Wednesday, March 20, 2013

Defenisi Dermatitis atopi


1. DEFENISI
Dermatitis atopi ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal, yang berhubungan dengan atopi. Kata "Atopi" pertama diperkenalkan oleh Coca. (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya, misalnya : asma bronkial, rhinitis alergik, dermatitis atopik, dan konjungtivitis alergik.

2. EPIDEMIOLOGI
Oleh karena defenisi secara klinis tidak ada yang tepat, maka untuk menginterpretasi hasil penelitian epid+emiolagi harus berhati-hati. Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi dermatitis atopik makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa,Jepang,Australia dan Negara industri lain, prevalensi dermatitis atopik pada anak mencapai 10-20 persen, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3 persen. Di Negara agraris, misalnya Cina, Eropa Timur. Asia Tengah, prevalensi Dermatitis Atopik jauh lebih rendah. Wanita jauh  lebih banyak menderita dermatitis atopik daripada pria dengan rasio 1,3 : 1. Berbagai faktor lingkungan bepengaruh terhadap prevalensi dermatitis atopik,misalnya jumlah keluarga kecil, pendidikan ibu makin tinggi, penghasilan meningkat, migrasi dari desa ke kota, dan meningkatnya penggunaan antibiotik, berpotensi menaikkan jumlah penderita dermatitis atopik. Sedangkan rumah yang berpenghuni banyak, meningkatnya jumlah keluarga, urutan lahir makin belakang, sering mengalami infeksi sewaktu kecil, akan melindungi kemungkinan timbulnya dermatitis atopik pada kemudian hari.
Dermatitis atopik cenderung diturunkan. Lebih dari seperempat anak dari seorang ibu yang menderita atopi akan mengalami dermatitis atopik pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orangtua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Resiko mewarisi dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita dermatitis atopik lebih tinggi bila ibu yang menderita dermatitis atopik dibandingkan dengan bapak. Tetapi bila dermatitis atopik yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja yaitu kira-kira 500%.­

3. ETIOPATOGENESIS
Berbagai faktor ikut berinteraksi dalam patogenesis dermatitis atopik, misalnya faktor etik, linkungan, sawar kulit, farmakolagik, dan imunologik. Konsep dasar terjadinya dermatitis atopik adalah melalui reaksi imunologik, yang diperaatarai oleh sel-sel yang berasal dari sumsum tulang.
Kadar IgE dalam serum penderita dermatitis atopik dan jumlah eosinofil dalam darah perifer umunya meningkat. Terbukti bahwa ada hubungan secara sistemik antara dermatitis atopik dan alergi saluran nafas, karena 80% anak dengan dermatitis atopik mengalami asma bronkial atau rhinitis alergik. Dan percobaan pada tikus yang disensitisasi secara epikutan dengan antigen, akan terjadi dermatitis alergik, IgE dalam serum meningkat, eosinofilia saluran nafas, dan respon berlebihan terhadap metakolin. Hal tersebut menguatkan dugaan bahwa pajanan alergen pada dermatitis atopik akan mempermudah timbulnya asma bronkial.

Berikut ini 4 kelas gen yang mempengaruhi penyaicit atopi.
·         Kelas I :  Gen predisposisi untuk atopi dan respon umum IgE .
a.       Regeptbr Fe€RI-P, rnemputlyai afiftitas ftgi utttuk IgE ( kromosom 11q12-13)
b.      Gen sitokinin IL-4 ( kromosom 5)
c.       Gen reseptor-a IL-4 ( kromosom 16)
·         Kelas II  : Gen yang berpengaruh pada respon IgE spesifik
a.       TCR ( kromosom 7 dan 14)
b.      HLA (kromosom 6)
·         Kelas III         : Gen   yang    mempengaruhi mekanisme      non-inflamasi ( misalnya hiperresponsif bronkial )
·         Kelas IV         : Gen yang mempengaruhi inflamasi yang tidak diperantarai IgE
a.       TNF (kromosom 6)
b.      Gen kimase sel mast ( kromosom 14 )

Perubahan sistemik pada Dermatitis Atopik adalah sebagai berikut :
·         Sintesis IgE meningkat
·         IgE spesifik terhadapa alergen ganda meningkat, termasuk terhadap makanan, aeroailergen, mikrootganisme, toksin bakteri, dan autoalergen.
·         Ekspresi CD23 (reseptor IgE berafinitas rendah) pada sel B dan monosit meningkat.
·         Pelepasan histamin dari basofil meningkat.
·         Respons hipersensitivitas lambat terganggu.
·         Eosinofilia
·         Sekresi IL-4,IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat.
·         Sekresi IFN-y oleh sel THl menurun.
·         Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
·         Kadar CAMP phosphodiesterase monosit meningkat, disertai peningkatan IL-10 dan PGEZ.

Berbagai faktor pemicu
Pada anak kecil, makanan dapat berperan dalam patogenesis dermatitis atopik tetapi tidak biasa terjadi pada p+enderita dermafitis atopik yang lebih tua. Makanan yang paling sering ialah telur, susu, gandum, kedele, dan kacang tanah. Reaksi yang terjadi pada penderita dermatitis atopik karena induksi alergen makanan dapat berupa dermatitis ekzematosa, urtikaria, kontak urtikaria, atau kelainan mukokutan yang lain. Hasil pemeriksaan laboratorium dari bayi dm anak-anak kecil dengan dermatitis atopik sedang atau berat, menunjukka reaksi positif terhadap tes kulit (immediate skin test) dengan berbagai jenis makanan. Reaksi positif ini duukuti kenaikan mencolok histamin dalam plasma dan aktivasi eosinofil. Sel T spesifik untuk alergen makanan juga berhasil diklon dari lesi penderita Dermatitis Atopik.
Dan percobaan buta ganda dengan placebo dan tungau debu rumah (TDR), ditemukan penderita dermatitis atopik setelah menghirup TDR mengalami eksaserbasi di tempat lesi lama, dan timbul pula lesi baru. Demikian pula setelah aplikasi epikutan dengan aerolergen ( TDR, bulu binatang, kapang) melalui uji tempel pada kulit penderita atopi tanpa lesi,terjadi reaksi ekzematosa pada 30-50 persen penderita dermatitis atopik, sedangkan pada. penderita alergi saluran nafas dan relawan sehat jarang yang menunjukkan hasil positif. Hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan pada sebagian besar penderita dermatitis atopik. IgE spesifik untuk alergen hidup. Juga pada 95% penderita dermatitis atopik, mempunyai IgE spesifik terhadap TDR, sedangkan pada penderita asma bronkial hanya 42%. Derajat sensitisasi terhadap areoalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan dermatitis atopik.
Penderita dermatitis atopik cenderung mudah terinfeksi oleh bakteri, virus, dan jamur, karena imunitas selular menurun (aktivitas THl berkurang). Fada lebih dari 909''0 lesi Wit penderita dermatitis atopik ditemukan staphylococcus aureus, sedangkan pada orang normal hanya 5%. Jumlah koloni S.aureus pada lesi inflamasi penderita dermatitis atopik dapat mencapai 107 per cm2, namun tidak ada tanda Minis superinfeksi. Akan tetapi bila diobati dengan kombinasi antibiotika dan kortikosteroid topikal, hasilnya lebih baik dibandingkan kalau hanya dengan kortikosteroid topikal saja. S.aureus melepaskan toksin yang bertindak sebagai superantigen ( misalnya : enterotoksin AB dan toxic shock syndrome toxine-1) yang menstimulasi aktivasi sel T dan makrofag. Sebagian besar penderita dermatitis atopik membuat antibody IgE spesifik terhadap superantigen stafilokokus yang ada di kulit. Apabila ada superantigen menembus sawar kulit yang terganggu, akan menginduksi IgE spesifik, dan degranulasi sel mast, kejadian ini akan memicu siklus gatal garuk yang akan menimbulkan lesi di kulit penderita dermatitis atopik. Superantigen juga-meningkatkan sintesis IgE spesifik dan menginduksi resistensi kortikosteroid, sehingga memperparah dermatitis atopik.
Share :

0 komentar:

Post a Comment

Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.

 
SEO Stats powered by MyPagerank.Net
My Ping in TotalPing.com