PENGERTIAN
Halitosis adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan
ketidaknyamanan atau adanya bau yang tidak enak dalam pernafasan. Halitosis
juga dikenal dengan nama fetor ex ore atau fetor oris. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa senyawa volatile sulfur (VSC) seperti hidrogen sulfida, metil
merkaptan dan dimetil sulfida merupakan gas-gas yang berhubungan dengan halitosis.
Peninggian konsentrasi sulfur di dalam rongga mulut
diakibatkan oleh reaksi metabolik yang menghasilkan gas H2S dan NHZ dari
pembusukan sisa-sisa makanan
dan jaringan nekrotik yang terbentuk dan suplai darah yang berkurang
menyebabkan kadar 02 juga berkurang di daerah infeksi (l). Bau mulut dapat
berbeda setiap hari bahkan setiap jamnya tergantung pada aliran saliva, sisa
makanan, po.pulasi bakteri di dalam mulut dan kondisi hormonal fisiologis
(l'IZ).
ETIOLOGI
Halitosis dapat terjadi karena dipengaruhi oleh faktor-faktor
fisiologis dan patologis yang berasal dari kondisi lokal atau intra oral dan
kondisi sistemik atau extra oral.
Faktor Fisiologis Intra Oral
Bau mulut serta nafa.s yang normal pada pagi had biasa.nya
lebih berat dan kurang sedap dibandingkan pada siang hari. Keadaan ini
disebabkan karena berkurangnya aliran saliva dan aktivitas pipi maupun lidah
untuk menghilangkan, epitelium deskuamasi serta pembusukan ludah dan sisa
makanan selama tidur. Disamping itu kebiasaan bernafas melalui mulut dapat
memperhebat keadaan tersebut. Biasanya bau akan hilang setelah makan atau
menyikat gjgi. Saat makan, aktivitas mengunyah yang melibatkan lidah, pip',
gigi dan struktur-struktur lainnya akan meningkatkan aliran saliva serta
membantu menyingkirkan penumpukan sisa makanan sehingga intensitas halitosis
pun berkurang.
Intensitas dan kualitas bau mulut akan berubah sejalan dengan
pertambahan usia. Pada usia muda bau mulut biasanya lebih menyenangkan, namun
pada usia lanjut bau mulut akan terasa asam dan tidak nyaman bahkan pada
individu yang higiena oralnya baik (12). Individu yang mempunyai kebiasaan
merokok terutama pada yang perokok berat, bukan hanya menimbulkan bau nafas
yang cukup khas, tetapi juga mengakibatkan hairy tongue yang dapat menyebabkan
terperangkapnya sisa-sisa makanan dan bau tembakau. Disamping itu keadaan ini
juga mengurangi sekresi mukous sehingga makin memperhebat bau nafas pasien
tersebut.
Pemakaian protesa yang terbuat dari vullumite dapat
menyebabkan bau mulut dikarenakan adanya poreus-poreus halus yang sering
terdapat pada permukaan basis protesa dimana sisa-sisa ma.kanan dapat melekat
dan membusuk. Berbeda dengan protesa yang terbuat dari akrilik yang tidak
selamanya menimbulkan nafas berbau walau sudah lama dipakai. Oleh karena itu
perlu dicamkan kepada pasien untuk tetap menjaga higiena oralnya, bahkan pada
pasien yang memakai protesa dari vynil resin dikarenakan saliva dan makanan
dengan mudah dapat melekat ke protesa dan menimbulkan bau yang sangat tidak
menyenangkan
Faktor Fisiologis Ekstra Oral
Beberapa jenis masakan dan substansi makanan yang dikonsumsi
sehari-hari juga dapat menimbulkan bau nafas yang kurang sedap. Makanan yang
digoreng dan banyak mengandung bumbu seperti bawang dapat menimbulkan bau yang
bertahan di mulut selama 10 - 12 jam. Bahkan bau tersebut masih tetap terasa
setelah gigi-gigi dibersihkan. Bau ini timbul karena substansi makanan tersebut
diabsorber oleh saluran pencernaan dan dikeluarkan dengan lambat melalui
paru-paru. Keadaan ini telah dibuktikan oleh Morris dan Read dengan memberikan
suatu kapsul yang mengandung bawang putih kepada pasien yang diteliti dan
menghasilkan bau yang bertahan lama pada udara pernafasan. Peneliti Wimp juga
membuktikan bahwa bau bawang putih tersebut dalam waktu singkat telah dapat dirasakan
pada pernafasan dan, bertahan selama beberapa jam walaupun saluran pencernaan
seperti jejunum merupakan bagian yang terpisah dari perut.
Metabolit atau zat-zat yang terkandung dalam makanan dan
dikeluarkan melalui paru-paru juga dapat menyebabkan halitosis. Orang yang
gemar memakan daging cenderung mempunyai halitosis dibanding dengan seorang
vegetarian oleh karena asam lemak jenuh yang berasal dari lemak daging yang
dihasilkan dalam sistem pencernaan akan terabsorbsi ke dalam darah dan akhirnya
diekskresikan pada pernafasan. Sementara individu yang mengkonsumsi bahan
makanan yang cair seperti susu, misalnya pada pasien penderita tukak lambung,
dan makanan yang banyak mengandung protein umumnya juga menyebabkan bau nafas
yang kurang sedap. Halitosis bisa diatasi secara sederhana yakni dengan
mengurangi konsumsi makanan yang mengandung lemak dan banyak mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat seperti sayuran atau buah).
Pada orang yang peminum berat, populasi flora normal di dalam
mulutnya akan berubah sehingga menyebabkan proliferasi organisme pembusuk yang
bisa menimbulkan bau mulut. Sejumlah pasien yang mengalami menstruasi dan
menopause juga menderita bau mulut namun hal ini tidak selalu terjadi.
Faktor Patologis Intra Oral
Faktor penyebab halitosis yang paling sering terlihat adalah disebabkan
karena kurang terjaganya kebersihan dan kesehatan di rongga mulut. Pada pasien
yang higiena oralnya buruk cenderung terjadi pembusukan sisa-sisa makanan yang menumpuk
di sela-sela gigi oleh bakteri yang ada di dalam mulut. Keadaan ini akan
semakin parah pada pasien yang mempunyai kecenderungan untuk membentuk kalkulus
dengan cepat dan juga pada perokok dengan deposit kalkulus serta nikotin pada
gigi-giginya, letak gigi yang tidak teratur, pesawat ortodonti yang kurang
terpelihara atau poreus juga merupakan faktor pendukung timbulnya halitosis.
Demikian juga halnya dengan keadaan karies yang dalam atau besar, papila
interdental yang hilang karena adanya resesi gingiva, dan terbentuknya
pseudopocket pada gigi yang erupsi.
Penyakit jaringan lunak mulut dan proses keganasan yang dapat
menyebabkan nekrosis jaringan seperti stomatitis
gangraenous dan norma atau cancrum oris serta lesi-lesi ulseratif yang
berhubungan dengan kelainan darah juga dapat menimbulkan bau busuk yang
spesifik pada mulut ('). Degenerasi darah dan mulut; baik perdarahan gusi,
pasca bedah mulut maupun di daerah bekas pencabutan gigi, dapat menimbulkan
rasa asin dan bau mulut yang tidak soap. Bau ini timbul dikarenakan
berkurangnya fungsi pengunyahan yang normal pada masa-masa tersebut disamping
harus mengkonsumsi makanan yang lunak, adanya perdarahan ringan serta populasi
bakteri yang meningkat di dalam mulut.
Pada penyakit periodontal seperti gingivitis dan
periodontitis kronrs yang disertai pembentukan saku, hawa pernafasan yang
keluar dari dalam mulut terasa berbau busuk. Selain karena pembusukan sisa-sisa
makanan yang terperangkap di dalam saku, pada kondisi ini cairan ludah juga
dapat cepat membusuk sehingga menambah parah bau mulut individu.
Reaksi metabolik timbul menghasilkan gas HZS dan NHZ (Amino) sehingga
terjadi- peninggian konsentrasi sulfur yang mudah menguap daiam udara di rongga
mulut
Gangren pulpa termasuk faktor lokal yang dapat menimhulkan
bau busuk yang sangat menusuk pada hawa nafas. Dalam hal ini bau yang timbul
merupakan hasil fermentasi bakteri Klostridium sehingga terjadi reaksi
metabolisme yang menghasilkan asam dan gas gangren, akibatnya hawa nafas yang
keluar dari mulut akan berbau gangren.
Faktor Patologis Ekstra Oral
Rinitis atropik yang ditandai dengan rasa kering dan atrofi membrana sehingga rongga
hidung meniadi besar, berkerak dan menimbulkan bau. Hanya saja rinitis atropik
jarang dijumpai, sedang sinusitis kronis sering disertai dengan nafas yang bau.
Hal ini terlihat nyata pada kasus sinusistis maxilaris kronis, terutama karena
disebabkan gigi terinfeksi oleh bakteri streptokokus
viridans yog mampu mengeluarkan bau tidak sedap. Bedah tonsilektomi sendiri
dapat menghasilkan bau yang serupa dengan bau darah busuk yang terjadi setelah
dilakukan operasi mulut.
Keadaan-keadaan seperti abses atau gangraen paru, yang dapat
menimbulkan kavitas pada paru-paru akan menyebabkan bau nafas tidak sedap. Diabetes
dan penyakit ginjal merupakan contoh kondisi sistemik yang paling dikenal.
Kalau pada pasien yang diabetesnya terkontrol tidak terdeteksi adanya bau
mulut, maka sebaliknya nafas yang berbau aseton akan tercium pada pasien dengan
diabetic acidocis akan cenderung mengalami koma hiperglikemia. Pada penyakit gagal
ginjal kronis terjadi penumpukan urea dalam sekret-sekret antara lain dalam
keringat dan saliva yang akan menimbulkan bau amonia pada udara pernafasan yang
menunjukkan suatu keadaan uremia.
Halitosis juga bisa timbul pada keadaan dimana terdapat gangguan
saluran pencernaan seperti adanya pendarahan intestinal yang baunya menyerupai
bay kotoran.
Faktor lain yang menyebabkan halitosis adalah pemakaian
obat-obatan yang digunakan untuk penyembuhan penyakit sistemik yang mungkin
diderita pasien. Bau yang timbul disini ada kaitannya dengan efek samping yang
ditimbulkan obat yakni xerostomia.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan masukkan saran, komentar saudara, dengan ikhlas saya akan meresponnya.