1.
DEFENISI
Dermatitis atopi ialah keadaan
peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan
atopi. Kata "Atopi" pertama diperkenalkan oleh Coca. (1928), yaitu
istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai
riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkial, rhinitis alergik,
dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik.
2.
EPIDEMIOLOGI
Oleh karena defenisi secara klinis tidak
ada yang tepat, maka untuk menginterpretasi hasil penelitian epid+emiolagi
harus berhati-hati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis
atopik makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika
Serikat, Eropa,Jepang,Australia dan Negara industri lain, prevalensi dermatitis
atopik pada anak mencapai 10-20 persen, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3
persen. Di Negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur. Asia Tengah, prevalensi
Dermatitis Atopik jauh lebih rendah. Wanita jauh lebih banyak menderita dermatitis atopik
daripada pria dengan rasio 1,3 : 1. Berbagai faktor lingkungan bepengaruh
terhadap prevalensi dermatitis atopik,misalnya jumlah keluarga kecil,
pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota,
dan meningkatnya penggunaan antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah penderita
dermatitis atopik. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah
keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil,
akan melindungi kemungkinan timbulnya dermatitis atopik pada kemudian hari.
Dermatitis atopik cenderung diturunkan.
Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami
dermatitis atopik pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orangtua
menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala sampai 79%
bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi dermatitis atopik lebih
tinggi bila ibu yang menderita dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang
menderita dermatitis atopik dibandingkan dengan bapak. Tetapi bila dermatitis
atopik yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan
kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 500%.
3.
ETIOPATOGENESIS
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam
patogenesis dermatitis atopik, misalnya faktor etik, linkungan, sawar kulit,
farmakolagik, dan imunologik. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah
melalui reaksi imunologik, yang diperaatarai oleh sel-sel yang berasal dari
sumsum tulang.
Kadar IgE dalam serum penderita
dermatitis atopik dan jumlah eosinofil dalam darah perifer umunya meningkat.
Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis atopik dan alergi
saluran nafas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik mengalami asma bronkial
atau rhinitis alergik. Dan percobaan pada tikus yang disensitisasi secara
epikutan dengan antigen, akan terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum
meningkat, eosinofilia saluran nafas, dan respon berlebihan terhadap metakolin.
Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan alergen pada dermatitis atopik
akan mempermudah timbulnya asma bronkial.
Berikut ini 4 kelas gen yang
mempengaruhi penyaicit atopi.
·
Kelas I : Gen predisposisi untuk atopi dan respon umum
IgE .
a.
Regeptbr Fe€RI-P, rnemputlyai afiftitas ftgi
utttuk IgE ( kromosom 11q12-13)
b.
Gen sitokinin IL-4 ( kromosom 5)
c.
Gen
reseptor-a IL-4 ( kromosom 16)
·
Kelas
II : Gen yang berpengaruh pada respon
IgE spesifik
a.
TCR ( kromosom 7 dan 14)
b.
HLA (kromosom 6)
·
Kelas
III : Gen yang mempengaruhi mekanisme non-inflamasi
( misalnya hiperresponsif bronkial )
·
Kelas
IV : Gen yang mempengaruhi
inflamasi yang tidak diperantarai IgE
a.
TNF (kromosom 6)
b.
Gen
kimase sel mast ( kromosom 14 )
Perubahan sistemik pada Dermatitis
Atopik adalah sebagai berikut :
·
Sintesis IgE meningkat
·
IgE spesifik terhadapa alergen ganda
meningkat, termasuk terhadap makanan, aeroailergen, mikrootganisme, toksin
bakteri, dan autoalergen.
·
Ekspresi
CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit meningkat.
·
Pelepasan histamin dari basofil meningkat.
·
Respons hipersensitivitas lambat terganggu.
·
Eosinofilia
·
Sekresi
IL-4,IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
·
Sekresi
IFN-y oleh sel THl menurun.
·
Kadar
reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
·
Kadar
CAMP phosphodiesterase monosit
meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan PGEZ.
Berbagai faktor pemicu
Pada anak kecil, makanan dapat berperan
dalam patogenesis dermatitis atopik tetapi tidak biasa terjadi pada p+enderita
dermafitis atopik yang lebih tua. Makanan yang paling sering ialah telur, susu,
gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi pada penderita dermatitis
atopik karena induksi alergen makanan dapat berupa dermatitis ekzematosa,
urtikaria, kontak urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lain. Hasil
pemeriksaan laboratorium dari bayi dm anak-anak kecil dengan dermatitis atopik
sedang atau berat, menunjukka reaksi positif terhadap tes kulit (immediate skin
test) dengan berbagai jenis makanan. Reaksi positif ini duukuti kenaikan
mencolok histamin dalam plasma dan aktivasi eosinofil. Sel T spesifik untuk
alergen makanan juga berhasil diklon dari lesi penderita Dermatitis Atopik.
Dan percobaan buta ganda dengan placebo
dan tungau debu rumah (TDR), ditemukan penderita dermatitis atopik setelah
menghirup TDR mengalami eksaserbasi di tempat lesi lama, dan timbul pula lesi
baru. Demikian pula setelah aplikasi epikutan dengan aerolergen ( TDR, bulu
binatang, kapang) melalui uji tempel pada kulit penderita atopi tanpa lesi,terjadi
reaksi ekzematosa pada 30-50 persen penderita dermatitis atopik, sedangkan
pada. penderita alergi saluran nafas dan relawan sehat jarang yang menunjukkan
hasil positif. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pada sebagian besar
penderita dermatitis atopik. IgE spesifik untuk alergen hidup. Juga pada 95%
penderita dermatitis atopik, mempunyai IgE spesifik terhadap TDR, sedangkan
pada penderita asma bronkial hanya 42%. Derajat sensitisasi terhadap
areoalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan dermatitis atopik.
Penderita dermatitis atopik cenderung
mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur, karena imunitas selular
menurun (aktivitas THl berkurang). Fada lebih dari 909''0 lesi Wit penderita
dermatitis atopik ditemukan staphylococcus
aureus, sedangkan pada orang normal hanya 5%. Jumlah koloni S.aureus pada
lesi inflamasi penderita dermatitis atopik dapat mencapai 107 per cm2,
namun tidak ada tanda Minis superinfeksi. Akan tetapi bila diobati dengan
kombinasi antibiotika dan kortikosteroid topikal, hasilnya lebih baik dibandingkan
kalau hanya dengan kortikosteroid topikal saja. S.aureus melepaskan toksin yang
bertindak sebagai superantigen ( misalnya : enterotoksin AB dan toxic shock syndrome toxine-1) yang
menstimulasi aktivasi sel T dan makrofag. Sebagian besar penderita dermatitis
atopik membuat antibody IgE spesifik terhadap superantigen stafilokokus yang
ada di kulit. Apabila ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu,
akan menginduksi IgE spesifik, dan degranulasi sel mast, kejadian ini akan
memicu siklus gatal garuk yang akan menimbulkan lesi di kulit penderita
dermatitis atopik. Superantigen juga-meningkatkan sintesis IgE spesifik dan
menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis atopik.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.