telah
diseleksi berbagai jenis
rumput pakan diploid dan poliploid terhadap cekaman salinitas di rumah kaca
(Anwar, Kusmiyati, Karno dan Sumarsono, 2003), (3) Indikasi awal penelitian pendahuluan di rumah kaca
menunjukkan bahwa pupuk organik optimum
antara 3,0 - 4,5 % bahan organik tanah pada rumput gajah dan rumput kolonjono di
tanah salin (Sumarsono, Anwar dan Budiyanto 2005). Studi tersebut memunculkan ide untuk
mengembangkan tanaman rumput unggul dan
teknik manipulasi lingkungan yang telah
ditemukan di tingkat laboratorium untuk penelitian
lebih lanjut pada uji lapang di tingkat
petani.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.